Setelah Ayah ditangkap TNI
Foto ilustrasi net.
Kedua belah tangan ayah diikat dengan tali gantungan. Lalu ia ditendang, dipaksa atas pengakuan tempat persembunyian kelompok GAM. Kala itu ayah ditangkap karena secara kebetulan Ayah singgah di maskas mereka.
Kontak senjata pun terjadi antara kelompok TNI dengan GAM. Ayah barusaja lepas rehat dari tidur siangnya. Hingga tanpa sengaja ia berjalan menuju ke tempat itu. Sebuah mobil kijang kapsul melintas. Di dalam mobil beberapa anggota TNI sedang melakukan patroli.
Begitu tiba di sana mereka langsung menyerang. Dan salah seorang anggota GAM meloncat dari atas balai untuk melarikan diri. Dengan bidikan jarak jauh peluru menyasar mengenai tubuh anggota GAM itu.
Sebaliknya, sebelum peristiwa itu terjadi ayah, tidak mengetahui sama sekali bahwa anggota TNI hendak menggempur markas GAM, niatnya ke sana untuk mencari pekerja mesin perontok padi. Kala itu tepatnya musim panen. Para petani hilir mudik menuju ke sawah mengangkut padi.
Setelah peristiwa itu terjadi ayah diboyong ke dalam mobil bersama mereka. Kemudian di bawa ke Kodim. Tujuh malam lepas ayah kehilangan jatidirinya,---ia dipukul, dianiaya oleh aparat TNI. "Ngaku kau bajingan di mana orang GAM?" Tanya salah seorang TNI, "aku tidak tahu," jawab ayah. Dan pukulan tinju pun mengenai wajahnya.
Menurut cerita ayah padaku. Selain dari salah seorang yang tewas, ada satu lagi orang GAM yang tertangkap, namanya bang Yusri. Sedangkan yang meninggal itu namanya Tgk. Baka, keduanya berasal dari Geumpang. Keduanya adalah militan lulusan Tripoli Libya. Mereka singgah ke desa Bungie untuk mensyiarkan perjuangan kemerdekaan Aceh.
Sejak itulah ayah mulai terkena impas jiwa yang mengenai relung hati dan kepalanya. Benturan hantaman yang dilakukan aparat TNI membuatnya tak sadarkan diri sampai sekarang, "sebegitukah harga jiwa di Aceh?" Tanyaku pada diri sendiri. Jika demikian untuk apa perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kalau cara diplomasi bida dilakukan.
Aku tidak lagi mengenal jiwa ayah yang lama setelah ayah ditangkap. Ia dibawa pulang kembali setelah dikurung lama kira-kira dua minggu di Kodim. Ayah juga bercerita padaku, terkadang di dalam sel dingin mereka dimandikan. Di adu domba, bahkan dimandikan di dalam kolam. Aku terus saja membayangkan peristiwa itu. Alasannya adalah karena itu persoalan jiwa.
Ayah mulai bertengkar denganku. Kami selalu tidak akur, sejak ayah dibawa pulang dari Kodim. Aku berpikir bahwa ayah mulai kehilangan sebahagian jiwanya. Sedikit banyaknya menurutku jiwanya retak, "kalau tidak bagaimana mungkin ayah berubah sikap." Dan setiap kali melihatku ia berang sendiri tanpa putusan.
Semakin hari kesumat itu semakin tumbuh subur di dalam jiwaku. Aku harus tahu siapa pelaku dibalik peristiwa itu, namun ternyata aku dapat menemukan bahwa orang Aceh ini memang gila. Semua itu terjadi karena ulah Si Yan. Salah seorang pengikut GAM, yang menyerah. Informasi itu aku tahu dari seseorang dan sampai sekarang pun aku masih mengenalnya. Aku hanya berharap, senantiasa perang tidak lagi berulang di Aceh. Korban tak lagi jatuh nyawa tak lagi melayang. Karena pada setiap pundak seorang Ayah, bergantung masa depan anaknya. Siapa yang akan menanggung, jika perang tak ada yang bertanggung jawab?.