Who is teuku umar(siapa teuku umar)? »»»bilingual
Sejarah lengkap teuku umar
full history of teuku umar
The nation of Indonesia has a very long history. They live in prosperity and tranquility for centuries. Several large and small kingdoms stood on the land of the archipelago. Sriwijaya and Majapahit are two big kingdoms that depict the glory of the nation that inhabit the land of this archipelago. Various cultural influences from outside that comes from hindu, Buddhist, Islamic jihad peacefully adorn this nation. In the fifteenth century, however, a peaceful life in Indonesia was disturbed by the arrival of western nations into the archipelago. The nations from the west or europe came to the East (including Indonesia) among others because their trade routes in the middle sea is controlled by Islam turki. They end up looking for another way to the East to find their own merchandise that they need. The first Europeans to come to the East were Portuguese and Spanish. They brought their fleets to the East carrying religious, commercial, and colonial missions. Then on 7 June 1494 an agreement was made between the Spanish and the Portuguese called "Tratados de tordesillas", which seemed to divide the world in their power. In the treaty a fantasy line was drawn from a point located 370 miles west of Cape Verde across from the North Pole to the South Pole. Under the agreement the Portuguese Armada was eashed eastward in the hope of discovering the East, while the Spanish fleet departed westward. It was later this tordesillas treaty that led to the birth of colonialism and impulse in the East by the Western nations.
»»»
Bangsa indonesia mempunyai sejarah yang sangat panjang. Mereka hidup dalam kemakmuran dan ketentraman selam berabad-abad. Beberapa kerajaan besar dan kecil banyak berdiri di tanah nusantara. Sriwijaya dan Majapahit merupakan dua kerajaan besar yang menggambarkan kejayaan bangsa yang mendiami tanah nusantara ini. Berbagai pengaruh budaya dari luar yangbersumber dari jaran hindu, Budha, Islam secara damai turut menghiasi bangsa ini.
Namun pada abad kelima belas kehidupan yang tenteram di Indonesia mulai terusik oleh kedatangan bangsa-bangsa barat ke kepulauan Nusantara. Bangsa-bangsa dari barat atau eropa itu datang ke Dunia timur (Termasuk ke Indonesia) antar lain karena jalur perdagangan mereka di laut tengah dikuasai pleh islam turki. Mereka akhirnya mencari jalan lain ke Dunia Timur untuk mencari sendiri barang-barang dagangan yang mereka butuhkan.
Bangsa eropa yang pertama kali datang ke dunia Timur adalah bangsa Portugis dan Spanyol. Mereka membawa armada kapalnya ke dunia Timur dengan membawa misi agama, perdagangan, dan daerah koloni. Kenudian pada tanggal 7 Juni 1494 diadakan perjanjian antara pihak Spanyol dan Portugis yang disebut dengan ”Tratados de tordesillas”, yang seakan membagi dunia dalam kekuasaan mereka. Dalam perjanjian itu ditarik garis khayal dari sebuah titik yang terletak 370 mil disebelah barat Tanjung Verde melintas dari Kutub Utara ke Kutub Selatan. Berdasarkan perjanjian tersebut Armada Portugis berangakat ke arah timur dengan harapan menemukan dunia Timur, sementara armada Spanyol berangkat ke arah barat. Yang kemudian perjanjian tordesillas inilah yang mengawali lahirnya kolonialisme dan imperealisme di dunia Timur oleh Bangsa-bangsa Barat.
Source
Since the western invaders unruk first time menginjakan legs in the archipelago and do extortion, oppression, against the people of this archipelago, then since that time the people of Indonesia to fight against the invaders. At the end of the XVI century the Dutch came to Indonesia. To avoid competition among themselves (the Netherlands) then they established a trade association called V.O.C., (Verenigde Oost Indische Compagnie), which among the people known as 'Kompeni'. In the 18th century, history noted that Dutch tried hard to strengthen and intensify the power in Indonesia. Seeing the Dutch colonial practices then exploded popular resistance in various archipelago, among others: Pattimura in Maluku (1817), Baharudin in Palembang (1819), Imam Bonjol in Minangkabau (1821-1837). Pangeran Diponegoro in Central Java (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik in Tiro, Teuku Umar in Aceh war (1860), Agung Made's son in Lombok war (1894-1895), Sisingamangaraja in Batak land (1900) many other resistance. One of the struggles before the national awakening (Pioneering Period) was the struggle of the Acehnese people. The struggle of the people of Aceh certainly can not be separated from someone named Teuku Umar. He persistently took the fight for his homeland.
