Mengenang Sujud Sutrisno, Seniman Musik Yogyakarta

in #indonesia7 years ago

Beberapa hari lalu tepatnya 15 Januari 2017 saya mendapat kabar duka meninggalnya Pak Sujud Sutrisno atau yang lebih dikenal dengan nama Sujud Kendang dari kawan-kawan melalui media sosial.

Awalnya masih kurang percaya dengan berita itu karena jauh-jauh hari sebelumnya, kabar meninggalnya seniman ini pernah beberapa kali tersebar dan akhirnya terbukti hanya hoax. Padahal waktu itu sampai sudah ada yang mengantarkan karangan bunga tanda duka ke rumah beliau.

Namun kali ini nampaknya bukan hoax. Kabar duka itu benar-benar nyata. Pak Sujud Kendang hari itu telah meninggalkan kita semua lantaran batu empedu.

Pertama kali saya melihat penampilan Pak Sujud Kendang kalau tidak salah ketika dalam acara rangkaian ulang tahun fakultas saya di tahun 1993 atau 1994.

Panitia acara waktu itu nampaknya sengaja tidak meminta Pak Sujud tampil di atas panggung yang sudah berdiri, melainkan diminta tampil di tengah lapangan fakultas, di kelilingi mahasiswa-mahasiswa yang dari pagi sudah menunggu rangkaian acara ulang tahun fakultas.

Karena itu, saya yang waktu itu belum mengenal Pak Sujud menyangka beliau “hanya” seorang penampil biasa, buat lucu-lucuan, karena dia tidak di atas panggung. Apalagi dengan penampilannya yang sangat sederhana, hanya berbekal kendang kecil yang disandangnya.

Kawan-kawan yang sudah mengenal beliau, langsung tertawa geli begitu melihat beliau tampil dan berjalan dengan gaya lucu ke tengah-tengah lapangan. Sementara saya masih belum ngeh kalau beliau adalah seniman kondang, dan belum bisa menduga-duga apa yang akan beliau tampilkan.

Ternyata, seperti banyak yang sudah kawan-kawan tahu, beliau menampilkan kemampuan bermain kendang tunggal sambil menyanyikan lagu-lagu jenaka. Lagu-lagu itu ada yang berupa plesetan dari lagu yang sudah ada, ada pula yang nampaknya benar-benar dikarang oleh beliau. Semuanya menggelitik dan menghibur.

Agak berbeda dengan kawan-kawan lain yang menyukai “Mata Indah Bola Pingpong”, saya selalu teringat lagunya yang liriknya kurang lebih seperti ini:

Marilah ke mari ala kenyil-kenyil
Oh sayang
Aku lah di sini hey hey hey hey
Oh kasih

Mungkin ini tidak terasa jenaka karena dalam bahasa tulis, dan sangat mungkin juga tetap tidak lucu kalau saya coba menyanyikannya secara langsung.

Selain saya payah untuk melucu, ini juga salah satu bukti keampuhan Pak Sujud merangkai kata dan nada dengan iringan kendang, sehingga mampu membetot urat tertawa para penontonnya.

Sejak melihat kemunculan pertama beliau, saya mendapat informasi dari kawan-kawan kalau beliau adalah pengamen yang berkunjung dari rumah ke rumah, yang sangat terkenal di Yogyakarta.

Saking terkenalnya di masyarakat, pernah saya melihat ada seorang pengamen pemula yang sedang mampir dari satu rumah ke rumah lain, di-bully oleh anak-anak kecil komplek kampung tersebut dengan sorakan: “Apik Sujud! Apik Sujud! Apik Sujud!” atau dalam bahasa Indonesia “Bagusan Sujud! Bagusan Sujud! Bagusan Sujud!”

Bayangkan, bahkan dalam pandangan anak-anak, kualitas dan kemampuan Pak Sujud Kendang ini sudah jadi benchmark tersendiri untuk para pengamen.

Meskipun Pak Sujud sendiri jika ditanya beliau dengan jenaka menyatakan lebih suka dianggap sebagai PPPRT alias Petugas Pemungut Pajak Rumah Tangga, lantaran memang beliua datang dari satu rumah ke rumah lainnya dan memungut biaya dari pemilik rumah tanggak yang beliau hampiri.

Saking dekatnya dengan warga Yogyakarta, tak jarang orang-orang kampung bertanya-tanya “Kok Pak Sujud lama nggak keliatan ya?”, jika beliau lama tidak melakukan tugasnya sebagai PPPRT di kampung tesebut. Coba, jaman sekarang pengamen mana yang kedatangannya dirindukan dan dinanti-nanti seperti ini.

Tidak heran jika kemudian Pak Sujud Kendang sering diundang jadi bintang tamu di acara-acara pesta perusahaan-perusahaan, kampus-kampus, atau kegiatan seni di Yogyakarta. Maka layaklah jika Pak Djaduk Ferianto menggelari beliau Pengamen Agung.

Gelar yang tidak berlebihan menurut saya karena keagungan beliau tak sekadar berhenti di kegiatan dan kemampuan mengamen, mengisi jalan-jalan dan kampung-kampung di Yogyakarta dengan tabuhan kendang dan alunan suaranya.

Lebih dari itu, keagungan itu muncul karena secara tidak langsung beliau mengajari masyarakat, terutama orang-orang Yogyakarta, tentang bagaimana menjalani hidup secara bersahaja, sederhana, nrimo ing pandum, sabar dan ikhlas, sambil tetap berusaha dan bekerja keras.

Oh iya, tentang kerja keras ini, ada satu cerita dari beliau yang mengharukan. Ketika itu Pak Sujud yang sudah menua, mengalami sedikit gangguan pada penglihatannya. Kalau tidak salah waktu itu penglihatan beliau menderita katarak.

Dalam kondisi seperti itu, ternyata beliau tetap bekerja mengamen berkeliling ke kampung-kampung bahkan sampai ke daerah Mrican yang jaraknya sekitar lebih dari enam kilometer dari tempat tinggalnya. Ketika sampai di dekat kampus Sanata Dharma Mrican, beliau harus menyeberang Jalan Gejayan, namun karena pandangan kurang sempurna, maka beliau harus menunggu ada orang yang mau menyeberangkan.

Demi untuk terus bekerja tak kenal halangan dan lelah, dalam kondisi seperti itu beliau masih punya tekad untuk bekerja. Punya semangat untuk tetap berkarya.

Terima kasih Pak Sujud Sutrisno. Selamat jalan. Terima kasih untuk semua kisah dan kenangan yang ditinggalkan.

Sort:  

terima kasiiiih.... 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Congratulations @temukonco! You received a personal award!

1 Year on Steemit

Click here to view your Board

Support SteemitBoard's project! Vote for its witness and get one more award!

Congratulations @temukonco! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!