Kenduri Blang a tradition before descending into the rice fields/Kenduri Blang sebuah Tradisi Sebelum Turun ke Sawah
[ENG] Steemian friends you are wherever, in Aceh, in Indonesia and in the world . This time I will tell to my friends about the Acehnese rice field tradition called Kenduri Blang. Kenduri Blang is a ceremony performed by the people of Aceh before descending into the rice fields . On one trip to the tourist attraction of Mount Salak, I stopped at the West Jamuan village of North Aceh district and followed the procession of Kenduri Blang event. Kenduri is held at the site of the general grave of West Jamuan village. Kenduri Blang tradition is implemented by the people of Jamuan Timur and West Jamuan villages located in the village of Western Jamuan. Two of these villages have one Kejruen Blang in West Jamuan village. The eastern community followed because it was based on the source of the water flow that irrigated the rice fields to the East Jamuan village. Preparation of this kenduri blang is very simple, the mothers simply buy spices in the market, bring water 5 liters, bring rice wrapped with leaves (bu kulah) to taste, wood cooking, wok, stove and of course a live chicken. At the agreed hour, the girls and the girls, teenagers and children joined in, arrived at the agreed hour, of course.
Once the mothers come directly bring the chicken to cut, would be the responsibility of the fathers to slaughter the chicken. One by one the chickens are slaughtered, then the work of the mothers sobbing, cooking until finished cooking. Not too long the mothers are ready with the cuisine. The gentlemen so come to the location held a place for the pedestal, then do tadarrus that is reading the Qur'an in the grave location in turns until tammat a long letter. After everything came including invitations from the Koramil, police and sub-district heads, then did a Tahlilan or Samadiyah led by Teungku Imum. At that time led by tengku jalil which is also geuchik Eastern Dinner. After the completion of the prayer Samadiyah read. The prayer is rather long and much related to the hope of obtaining sustenance from the rice fields. After the completion of Samadiah and prayer, Teungku Jalil immediately wakes up representing Kejruen Blang with Kejruen Blang starting a speech regarding plans to go to the fields, especially when to clean the water rope, when to start plowing the fields, planting seeds and when to start planting. Everything must be done simultaneously at the same time .
Kenduri Blang event is essentially praying that the fields managed by the community can be fruitful results that Allah blessed with the duek pakat (sitting for deliberation) or more encouraging to implement the regulations on rice fields. Where Keujruen Blang reappears the provisions that have been imposed by the Indies (ancestors), explains the abstinence that prevailed before going down to the rice fields and what to do before the community went down to the fields. Some of the stages that have been passed since the aftermath of the abstinence for 2 weeks, the plowing of the land, the time to plant the seeds, the time of seumula or planting the rice, the time to care for and keep pests and periods of keumeukoh or harvest. In relation to what is done in times of abstinence, where in this period of abstinence people who have rice fields work on the preparations required by the rice fields such as, clean Seuneulhop or water rope that allows the whole rice teraliri water and clean Lueng which is the source of water. The event duek pakat down to the rice field is more uphold unity and community unity in the paddy fields, so it can produce a good harvest because it is done simultaneously. Logically it is true that if done alone then when the rice is ripe has been confirmed pests will gang up. But if implemented simultaneously, the rice will yellow simultaneously, so the pests will not be concentrated in one field.
Such is the procession of Kenduri Blang event which is a tradition that prevails in Aceh society. This tradition will continue to be passed by present and future generations because at this event all children, youth and youth participate, so it can be said as the process of culturalization of the culture. Hopefully this article useful and please criticism and suggestion, thank you. [IND]
Teman-teman Steemian dimanapun anda berada, di Aceh, di Indonesia dan di dunia. Kali ini saya akan menyampaikan kepada teman-teman tentang tradisi turun sawah masyarakat Aceh yang disebut Kenduri Blang. Kenduri Blang adalah suatu upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Aceh sebelum turun ke sawah. Dalam satu perjalanan menuju objek wisata Gunung Salak, saya singgah di desa Jamuan Barat Kabupaten Aceh Utara dan mengikuti prosesi acara Kenduri Blang. Kenduri dilaksanakan di lokasi kuburan umum desa Jamuan Barat. Tradisi Kenduri Blang ini dilaksanakan oleh masyarakat desa Jamuan Timur dan dan desa Jamuan Barat yang berlokasi di desa Jamuan Barat. Dua desa ini terdapat satu Kejruen Blang yaitu di desa Jamuan Barat. Masyarakat jamuan Timur mengikuti karena didasarkan sumber aliran air yang mengairi sawah ke desa Jamuan Timur. Persiapan kenduru blang ini sangat sederhana, para ibu cukup membeli bumbu masak di pasar, bawa air 5 liter, bawa nasi yang dibungkus dengan daun (bu kulah) secukupnya, kayu masak, wajan, tungku dan tentunya seekor ayam yang masih hidup. Pada jam yang telah disepakati mulai berdatangan para ibu dan anak-anaknya yang gadis dan lajang, remaja dan anak-anak turut serta, bapak-bapak tentunya.