»»»
Sejak penjajah barat unruk pertama kalinya menginjakan kakinya didaerah nusantara dan melakukan pemerasan, penindasan, terhadap rakyat Nusantara ini, maka sejak saat itu juga rakyat Indonesia melakukan perjuangan untuk melawan penjajah.
Pada akhir abad ke XVI Bangsa Belanda datang juga ke Indonesia. Untuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri (Belanda) kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang bernama V.O.C.,(Verenigde Oost Indische Compagnie), yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘Kompeni’.
Pada abad 18, sejarah mencatat bahwa belanda berusaha keras untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuatan di indonesia. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat d berbagai nusantara, antara lain : Pattimura di Maluku (1817), Baharudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837). Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895), Sisingamangaraja di tanah Batak (1900) dan masih banyak perlawanan lainnya.
Salah satu perjuangan sebelum kebangkitan nasional (Masa Perintis) adalah perjuangan rakyat Aceh. Perjuangan rakyat Aceh tentu tak lepas dari seseorang bernama Teuku Umar. Dia dengan gigihnya melakukan perlawanan demi tanah airnya.
source
Little Teuku Umar is known as a bright, brave, and sometimes belligerent boy with his peers. He also has a hard nature and never give up in the face of all problems. Teuku Umar never gained formal education. Nevertheless, he was able to become a strong, intelligent and brave leader.
Thought
Since childhood, Teuku Umar actually has thoughts that are often difficult to understand by his friends. When growing up any thought is also still difficult to understand. As has been mentioned above that Teuku Umar's tactics of pretending to be Dutch henchmen are as a "complexity" of his inner thinking. Various interpretations appear in understanding Teuku Umar's thought of the tactics of pretense. However, it is certain that the tactics and strategies are considered very telling in the face of Dutch colonial strikes that have troops and weapons very complete. Teuku Umar considers that the "negative way" may be allowed as long as it is to achieve a "positive goal". If traced to the context of contemporary thinking, such thinking sounds closer to communism which also justifies any means. The spirit of Teuku Umar's struggle in the face of Dutch colonialism ultimately encouraged such thinking.
»»»
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas dan pemberani.
Pemikiran
Sejak kecil, Teuku Umar sebenarnya memiliki pemikiran yang kerap sulit dipahami oleh teman-temannya. Ketika beranjak dewasa pun pemikirannya juga masih sulit dipahami. Sebagaimana telah diulas di atas bahwa taktik Teuku Umar yang berpura-pura menjadi antek Belanda adalah sebagai bentuk “kerumitan” pemikiran dalam dirinya. Beragam tafsir muncul dalam memahami pemikiran Teuku Umar tentang taktik kepura-puraan tersebut. Meski demikian, yang pasti bahwa taktik dan strategi tersebut dinilai sangat jitu dalam menghadapi gempuran kolonial Belanda yang memiliki pasukan serta senjata sangat lengkap. Teuku Umar memandang bahwa “cara yang negatif” boleh-boleh saja dilakukan asalkan untuk mencapai “tujuan yang positif”. Jika dirunut pada konteks pemikiran kontemporer, pemikiran seperti itu kedengarannya lebih dekat dengan komunisme yang juga menghalalkan segala cara. Semangat perjuangan Teuku Umar dalam menghadapi kolonialisme Belanda yang pada akhirnya mendorong pemikiran semacam itu.
Source
aceh war
When the Aceh war erupted in 1873 Teuku Umar participated in the struggle with other Aceh warriors, only 19 years old. At first he struggled in his own village, then proceeded to West Aceh. At this young age, Teuku Umar has been appointed as village keuchik (village head) in Daya Meulaboh area. At the age of 20, Teuku Umar married Nyak Sofiah, the son of Uleebalang Glumpang. To improve his degree, Teuku Umar then married again with Nyak Malighai, daughter of Panglima Sagi XXV Mukim. In 1880, Teuku Umar married the widow of Cut Nyak Dhien, daughter of Uncle Teuku Nanta Setia. His Dien Cut husband, Teuku Ibrahim Lamnga, died in June 1878 in a war against the Dutch in Gle Tarun. The two then fought alongside launching attacks on Dutch outposts.
