Tidak ada Kurikulum Bullying di sekolah, namun bulliying bagian dari dinamika sekolah, dan pembelajaran Mental bersosialisasi.

in #steemit6 years ago (edited)

There is no Bullying Curriculum at school, but there is a bullying part of school dynamics, and Mental learning is socializing.


Menurut saya, bully merupakan bagian dari pembelajaran mental bersosialisasi, kita harus bisa membedakan antara Bully dan kekerasan, termasuk kategori bully adalah Pujian yang berlebihan , atau ejekan , cacian dan olok-olok, namun kekerasan fisik menurut saya bukan kategori bully, namun lebih dari Bully dan sudah menjadi bagian dari "kenakalan anak", saya sebagai Guru sering menangani kasus bully dan kenakalan anak, dengan tindakan dipanggil ke kantor / di adili melalui Bimbingan Konseling dan pada akhirnya mengucap janji dan perdamaian, saya sebagai Guru tersinggung apabila ada masyarakat/ orang Tua siswa yang mengatakan , "Guru terlihat acuh apabila ada laporan / aduan dari Ortu siswa terhadap kasus bully di sekolah", padahal kejadian sekecil apapun yang berhubungan dengan bully dan kenakalan anak guru selalu tanggap , menasihati dan mendamaikan.

Pengalaman saya:

Bu, saya dulu ketika SD juga suka di Bully oleh teman, dan sekarang Jadi Guru, yang membully saya jadi tukang ojeg, kadang Bully itu bagian dari Pembelajaran mental bersosialisasi, dan bisa juga menjadi Mitivasi untuk tegar menghadapi kehidupan, dan penyemangat hidup agar lebih baik.

Pengalaman pada pembelajaran :

Apakah Bully telah membudaya di Negri ini? saya juga heran, baru tadi pagi, di kelas saya juga ada yang nangis, kata temannya di Bully oleh teman sebangkunya, padahal baru di tinggal sebentar ke Kantor, setelah saya menjelaskan Cara membuat "Kalimat Pujian", kata KM nya " Richi memberikan pujian yang kelewat batas, sehingga Trio menangis" Pak.
Kemudian saya pun menjelaskan , pujian yang di ulang-ulang, atau caci-maki adalah Bully, dan Bully itu hukumnya " Tidak boleh atau Haram".

Di bawah ini sengaja saya memuat pendapat - pendapat tentang bully dari para pakar Ilmu Pendidikan.

Fenomena bullying telah menjadi bagian dari dinamika sekolah.
Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti ”penggencetan”,
”pemalakan:, ”pengucilan”, intimidasi dan lain-lain. Istilah bullying sendiri
memiliki makna lebih luas, mencakup berbagai bentuk penggunaan kekuasaan
atau kekuatan untuk menyakiti orang lain, sehingga korban merasa tertekan,
trauma dan tidak berdaya (Yayasan Semai Jiwani, 2006).
Teror yang berupa kekerasan fisik atau mental, pengucilan, intimidasi,
perpeloncoan, yang terjadi pada kasus-kasus di atas sebenarnya adalah contoh
klasik dari apa yang biasanya disebut bullying. Perilaku ini disebut juga sebagai
peer victimization dan hazing, yaitu usaha untuk menyakiti secara psikologis
ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah”, oleh
seseorang atau sekelompok orang yang lebih “kuat” (Djuwita 2006).

Pihak yang kuat disini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tapi
bisa juga kuat secara mental. Korban bullying tidak mampu membela atau
mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik atau mental. Selain itu yang
sangat penting kita perhatikan adalah bukan sekedar tindakan yang dilakukan,
tetapi dampak tindakan tersebut bagi korban. Misalkan saja seorang siswa
mendorong bahu temannya dengan kasar, bila yang didorong merasa terintimidasi,
apalagi bila tindakan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka perilaku bullying
telah terjadi. Bila siswa yang didorong tidak merasa takut atau terintimidasi,
maka tindakan tersebut belum tentu dikatakan bullying (Yayasan Semai Jiwa
Amini, 2008).
Penelitian di Indonesia tentang fenomena bullying masih baru. Hasil studi
oleh ahli intervensi bullying, Dr. Amy Huneck (dalam Yayasan Semai Jiwa
Amini, 2008) mengungkapkan bahwa 10-60% siswa Indonesia melaporkan
mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, ataupun
dorongan, sedikitnya sekali dalam seminggu.
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Yayasan Sejiwa, yang dibuat
berdasarkan pemberitaan di media massa, sejak tahun 2005 hingga 2007 korban
meninggal akibat bullying telah mencapai kurang lebih 30 anak yang berusia 9
hingga 19 tahun. Penelitian yang dilakukan di tiga kota Surabaya, Yogyakarta dan
Jakarta terhadap 1500 anak mengungkapkan, 70 persen menyatakan bullying
terjadi di sekolah mereka. Bullying tidak harus dilakukan dengan pukulan. Ketika
kata-kata telah berdampak pada perasaan orang lain maka itu dikategorisasikan
sebagai bullying. Jadi, bullying itu bukan sekedar apa yang dilakukan terhadap

