wakaf aceh in the land of mecca by HABIB ABDURRAHMAN BIN ALWI AL-HABSYsteemCreated with Sketch.

in #aceh7 years ago (edited)

good afternoon steemit friends meet back at my blog @mulyadedi on this afternoon I want to share about the land of wakaf aceh by HABIB ABDURRAHMAN BIN ALWI AL-HABSY who are in makkah hopefully all my friends want to read my blog ini.agar we know the real history.

selamat siang kawan steemit jumpa kembali di blog saya @mulyadedi pada siang ini saya ingin berbagi tentang tanah wakaf aceh oleh HABIB ABDURRAHMAN BIN ALWI AL-HABSY yang berada di makkah semoga kawan semua mau membaca blog saya ini.agar kita tahu sejarah yang sebenarnya.

In the Name of Allah the Most Merciful, the Most Merciful.
The glorious history of Aceh has left the priceless beauty of Civilization that will be a valuable lesson for today's generations. The inheritance is not only in the form of masterpieces and noble individuals, but also the priceless assets of the land, especially in the Holy Land of Makkah al-Mukarramah. Among them are waqaf given by a Habib who is a generous philanthropist, because his sincerity mentions his identity as Habib Bugak Asyi. He honored a plot of land and his house in front of Masjid al-Haram Makkah in 1224 H (1800 AD) for the benefit of the people of Aceh in Makkah. And now waqaf is growing rapidly named Waqaf Habib Bugak Aceh which is managed professionally by Nadzirnya Council.
In order to reveal the greatness of the History of Aceh Civilization, there has been a joint research on Habib Bugak Aceh since 2007 until now. As for those directly involved in this research are:
Red Crescent Central Leadership Council (Red Crescent) Indonesia - Al Hilal Group
Head of the Central and Leaders of Aceh Maktab Daimi - Rabithah Alawiyah
Silaturrahmi Forum The descendants of Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi
Academy of the International Malay Customs (ATMA) - Universiti Kebangsaan Malaysia
Center for Advantage Studies (CASIS) - Universiti Teknologi Malaysia
Habib Bugak Center, Bugak Bireuen Aceh and PT. Habib Bugak Corpora
And the parties are directly and indirectly involved
This study received support and recommendations from:
Central Government of Indonesia - Coordinating Minister for People's Welfare / Presidential Envoy of RI For Middle East
Kingdom Government of Saudi Arabia / Ministry of Waqaf
The Council of Nadzir Waqaf Habib Bugak Makkah Saudi Arabia
Rabithah Alawiyah Saudi Arabia and Yemen
Local Government of Aceh Province cq Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh
Rector of IAIN Al-Raniry Banda Aceh
The Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) of Aceh
High Priest Baiturrahman Mosque Banda Aceh
And others Institutions and Community Leaders.

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sejarah kegemilangan Aceh telah mewariskan kebesaran Peradaban yang tak ternilai harganya yang akan menjadi pelajaran berharga untuk generasi masa kini. Warisan itu bukan hanya berupa karya-karya agung maupun pribadi-pribadi mulia, namun juga aset-aset tanah yang tak ternilai harganya terutama di Tanah Suci Makkah al-Mukarramah. Diantaranya adalah waqaf yang diberikan oleh seorang Habib yang hartawan dermawan, karena keikhlasannya menyebutkan jatidiri sebagai Habib Bugak Asyi. Beliau mewaqafkan sebidang tanah dan rumah miliknya di depan Masjid al-Haram Makkah pada tahun 1224 H (1800 M) untuk kepentingan masyarakat Aceh di Makkah. Dan kini waqaf tersebut berkembang pesat bernama Waqaf Habib Bugak Aceh yang dikelola secara profesional oleh Dewan Nadzirnya.
Dalam rangka mengungkap kembali kebesaran Sejarah Peradaban Aceh, maka telah diadakan penelitian bersama tentang Habib Bugak Aceh sejak tahun 2007 sampai sekarang. Adapun yang terlibat langsung dalam penelitian ini adalah:
Dewan Pimpinan Pusat Hilal Merah (Red Crescent) Indonesia – Al Hilal Group
Pimpinan Pusat dan Pimpinan Aceh Maktab Daimi – Rabithah Alawiyah
Forum Silaturrahmi Keturunan Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi
Akademi Tamadun Melayu Antarabangsa (ATMA) - Universiti Kebangsaan Malaysia
Centre for Advantage Studies (CASIS) – Universiti Teknologi Malaysia
Habib Bugak Center, Bugak Bireuen Aceh dan PT. Habib Bugak Corpora
Dan pihak-pihak terkait secara langsung dan tidak langsung
Penelitian ini mendapat dukungan dan rekomendasi dari:
Pemerintah Pusat RI – Menko Kesra RI / Utusan Presiden RI Untuk Timur Tengah
Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia / Kementerian Waqaf
Dewan Nadzir Waqaf Habib Bugak Makkah Saudi Arabia
Rabithah Alawiyah Saudi Arabia dan Yaman
Pemerintah Daerah Provinsi Aceh cq Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh
Rektor IAIN Al-Raniry Banda Aceh
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh
Imam Besar Masjid Baiturrahman Banda Aceh
Dan lain-lain Lembaga dan Tokoh Masyarakat.