»»»
Perang Aceh
Ketika perang Aceh meletus pada 1873 Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya, umurnya baru menginjak 19 tahun. Mulanya ia berjuang di kampungnya sendiri, kemudian dilanjutkan ke Aceh Barat. Pada umur yang masih muda ini, Teuku Umar sudah diangkat sebagai keuchik gampong(kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.
Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim.
Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dhien, puteri pamannya Teuku Nanta Setia. Suami Cut Nya Dien, yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada Juni 1878 dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda.
source
Submission Tactics
Teuku Umar then sought a strategy to get weapons from the Dutch side. Finally, Teuku Umar pretended to be a Dutch henchman. The Dutch reconciled with the troops of Teuku Umar in 1883. Governor Van Teijn at that time also intended to use Teuku Umar as a way to win the hearts of the people of Aceh. Teuku Umar then entered military service. When joining the Netherlands, Teuku Umar defeated the defense posts of Aceh, it was done Teuku Umar pretending to trick the Dutch so Teuku Umar was given a bigger role. The tactic succeeded, in compensation for his success, requesting Teuku Umar to add 17 commanders and 120 soldiers, including a Pang Laot (commander of the Sea) as his right hand, granted.
»»»
Taktik Penyerahan Diri
Teuku Umar kemudian mencari strategi untuk mendapatkan senjata dari pihak Belanda. Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer.
Ketika bergabung dengan Belanda, Teuku Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh, hal tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura untuk mengelabuhi Belanda agar Teuku Umar diberi peran yang lebih besar. Taktik tersebut berhasil, sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pang Laot (panglima Laut]) sebagai tangan kanannya, dikabulkan.
incident Ship Nicero
Year 1884 The British ship "Nicero" washed ashore. The captain and his crew were taken hostage by King Teunom. King Teunom demanded a ransom worth 10 thousand dollars in cash. By Dutch Colonial Government Teuku Umar was assigned to free the ship, because the incident has caused tension between England and the Netherlands. Teuku Umar states that recapturing the "Nicero" Ship is a tough job because King Teunom's army is so strong that the British themselves can not take it back. But he was able to reclaim origin provided logistics and weapons that many so can survive in the long term. With enough war supplies, Teuku Umar left on a "Bengkulen" ship to West Aceh carrying 32 Dutch soldiers and some of his panglimanya. Soon, the Dutch were shocked by the news that all the Dutch soldiers who were involved were killed in the sea. All weapons and other armaments were seized. Since then, Teuku Umar has sided with the Aceh fighters against the Dutch. Teuku Umar also advised King Teunom not to reduce his demands. Teuku Umar distributed weapons of booty to the Aceh army, and led the popular resistance. and Teuku Umar managed to reclaim the 6 Mukim area from the Dutch. Nanta Setia, Cut Nyak Dhien and Teuku Umar returned to the 6 Mukim area and lived in Lampisang, Aceh Besar, which is also the headquarters of the Aceh army. Two years after the Nicero incident, on June 15, 1886, he arrived at Rigaih ship "Hok Canton" which was blessed by a Danish seaman named Captain Hansen, with the intention of exchanging weapons with pepper. Hansen intends to trap Umar to board his ship, kidnap him and bring the pepper run that will be loaded, to the port of Ulee Lheu, and handed over to the Dutch who have promised a reward of $ 25 thousand to head Teuku Umar. Omar was suspicious of Hansen's terms, and sent a messenger. Hansen insisted that Umar should come alone. Teuku Umar then set the tactic. Early morning one of the Panglima with 40 of his soldiers infiltrated the ship. Hansen did not know he was under siege. The next morning Teuku Umar came and demanded the repayment of pepper as much as $ 5 thousand. But Hansen breaks his promise, and orders his men to arrest Umar. Teuku Umar was ready, and beckoned to his men. Hansen was paralyzed and shot while trying to escape. Mrs Hansen and John Fay were detained as hostages, while the crew members were released. The Dutch were furious that his plan failed. The war continued, in 1891 Teungku Chik Di Tiro and Teuku Panglima Polem VIII King Kuala (father of Teuku Panglima Polem IX Muhammad Daud) was killed in the battle. The Dutch are in fact very difficult because the cost of war is too big and long.
