Betapa Suntuknya Orang Aceh
Selain bioskop, tempat rekreasi hampir sama nihilnya, misalnya kebun binatang. ~ Tirto.idBERSEBAB STANDAR orang-orang yang baru datang dari Jakarta dalam hal tempat cari hiburan adalah segala bentuk tempat berbayar. Mahal-mahal. Semisal bioskop. Kebun binatang. Starbuck. Tempat karaoke. Maka betapa kasihan orang-orang kita di Aceh. Kita sama sekali tak punya tempat berstandar seperti itu. Kepingin nonton film kita cuma bisa melototin layar laptop dengan nonton streaming di indoxxi dot com. Itu pun mesti nunggu yang versi bluray dulu.
Pula cara menontonnya sama sekali tidak memenuhi cara menonton orang-orang yang di kotanya ada bioskop. Dengan layar laptop kita kerap menonton sambil ngangkang-ngangkang kaki. Bisa juga sambil berak dengan membawa perangkat laptop ke dalam jamban. Dari segi etika (lagi-lagi merujuk standar etika menonton di bioskop), tentu itu sudah sangat menyalahi. Primitif. Udik. Karena dengan menonton secara streaming online, kita sudah ikut berpartisipasi dengan apa yang disebut pembajakan. Tak mau bikin tambah kaya para konglomerat perfilman.
Karena konsep tempat hiburan orang-orang Jakarta yang selain bioskop adalah tempat rekreasi yang cuma dimisalkan dengan kebun binatang. Sungguh. Celakalah kita orang-orang Aceh yang berleha-leha di pantai belakang rumah tak pernah dianggap sedang berekreasi. Dan memang iya. Mana ada pantai di belakang rumah orang kampung disebut tempat rekreasi. Kecuali kalau pantai dimaksud sudah berada dalam kapling hotel tertentu. Itu baru masuk dalam standar sebaik-baik tempat rekreasi. Begitu pun air terjun di ujung kampung tak pula disebut tempat rekreasi. Maka bengak pulalah para bule yang datang jauh-jauh dari negaranya hanya untuk berkeringat ketiak di pantai Lampuuk, Gapang, Iboih, atau Meulingge.
Betapa. Oh, betapa enaknya jadi orang Jakarta. Saat kepingin menghibur diri dengan biawak. Mereka tinggal pergi ke Ragunan. Mereka bisa bermacet-macet ria di Pancoran, Pasar Minggu. Yang dengan macet di dua titik itu saja sudah bikin becek sudut-sudut samping kelamin. Sudah begitu, rogoh kocek beli tiket. Lihat biawak. Berekreasi ke kebun binatang pun lengkap sudah.
Kita orang Aceh? Masya Allah. Mana ada bisa seperti itu. Biawak yang melintas di lorong depan rumah bukan biawak Jakarta. Tak masuk dalam data penomoran biawak kebun binatang. Jelas tak boleh dianggap ianya sebagai binatang penghibur.Kalau sudah begitu, lalu apa? Ya suntuklah kita-kita orang Aceh. Terbelakanglah kita dari segi penghiburan. Oleh sebab tak ada satu pun tempat-tempat benar-benar bisa menghibur untuk ukurang orang-orang yang baru datang dari Jakarta. Tempat yang selama ini kita anggap sudah bisa menghibur diri, rupa-rupanya bukanlah sesempurna tempat hiburan yang ada dalam kepala orang Jakarta. Betapa memalukan hidup kita semua.
Merujuk standar seperti yang ditunjuk dengan baik oleh orang-orang yang baru datang dari Jakarta itu. Aku seperti hendak cepat-cepat tinggal di Jakarta. Kerja di sana. Katakanlah bekerja sebagai kuli keyboard. Melanglang buana ke seantero negeri. Cari berita. Tulis. Terima gaji. Lalu uang gaji itu kupakai untuk bisa duduk takzim sampai harus menahan kencing dalam gedung bioskop. Atau dengan gaji itu aku bisa pergi ke kebun binatang. Ke Ragunan. Atau dengan gaji itu. Aku bisa ke Starbuck, Mc Donald's. Habis uang gaji. Kerja lagi. Habis perkara. Yang penting di Jakarta lengkap tempat menghibur diri.
Aceh bagaimana? Selamat bergelap-gelaplah ia dalam kesuntukannya. Bikin tempat hiburan seperti di Jakarta saja tidak becus. Negeri macam apa itu?
Posted from my blog with SteemPress : http://bookrak.kanotbu.com/betapa-suntuknya-orang-aceh/
Itu Negeri yang sangat sederhana..?
sederhana sekali memang.
Saya melihat Aceh suatu negeri yang damai sekarang, dan mereka tidak terlalu butuh tempat hiburan karena mereka memiliki pegangan yang teguh terhadap Agama yang di yakini
Yang ku baca dari tulisan ini adalah meupep-pep belaka.
Bioskop mana bioskop Hahaha.
Cit payah beu brat ta meu pep2 kali nyoe. Haha
Biarlah aku suntuk aja bg..😁
Aku tiap hari suntuk. Haha
Bukan berarti yang datang dari Jakarta itu adalah emas, bisa jadi najis. Terkadang mereka merasa iri dengan langit Aceh nan cerah yang tak ditemukan di Jakarta. Jika tingkat kecerdasan dan kemajuan diukur dengan itu semua, sungguh cilaka kita, hehehe
Tapi jakarta emang asik, kata banyak orang.
Kee kirim komentar sebentar sama anak tu.. orang Aceh kebun binatangnya seluas tanahnya. Macam ada aja di kampung dia tempat maen sama Gajah😄 di Jakarta mau menghibur diri aja musti keluar kota dan keluar duit nggak kira2, udah gitu imitasi semua. MGPTT that cara pikir dia, kupikir.. ini anak coba2 niru karl may tapi gagal menggambarkan poleksosbud Aceh😂😂😂 kasihan kita.
Jadi hana peu-peu, kak @cicisaja kon? Lon respon agak meunyet-nyet lage di ateuh nyan. Hehehe
Hahaha... lanjut ju, awak nyou di FB aleh peu2 ka ji peugot rencana 😂
negeri aneh hahahahhaha....nggak tahu dia kebun binatang ada di belakang Bivak Emperom, sampai-sampai si empunya tulisan ini sudah bisa meniru suara hewan langka.
Mesti kita undang lagi dianya kesini kayaknya. :D