The main purpose of this research is to find out the identity, life and struggle of Habib Bugak Aceh in order to be a role model for the young generation of Muslims throughout the world, especially in Aceh. Knowing for sure the identity of Habib Bugak Aceh who has moulqafkan this property, is as an expression of gratitude to God's favor as well as to enlighten some of the differences of opinion among researchers.

METHODS, ANALYSIS AND TESIS

The research conducted by Team Al-Hilal Group, Family of Habib Abdurrahman, Rabithah Alawiyah Aceh and others since 2007 started by collecting geographical data of Aceh region before 1800 AD or approaching, that is region included in Aceh kingdom during Sultan Alaiddin Jauharul Alam Shah. The research team has also attempted to visit all areas called Bugak, such as in Aceh Besar (Bugak-Seulimum), Pidie (Sumbo Bugak), Bireuen (Bugak), Aceh Utara (Bagok) and East Aceh (Kuala Bugak) and others.

By bertawaqqal to Allah All-Knowing, the team of researchers finally concluded that the Bugak Aceh referred to the pledge Waqaf Habib Bugak Asyi in Makkah in 1224 H is Bugak located in the District of Jangka Bireuen now. Furthermore, the team conducted a long research in Bugak and surrounding areas, especially identifying figures of Habib, genealogy, heritage, his descendants including the accompanying legends. After the discovery of the Sarakata of the Sultan of the Aceh Kingdom in Alue Ie Puteh Aceh Utara, the team concluded that Habib Bugak was the closest to Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi. Because he lived in the vicinity of Bugak Peusangan from 1785 to 1845 based on the sarakata. Similarly, maqam Habib Abdurrahman al-Habsyi is located in Bugak Sub-District, Jangka District, Bireuen District.

Tujuan utama penelitian ini adalah berusaha untuk mengetahui jatidiri, kehidupan dan perjuangan Habib Bugak Aceh agar dapat menjadi suri tauladan kepada generasi muda kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, khususnya di Aceh. Mengetahui secara pasti jati diri Habib Bugak Aceh yang telah mewaqafkan hartanya ini, adalah sebagai ungkapan rasa syukur nikmat kepada Allah sekaligus untuk memberi pencerahan terhadap beberapa perbedaan pendapat di kalangan peneliti.

METODE, ANALISIS DAN TESIS

Penelitian yang dilakukan oleh Tim Al-Hilal Group, Keluarga Habib Abdurrahman, Rabithah Alawiyah Aceh dan lainnya sejak tahun 2007 dimulai dengan mengumpulkan data-data geografi wilayah Aceh sebelum tahun 1800 M atau yang mendekatinya, yaitu wilayah yang termasuk dalam Kerajaan Aceh pada masa Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah. Tim peneliti juga sudah berusaha untuk mendatangi semua wilayah bernama Bugak, seperti di Aceh Besar (Bugak-Seulimum), Pidie (Sumbo Bugak), Bireuen (Bugak), Aceh Utara (Bagok) maupun Aceh Timur (Kuala Bugak) dan lain-lainnya.