»»»
Insiden Kapal Nicero
Tahun 1884 Kapal Inggris “Nicero” terdampar. Kapten dan awak kapalnya disandera oleh raja Teunom. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu dolar tunai. Oleh Pemerintah Kolonial Belanda Teuku Umar ditugaskan untuk membebaskan kapal tersebut, karena kejadian tersebut telah mengakibatkan ketegangan antara Inggris dengan Belanda.
Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali Kapal “Nicero” merupakan pekerjaan yang berat sebab tentara Raja Teunom sangat kuat, sehingga Inggris sendiri tidak dapat merebutnya kembali. Namun ia sanggup merebut kembali asal diberi logistik dan senjata yang banyak sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Dengan perbekalan perang yang cukup banyak, Teuku Umar berangkat dengan kapal “Bengkulen” ke Aceh Barat membawa 32 orang tentara Belanda dan beberapa panglimanya. Tidak lama, Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua tentara Belanda yang ikut, dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan perang lainnya dirampas. Sejak itu Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh untuk melawan Belanda. Teuku Umar juga menyarankan Raja Teunom agar tidak mengurangi tuntutannya.
Teuku Umar membagikan senjata hasil rampasan kepada tentara Aceh, dan memimpin kembali perlawanan rakyat. dan Teuku Umar berhasil merebut kembali daerah 6 Mukim dari tangan Belanda. Nanta Setia, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar kembali ke daerah 6 Mukim dan tinggal di Lampisang, Aceh Besar, yang juga menjadi markas tentara Aceh.
Dua tahun setelah insiden Nicero, pada 15 Juni 1886 merapatlah ke bandar Rigaih kapal “Hok Canton” yang dinahkodai pelaut Denmark bernama Kapten Hansen, dengan maksud menukarkan senjata dengan lada. Hansen bermaksud menjebak Umar untuk naik ke kapalnya, menculiknya dan membawa lari lada yang bakal dimuat, ke pelabuhan Ulee Lheu, dan diserahkan kepada Belanda yang telah menjanjikan imbalan sebesar $ 25 ribu untuk kepala Teuku Umar.
Umar curiga dengan syarat yang diajukan Hansen, dan mengirim utusan. Hansen berkeras Umar harus datang sendiri. Teuku Umar lalu mengatur siasat. Pagi dini hari salah seorang Panglima bersama 40 orang prajuritnya menyusup ke kapal. Hansen tidak tahu kalau dirinya sudah dikepung.
Paginya Teuku Umar datang dan menuntut pelunasan lada sebanyak $ 5 ribu. Namun Hansen ingkar janji, dan memerintahkan anak buahnya menangkap Umar. Teuku Umar sudah siap, dan memberi isyarat kepada anak buahnya. Hansen berhasil dilumpuhkan dan tertembak ketika berusaha melarikan diri. Nyonya Hansen dan John Fay ditahan sebagai sandera, sedangkan awak kapal dilepas. Belanda sangat marah karena rencananya gagal.
Perang pun berlanjut, pada tahun 1891 Teungku Chik Di Tiro dan Teuku Panglima Polem VIII Raja Kuala (ayah dari Teuku Panglima Polem IX Muhammad Daud) gugur dalam pertempuran. Belanda sebenarnya pun sangat kesulitan karena biaya perang terlalu besar dan lama.