orang lain melainkan apa dampaknya terhadap orang lain. Tindakan bullying
dapat dikategorikan dalam tiga macam yakni sifatnya psikologis misalnya
memfitnah atau mempermalukan, sifatnya fisik misalnya menendang atau
memukul, dan yang sifatnya verbal misalnya berteriak atau meledek.
Bullying tidak hanya berupa tindakan kekerasan saja melainkan bisa
berupa pemaksaan, intimidasi, menampar, memaki, menggosip, menempeleng,
mengejek, member julukan, dan lainnya. Dampaknya pun cukup terlihat, tidak
sedikit anak-anak yang pantang sekolah karena takut menjadi korban bullying atau
paling tidak korban menjadi minder dan potensi yang ia miliki menjadi kurang
terasah. Julukan-julukan negatif jugac ukup berpengaruh. Misalnya julukan
seperti Tuti yang berarti tukang tidur, tukang nyontek, kepo dan lainnya juga
berpengaruh. Akhirnya di otak si korban sudah tertanam bahwa dirinya adalah
orang yang memiliki sifat negative sesuai julukannya. Atau bahkan, dengan
julukannya (misalnya anak miskin) si korban menjadi minder dan takut dengan
keadaan lingkungannya. Gosip juga berpengaruh, misalnyasi A dekat dengansiB
yang merupakan lawanjenisnya, kemudian ada gosip yang mencuat bahwa mereka
pacaran, bukan tidak mungkin keduanya yang bersahabat dekat menjadi terganggu
bahkan mereka saling menjauh. Atau gossip misalnya si A pernah tidur dengan
pacarnya, padahal semuanya bohong (http: //shout. Indonesia nyouth conference.
org/category/article/bullying-tidak-keren/).
Di dalam bullying juga terdapat perbedaan yang terjadi antara laki-laki dan
perempuan. Menurut Olweus (1993), sekitar 60% anak perempuan yang menjadi
korban, pelakunya adalah anak laki-laki dan 20% pelakunya adalah wanita.

Sementara itu sekitar 80% anak laki-laki korban bully, pelaku seluruhnya adalah
anak laki-laki.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa kelompok subjek
laki-laki yang tergolong bullies memiliki tingkat depresi yang paling rendah
dibandingkan dengan kelompok subjek laki-laki yang tergolong victim, bully
victim dan kelompok subjek perempuan yang tergolong bullies, victim, dan bully
victim (Egan, 2010).
Perilaku bullying sangat rentan terjadi pada remaja putra dan remaja
putri. Menurut Hayniedkk (Egan, 2010) bullying dan victimization lebih sering
terjadi pada anak laki-laki. Hal yang sama juga disebutkan bahwa perilaku
bullying lebih menonjol terjadi pada kalangan laki-laki daripada perempuan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kaltiala-Heino dkk menunjukkan bahwa anak lakilaki
cenderung terlibat dalam perilaku bullying sebagai bullies dan victim
dibandingkan dengan anak perempuan. Hal senada juga diutarakan oleh
Kumpulainen dkk bahwa anak laki-laki memiliki kemungkinan 4 sampai 5 kali
lebih besar menjadi bully atau bully victim dibandingkan dengan anak perempuan.
Selain itu, penelitian sebelumnya mengungkapkan prevalensi perilaku bullying
cukup tinggi pada masa remaja awal yang merupakan masa-masa tingkat sekolah
menengah pertama yaitu kelas 7, 8 dan 9. Menurut Nansel dkk perilaku bullying
paling sering terjadi pada murid kelas 6 hingga kelas 8. Namun, pada penelitian
lain dikemukakan perilaku bullying cenderung berkurang untuk murid sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah atas.

