Dom Boh Drien Di Kebun Nek Din
LELAKI tua itu bergegas turun dari bangunan yang terbuat dari kayu dan beratap rumbia saat kami tiba di kebunnya. Waaalaikumsalam, sambutnya menjawab salam yang kami sampaikan.
Sabtu, 22 Juli 2017, Waspada dan beberapa rekan wartawan berkunjung ke kebun durian milik lelaki setengah tua yang pada saat kedatangan kami terlihat tidak memakai baju, sehingga menampakkan otot tubuhnya dan kulitnya dan mulai berkeriput.
Sehari hari warga disini, kata Pria itu, lebih mengenal namanya Nek Din. "Kalau nama lengkap saya Samsuddin," katanya membuka pembicaraan dengan Waspada.
Waspada sendiri harus menempuh dua jam perjalanan dengan menjumpai mobil untuk mencapai kebun Nek Din. Melewati sejumlah kecamatan, seperti Lhoknga, Leupung, dan Gunung Kulu, akhirnya tiba di jalan licin berlempung yang tidak memungkinkan untuk dapat dimasuki kenderaan bermotor. Dan usai memarkirkan mobil di sisi jalan, Waspada harus menempuh 20 menit perjalanan, membelah semak belukar, dan hutan kecil. Hanya ada jalan setapak mendaki dan menurun untuk mencapai kebun Nek Din.
Nek Din kemudian mempersilakan Waspada dan rekan lainnya menikmati durian yang telah dikumpulkannya sejak tadi malam. "Makan dulu ayo duriannya, itu di belah semua," tunjuk Nek Din pada kumpulan buah durian yang diletakkannya pada meja yang terbuat dari bilah bambu, seraya menyerahkan sebilah parang.
Dengan cekatan dan gerakan cepat, Waspada membelah beberapa buah durian, dan kelezatan buah terlihat jelas dari daging buah yang tebal berwarna kuning dan putih. "Ini durian paling manis dan top di kebun saya," kata Nek Din menjelaskan.
Nikmatnya durian milik Nek Din, tak tanpa terasa sudah kami habiskan lebih dari separuh buah durian yang telah dikumpulkan sejak malam. "Ayo tambah lagi, habiskan saja," tantang Nek Din.
Dom boh drien, dalam falsafah Aceh bermakna menginap dan bermalam di kebun durian dan menunggu durian jatuh dari pohonnya. Dom artinya menginap, dan boh drien sendiri dalam bahasa Aceh sebutan untuk buah durian.
Dan sejak memasuki puncak musim durian, Nek Din menceritakan, rata rata perhari dirinya bisa mengumpulkan 200 buah durian yang jatuh. "Kebun saya ini luasnya 3 hektar, dan usia tanaman miliknya sudah 17 tahun. "Sejak tahun 2000 saya sudah tanam pohon durian di sini," paparnya.
Nek Din melanjutkan, buah Durian yang dikumpulkan, dijualnya di desa sekitar, dan bahkan tak jarang pedagang pengepul datang langsung ke kebun miliknya. "Rata rata jika musim durian seperti ini, perhari penghasilan bisa mencapai dua hingga tiga juta rupiah," terangnya.
Pria yang mengaku memiliki delapan putra dan putri ini mengungkapkan bahwa, hasil panen durian tahun ini berbeda jauh dari tahun sebelumnya. "Cuaca panas, banyak bunga yang rontok dan hasil kurang maksimal," jelasnya.
Beberapa saat setelah bercerita, muncul seorang lelaki bertubuh kecil dan membawa nampan yang diatas terdapat cangkir dari plastik. "Nah, ini anak saya, ayo kita minum kopi dulu," tawar Nek Din kepada kami.
Jumlah batang durian di kebun saya ini, lanjut Nek Din, sebanyak 200 batang, dan biasanya musim panen akan berlangsung hingga dua bulan kedepan. "Allhamdulillah dari kebun ini saya bisa menghidupi istri dan anak," ujarnya.
Kebun Nek Din yang terletak di Gampong Krueng Kala, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, adalah satu dari ratusan hektar kebun durian lainnya yang terdapat di kecamatan ini.
Saat berdiskusi dengannya, sesekali kami dikejutkan dengan suara durian yang jatuh dari pohonnya. Dan usai berdikusi, tak lupa Nek Din menawarkan Waspada untuk membawa buah durian sebagai oleh oleh. "Bawa aja beberapa buah untuk anak anak di rumah," katanya menawarkan. [Hendro Saky]
Waaah enak ni makan durian Lhoong
Aseek.. Tks bang