Begitu datang para ibu langsung membawa ayam untuk dipotong, tentunya menjadi tanggung jawab bapak-bapak untuk menyembelih ayam. Satu persatu ayam disembelih, lalu menjadi kerjaan ibu-ibu menyiang, memasaknya sampai selesai masak. Tidak terlalu lama ibu-ibu sudah siap dengan masakannya.
Bapak-bapak begitu datang ke lokasi menggelar tempat untuk alas duduk, lalu melakukan tadarrus yaitu membaca alquran di lokasi kuburan tersebut secara bergiliran sampai tammat satu surat panjang. Setelah semuanya datang termasuk undangan dari koramil, polsek dan camat, kemudian melakukan Tahlilan atau Samadiyah yang dipimpin oleh Teungku Imum. Waktu itu dipimpin oleh tengku jalil yang juga geuchik Jamuan Timur. Setelah selesai Samadiyah dibaca doa. Doanya agak panjang dan banyak yang berkaitan dengan harapan memperoleh rezeki dari hasil sawah. Setelah selesai Samadiah dan doa, Teungku Jalil langsung bangun mewakili Kejruen Blang bersama Kejruen Blang mulai berpidato berkaitan dengan rencana turun ke sawah, terutama kapan hrus membersihkan tali air, kapan harus mulai turun membajak sawah, menanam benih dan kapan mulai tanam. Semuanya harus dilakukan secara serentak dalam waktu yang bersamaan. Acara Kenduri Blang pada hakekatnya adalah berdoa semoga sawah yang dikerjakan oleh masyarakat dapat berbuah hasil yang diridhai Allah SWT dengan cara duek pakat (duduk untuk bermusyawarah) atau lebih memberikan semangat untuk melaksanakan peraturan tentang persawahan. Dimana Keujruen Blang memaparkan kembali ketentuan-ketentuan yang telah diberlakukan oleh indatu (nenek moyang), menjelaskan tentang pantangan-pantangan yang berlaku selama sebelum turun ke sawah dan apa-apa yang harus dikerjakan masyarakat sebelum turun ke sawah. Beberapa tahapan yang dilalui sejak usai kenduri yaitu masa pantang selama 2 minggu, masa membajak tanah, masa menanam benih, masa seumula atau menanam padi, masa merawat dan menjaga hama dan masa keumeukoh atau panen. Berkaitan dengan apa saja yang dikerjakan pada masa pantang, dimana di masa pantang ini masyarakat yang memiliki sawah mengerjakan persiapan-persiapan yang dibutuhkan oleh sawah seperti, membersihkan Seuneulhop atau tali air yang memungkinkan seluruh sawah teraliri air dan membersihkan Lueng yang merupakan sumber air. Acara duek pakat turun ke sawah ini lebih menjunjung persatuan dan kesatuan masyarakat di dalam bersawah, sehingga dapat menghasilkan panen yang baik karena dilakukan secara serentak. Secara logika memang benar bahwa jika dilakukan sendiri-sendiri maka saat padi sedang ranum sudah dapat dipastikan hama-hama akan mengeroyoknya. Tetapi jika dilaksanakan serentak, maka padi akan menguning secara serentak, sehingga hama-hama akan tidak terkonsentrasi pada satu sawah.
Demikian prosesi acara Kenduri Blang yang merupakan suatu tradisi yang berlaku dalam masyarakat Aceh. Tradisi ini akan tetap diteruskan oleh generasi sekarang dan akan datang karena pada acara ini semua anak-anak, remaja dan pemuda ikut berpartisipasi, sehingga dapat dikatakan sebagai proses internasilasi budaya. Semoga tulisan ini bermanfaat dan mohon kritik dan sarannya, terima kasih.
Great story and thanks for sharing all the details, it is the fascinating and nice way of life you have there, and you really bring it to life in this post. What a nice village community, rare nowadays in much of the modern world. Very enjoy your post!
Your assessment of local wisdom is remarkable. That is the village community who lives modestly.
Nice 👍
@cutkak indeed thumbs up
Get more trip for write a great book, mister @asnawiabbas
I'll try to collect some material that makes it possible to write a book
Kearifan lokal masyarakat Aceh dalam mensyukuri nikmat Allah berikan
Benar, karena ini bidang minat saya, boleh diberikan pendapatnya yang panjang....tidak masalah...
Kearifan lokal yang perlu di perkenalkan pada dunia
Terima kasih, kl ada saran dan kritik boleh sialamatkan ke saya di email [email protected]
Dari segi penulis sudah mantap sekali pak @asnawiabas
Kauri blang tradisi yang kini mulai terabaikan
Di kota tak terlihat lagi dan dipinggir kota mulai redup, hanya di desa yang mungkin dipertahankan.
Nice Post @asnawiabbas
Boleh pendapat dan kritik @teguhrianto