Re-submission
Teuku Umar himself feels this war is very miserable to the people. People can not work as usual, farmers can no longer work their fields. Teuku Umar changed the tactics by surrendering himself to the Dutch. September 1893, Teuku Umar surrendered to Governor Deykerhooff in Kutaraja with 13 of his subordinate Commander, having received assurance of salvation and forgiveness. Teuku Umar was awarded the title of Teuku Johan Heroes Commander of the Greater Nederland. His wife, Cut Nyak Dien was confused, embarrassed, and angry at her husband's decision. Umar likes to dodge when there's a bickering. Teuku Umar showed his loyalty to the Dutch very convincingly. Every official who comes to his house is always greeted with fun. He always fulfilled every call from the Governor of the Netherlands in Kutaraja, and gave a satisfactory report, so he gained great confidence from the Dutch Governor. Trust is used well for the sake of the struggle of the people of Aceh next. For example, in the battle of Teuku Umar it was only a mock war and only fighting Uleebalang that blackmail the people (eg Teuku Mat Amin). His troops were deployed not to pursue enemies, but to contact the leaders of the Aceh warriors and convey secret messages. One day in Lampisang, Teuku Umar held a secret meeting that the leaders of the Acehnese warlords knew, discussing Teuku Umar's plan to return to Aceh by taking all the Dutch weapons and armaments that he mastered. Cut Nyak Dhien was aware that during this time her husband has been playing in front of the Dutch to gain a profit for the struggle of Aceh. Even the salary given by the Dutch was secretly sent to the warrior leaders to finance the struggle. On March 30, 1896, Teuku Umar left the Dutch military service carrying his troops with 800 weapons, 25,000 bullets, 500 kg of ammunition and 18,000 dollars. The runaway news of Teuku Umar shocked the Dutch Colonial Government. Governor Deykerhooff was dismissed and succeeded by General Vetter. New troops were immediately imported from Java Island. Vetter proposed an ultimatum to Umar, to hand back all the weapons to the Dutch. Umar did not want to meet the demands. then on April 26, 1896 Teuku Johan Pahlawan was dismissed as Uleebalang Leupung and Commander of the Great War of the Dutch East Indies Governor. Teuku Umar invites other uleebalangs to fight the Dutch. The entire command of the Aceh war began in 1896 under the leadership of Teuku Umar. He was assisted by his wife Cut Nyak Dhien and Panglima Pang Laot, and received support from Teuku Panglima Polem Muhammad Daud. The first time in the history of the Aceh war, the Aceh army was held by a single command. In February 1898, Teuku Umar arrived in the VII of Mukim Pidie with all the forces of his troops and joined the Panglima Polem. On April 1, 1898, Teuku Panglima Polem along with Teuku Umar and the Uleebalang as well as other prominent scholars expressed his allegiance to the king of Aceh Sultan Muhammad Daud Shah.
»»»
Penyerahan Diri kembali
Teuku Umar sendiri merasa perang ini sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat tidak bisa bekerja sebagaimana biasanya, petani tidak dapat lagi mengerjakan sawah ladangnya. Teuku Umar pun merubah taktik dengan cara menyerahkan diri kembali kepada Belanda.
September 1893, Teuku Umar menyerahkan diri kepada Gubernur Deykerhooff di Kutaraja bersama 13 orang Panglima bawahannya, setelah mendapat jaminan keselamatan dan pengampunan. Teuku Umar dihadiahi gelar Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Nederland. Istrinya, Cut Nyak Dien sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya itu. Umar suka menghindar apabila terjadi percekcokan.
Teuku Umar menunjukkan kesetiaannya kepada Belanda dengan sangat meyakinkan. Setiap pejabat yang datang ke rumahnya selalu disambut dengan menyenangkan. Ia selalu memenuhi setiap panggilan dari Gubemur Belanda di Kutaraja, dan memberikan laporan yang memuaskan, sehingga ia mendapat kepercayaan yang besar dari Gubernur Belanda.
Kepercayaan itu dimanfaatkan dengan baik demi kepentingan perjuangan rakyat Aceh selanjutnya. Sebagai contoh, dalam peperangan Teuku Umar hanya melakukan perang pura-pura dan hanya memerangi Uleebalang yang memeras rakyat (misalnya Teuku Mat Amin). Pasukannya disebarkan bukan untuk mengejar musuh, melainkan untuk menghubungi para Pemimpin pejuang Aceh dan menyampaikan pesan rahasia.
Pada suatu hari di Lampisang, Teuku Umar mengadakan Pertemuan rahasia yang dihadari para pemimpin pejuang Aceh, membicarakan rencana Teuku Umar untuk kembali memihak Aceh dengan membawa lari semua senjata dan perlengkapan perang milik Belanda yang dikuasainya. Cut Nyak Dhien pun sadar bahwa selama ini suaminya telah bersandiwara dihadapan Belanda untuk mendapatkan keuntungan demi perjuangan Aceh. Bahkan gaji yang diberikan Belanda secara diam-diam dikirim kepada para pemimpin pejuang untuk membiayai perjuangan.
Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda dengan membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang 18.000 dollar.
Berita larinya Teuku Umar menggemparkan Pemerintah Kolonial Belanda. Gubernur Deykerhooff dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter. Tentara baru segera didatangkan dari Pulau Jawa. Vetter mengajukan ultimatum kepada Umar, untuk menyerahkan kembali semua senjata kepada Belanda. Umar tidak mau memenuhi tuntutan itu. maka pada tanggal 26 April 1896 Teuku Johan Pahlawan dipecat sebagai Uleebalang Leupung dan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda.