Translate to English

There is no Bullying Curriculum at school, but there is a bullying part of school dynamics, and Mental learning is socializing.
fityan (40) in steemit • 3 minutes ago

In my opinion, bully is a part of social learning, we have to be able to distinguish between Bully and violence, including bullying is excessive praise, or ridicule, scolding and ridicule, but physical violence in my opinion is not a bully category.

Below I deliberately contain opinions about the bully from the Education Science experts.

The phenomenon of bullying has become part of school dynamics.
Generally people are more familiar with terms like "bullying",
"Lighting:" exclusion ", intimidation and others. The term bullying itself
has broader meaning, encompasses various forms of use of power
or the power to hurt others, so the victim feels depressed,
traumatic and helpless (Semai Jiwani Foundation, 2006).
Terror in the form of physical or mental violence, exclusion, intimidation,
hazing, what happens in the cases above is actually an example
classic of what is usually called bullying. This behavior is also referred to as
peer victimization and hazing, which is an attempt to hurt psychologically
or physical to someone or a group of people who are more "weak", by
someone or group of people who are more "strong" (Djuwita 2006).

Strong parties here do not only mean strong in physical size, but
can also be mentally strong. Bullying victims are not able to defend or
defend himself because he is weak physically or mentally. Besides that
very important we pay attention is not just the actions taken,
but the impact of the action on the victim. Let's say a student
pushing his friend's shoulders roughly, if those who are encouraged feel intimidated,
especially if the action is repeated, bullying behavior
has occurred. If students who are encouraged do not feel afraid or intimidated,
then the action is not necessarily said to be bullying (Semai Jiwa Foundation
Amini, 2008)
Research in Indonesia about the phenomenon of bullying is still new. Study results
by the bullying interventionist, Dr. Amy Huneck (in the Semai Jiwa Foundation
Amini, 2008) reveals that 10-60% of Indonesian students report
get ridicule, ridicule, exclusion, beating, kicking, or
encouragement, at least once a week.
According to the results of a survey conducted by the Sejiwa Foundation, which was made
based on the news in the mass media, from 2005 to 2007 victims
died of bullying has reached approximately 30 children aged 9
up to 19 years. Research conducted in three cities of Surabaya, Yogyakarta and
Jakarta on 1500 children revealed, 70 percent stated bullying
happened in their school. Bullying doesn't have to be done with a punch. When
words have an impact on the feelings of others so it is categorized
as bullying. So, bullying is not just what is done to

other people but what is the impact on others. Bullying action
can be categorized into three types namely psychological nature for example
defame or embarrass, physical nature such as kicking or
hit, and which is verbal for example shouting or teasing.
Bullying is not only a form of violence but can
in the form of coercion, intimidation, slapping, cursing, gossiping, shaking,
taunt, nickname, and others. The impact is also quite visible, no
few children who abstain from school because of fear of being victims of bullying or
at least the victim becomes insecure and the potential he has becomes less
honed. Negative nicknames are also quite influential. For example, nickname
like Tuti, which means sleeper, cheater, kepo and others too
take effect. Finally, in the victim's brain it was embedded that he was
people who have negative traits according to their nickname. Or even, with
His nickname (for example a poor child) the victim becomes insecure and afraid of
the state of the environment. Gossip is also influential, for example A is close to BB
which is the type of law, then there are gossip sticking out that they are
dating, it is not impossible that the two close friends become disturbed
even they keep away from each other. Or gossip, for example, A has slept with
his girlfriend, even though everyone is lying (http: // shout. Indonesia nyouth conference.
org / category / article / bullying-not-cool /).
In bullying there are also differences that occur between men and
woman. According to Olweus (1993), about 60% of girls become
victims, the perpetrators are boys and 20% of the perpetrators are women.

Meanwhile around 80% of boys are victims of bullying, the perpetrators are all
boys.
Based on previous research, it is known that the subject group
men classified as bullies have the lowest level of depression
diband

Sort:  

Apa yang harus dilakukan oleh para orang tua saat tau anaknya di bully?

Bu, maaf tanyakan dulu pada anak, apa penyebabnya, ...kalau masalah sepele, nasihati putri ibu agar kuat mental, memakluminya dan memaafkan, kalau hingga kekerasan fisik yg yg membahayakan baru datangi pihak sekolah, laporkan siapa yg melakukan , nanti pihak sekolah akan memproses mengadili dan mendamaikan serta diucap janji.