Teuku Umar mengajak uleebalang-uleebalang yang lain untuk memerangi Belanda. Seluruh komando perang Aceh mulai tahun 1896 berada di bawah pimginan Teuku Umar. la dibantu oleh istrinya Cut Nyak Dhien dan Panglima Pang Laot, dan mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem Muhammad Daud. Pertama kali dalam sejarah perang Aceh, tentara Aceh dipegang oleh satu komando.
Pada bulan Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama seluruh kekuatan pasukannya lalu bergabung dengan Panglima Polem. Pada tanggal 1 April 1898, Teuku Panglima Polem bersama Teuku Umar dan para Uleebalang serta para ulama terkemuka lainnya menyatakan sumpah setianya kepada raja Aceh Sultan Muhammad Daud Syah.
Source
teuku umar died
February 1899, General Van Heutsz received reports from his spies about the arrival of Teuku Umar in Meulaboh, and immediately placed a number of strong troops on the border of Meulaboh. The night before February 11, 1899 Teuku Umar with his troops arrived in the suburb of Meulaboh. The Aceh army was surprised when Van Heutsz's troops intercepted. The position of Umar's army was unfavorable and impossible to retreat. The only way to save his army was to fight. In the battle Teuku Umar was killed by enemy bullets that pierced his chest. His body was buried in Mesjid Kampung Mugo in Hulu Sungai Meulaboh. Hearing the news of the death of her husband, Cut Nyak Dhien very sad, but that does not mean the struggle has ended. With the death of her husband, Cut Nyak Dhien is determined to continue the struggle of the people of Aceh against the Dutch. He also took over the leadership of resistance fighters Aceh
creation
Teuku Umar's work can be his success in the face of the enemy. For example, on June 14, 1886, Teuku Umar attacked the Dutch-owned Hok Centon ship. The ship was successfully controlled troops Teuku Umar. The ship captain, Hans (from Denmark) was killed and the ship was handed over to the Netherlands by asking for a ransom of 25,000 rixdollars. The courage is highly admired by the people of Aceh. The other work is in the form of Teuku Umar's success when he gets a lot of weapons as a result of his betrayal of the Dutch.
Award
Based on Presidential Decree no. 087 / TK / 1973 dated 6 November 1973, Teuku Umar was awarded the title of National Hero. The name Teuku Umar is also immortalized as a street name in a number of areas in the country, one of which is famous is located in Menteng, Central Jakarta. In addition, his name is also immortalized as the name of a field in Meulaboh, Aceh Barat. One of the Navy warships was named KRI Teuku Umar (385). In addition Teuku Umar University in Meulaboh is named after its name.
source
»»»
teuku umar meninggal
Februari 1899, Jenderal Van Heutsz mendapat laporan dari mata-matanya mengenai kedatangan Teuku Umar di Meulaboh, dan segera menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat diperbatasan Meulaboh. Malam menjelang 11 Februari 1899 Teuku Umar bersama pasukannya tiba di pinggiran kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika pasukan Van Heutsz mencegat. Posisi pasukan Umar tidak menguntungkan dan tidak mungkin mundur. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan pasukannya adalah bertempur. Dalam pertempuran itu Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang menembus dadanya.
Jenazahnya dimakamkan di Mesjid Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh. Mendengar berita kematian suaminya, Cut Nyak Dhien sangat bersedih, namun bukan berarti perjuangan telah berakhir. Dengan gugurnya suaminya tersebut, Cut Nyak Dhien bertekad untuk meneruskan perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda. Ia pun mengambil alih pimpinan perlawanan pejuang Aceh.
Karya
Karya Teuku Umar dapat berupa keberhasilan dirinya dalam menghadapi musuh. Sebagai contoh, pada tanggal 14 Juni 1886, Teuku Umar pernah menyerang kapal Hok Centon, milik Belanda. Kapal tersebut berhasil dikuasai pasukan Teuku Umar. Nahkoda kapalnya, Hans (asal Denmark) tewas dan kapal diserahkan kepada Belanda dengan meminta tebusan sebesar 25.000 ringgit. Keberanian tersebut sangat dikagumi oleh rakyat Aceh. Karya yang lain adalah berupa keberhasilan Teuku Umar ketika mendapatkan banyak senjata sebagai hasil dari pengkhianatan dirinya terhadap Belanda.
Penghargaan
Berdasarkan SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973, Teuku Umar dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Nama Teuku Umar juga diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di tanah air, salah satunya yang terkenal adalah terletak di Menteng, Jakarta Pusat. Selain itu, namanya juga diabadikan sebagai nama sebuah lapangan di Meulaboh, Aceh Barat. Salah satu kapal perang TNI AL dinamakan KRI Teuku Umar (385). Selain itu Universitas Teuku Umar di Meulaboh diberi nama berdasarkan namanya.
#Conclusion#
The struggle of the nation of Indonesia to the struggle began with the arrival of the westerners who had only come to trade and seek spices, but at that time the western nations do and began to exploit the natural resources of Indonesia and also began to monopolize trade in Indonesia. The struggle against the Dutch colonists valiantly denied poleh people in various regions in Indonesia that caused great losses for the Dutch colonialists also brought great sacrifices of property and soul to the nation of Indonesia, but until the 20th century Dutch can not be expelled from Indonesia. The failure of the nation's struggle caused by weaknesses are: The struggle to be local or regional. Resistance against the invaders is done sporadically and not at the same time The struggle is generally led by a charismatic leader The struggle against invaders before the 1908 period was conducted with gun violence. The warriors can be pitted against the invaders, so that disputes often occur between leaders. This weakness becomes a meaningful lesson for the nation of Indonesia in determining the strategy of the struggle in the next period.
#Suggestions#
After knowing the struggle of Teuku Umar, we must appreciate the struggle of heroes who have struggled to fight the invaders and finally achieve independence. As a young generation, we need to harmonize the heroes' behavior and implement it in the present for the development and prosperity of the Indonesian nation.
»»»
#Kesimpulan#
Perjuangan bangsa indonesia menuju perjuangan di mulai dengan datangnya bangsa barat yang tadinya hanya datang untuk melakukan perdagangan serta mencari rempah-rempah, akan tetapi pada saat itu para bangsa barat melakukan serta mulai mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia dan juga mulai memonopoli perdagangan di indonesia.
Perjuangan menentang penjajah belanda secara gagah berani dlakukan poleh rakyat diberbagai daerah di indonesia yang menyebabkan kerugian besar bagi pihak penjajah belanda juga membawa pengorbanan harta benda dan jiwa yang besar pula bagi bangsa Indonesia namun sampai abad ke-20 belanda tidak dapat di usir dari Indonesia. Kegagalan perjuangan bangsa disebabkan adanya kelemahan yaitu :
Perjuangan bersikap lokal atau kedaerahan.
Perlawanan terhadap penjajah dilakukan secara sporadis dan tidak dalam waktu yang bersamaan
Perjuangan pada umumnya diupimpin oleh pemimpin yang kharismatik
Perjuangan menentang penjajah sebelum masa 1908 dilakukan dengan kekerasan senjata.
Para pejuang dapat diadu domba oleh pihak penjajah, sehingga perselisihan sering terjadi antara para pempimpin.
Kelemahan ini menjadi pelajaran yang berarti bagi bangsa Indonesiadalam menentukan strategi perjuangan pada masa berikutnya.
Setelah mengetahui perjuangan Teuku Umar tersebut, kita harus lebih menghargai perjuangan para pahlawan yang telah berjuangan demi melawan penjajah dan akhirnya mencapai kemerdekaan.
Sebagai generasi muda, kita haris meneladi perilaku para pahlawan tersebut dan mengimplementasikan di masa sekarang untuk perkembangan dan mensejahteraan bangsa Indonesia.
»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»»
Arranged by / Disusun oleh:
Ambar Febriyanti (K7112012)
PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD) JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
source
"The closer you see the less you know but if the farther you see the more you know "
»»»
"Semakin dekat kamu melihat semakin sedikit yang kamu ketahui namun jika semakin jauh kamu melihat semakin banyak yang kamu ketahui"
@alfajrisyariff
#project99day#day1
»»»»»»»»»»»
My partner:
@sogata
@naula
@marhaban
@iswandiaulia
@fatimn
@tarjulfuzary
Mantap tengku, salam kenal
Terima kasih @wakjem
Postingan ini sangat berbobot, sejarah tak seharusnya dilupakan......
Sejarah adalah pelajaran dalam kehidupan, terimakasih kawan sudah membaca
Luar biasa
Terima kasih kawan @hidayatimn
Salah seorang pahlawan yang aku kagumi....
Salam dari Bengkulu
Terima kasih @emong.soewandi