Dengan bertawaqqal kepada Allah Yang Maha Mengetahui, Tim peneliti akhirnya berkesimpulan bahwa Bugak Aceh yang dimaksud pada ikrar Waqaf Habib Bugak Asyi di Makkah pada tahun 1224 H adalah Bugak yang terletak di wilayah Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen sekarang. Selanjutnya tim mengadakan penelitian panjang di wilayah Bugak dan sekitarnya, terutama mengidentifikasi tokoh-tokoh Habib, silsilah, peninggalannya, keturunannya termasuk legenda-legenda yang menyertainya. Setelah penemuan Sarakata Para Sultan Kerajaan Aceh di Alue Ie Puteh Aceh Utara, maka sementara tim menyimpulkan bahwa Habib Bugak yang paling mendekati adalah Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi. Karena beliau hidup di sekitar wilayah Bugak Peusangan dari tahun 1785 sampai dengan 1845 berdasarkan sarakata tersebut. Demikian pula maqam Habib Abdurrahman al-Habsyi terletak di Kemukiman Bugak Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen.

To reinforce the existing data, Habib Abdurrahman's descendant forum has been established from all over Aceh to search for supporting data by forming representatives who are also the forum of Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi's descendant of Habib Abdul Rahman who has reached the 9th generation. Forum silaturrahmi has held periodic meetings in charge of collecting and updating data, or information relating to Habib Abdurrahman.

Based on sources from among his descendants who have spread throughout Aceh, Habib Abdurrahman al-Habsyi is a humble Ulama, philanthropist and wealthy because it has a large land as mentioned in the Sarakata of the Sultan of the Kingdom of Aceh from 1785 AD until 1845 AD The existence of the Sarakata of the Sultan of the Kingdom of Aceh who mentioned his name is sufficient to prove that Habib Abdurrahman al-Habsyi is not an ordinary person, but one of the famous and high-ranking in the Kingdom of Aceh Darussalam, at least from 1785 AD until 1845 AD with Teungku Habib, Tuwanku Habib, Teuku Chik and others. But because ketawadhuannya he would rather call himself as Habib Bugak Aceh, a Habib from Bugak in Aceh.

After a simple study conducted for 2 years and menghasilan preliminary data, then to strengthen the results of previous research has done further research since June 2009 as well as test the validity of the data through empirical methods at the level of Doctoral (Ph.D) at the Academy of Tamadun Melayu Antarbangsa Universiti Malaysian nationality. Research through academic institutions is intended to research more focused as a historical research with the method of ilmiyah under the guidance of Prof. Dr. Wan Mohammad Nor Wan Daud. Bringing the name of academic institutions, the research gets a lot of convenience in terms of licensing, especially when conducting research around Makkah al-Mukarramah Saudi Arabia, mainly to search for data such as Nadzir Waqaf Habib Bugak, Saudi Arabia Waqaf Ministry, Masjidi al-Haram Authority , Mahkamah Syar'iyah, Dewan Rabithah Alawiyah and others. The results of the next research was held in front of the Professors at ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia.

Untuk memperkuat data-data yang ada, telah dibentuk forum keturunan Habib Abdurrahman dari seluruh Aceh untuk mencari data-data pendukung dengan membentuk perwakilan-perwakilan yang sekaligus menjadi forum silaturrahmi keturunan Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi yang sudah mencapai generasi ke 9. Forum silaturrahmi telah mengadakan pertemuan-pertemuan berkala yang bertugas untuk mengumpulkan dan memperbaharui data, atau informasi yang berkaitan dengan Habib Abdurrahman.

Berdasarkan sumber-sumber dari kalangan keturunannya yang sudah menyebar ke seluruh penjuru Aceh, diketahui Habib Abdurrahman al-Habsyi adalah seorang Ulama yang rendah hati, dermawan serta hartawan karena memiliki tanah yang luas sebagaimana juga disebutkan dalam Sarakata para Sultan Kerajaan Aceh dari tahun 1785 M sampai 1845 M. Keberadaan Sarakata para Sultan Kerajaan Aceh yang menyebut nama beliau ini sudah cukup membuktikan bahwa Habib Abdurrahman al-Habsyi adalah bukan orang biasa, tetapi salah seorang yang terkenal dan memiliki kedudukan tinggi di Kerajaan Aceh Darussalam, sekurang-kurangnya dari tahun 1785 M sampai 1845 M dengan gelar Teungku Habib, Tuwanku Habib, Teuku Chik dan lainnya. Namun karena ketawadhuannya beliau lebih senang menyebut dirinya sebagai Habib Bugak Aceh, seorang Habib dari Bugak di Negeri Aceh.

Setelah penelitian secara sederhana dilakukan selama 2 tahun dan menghasilan data-data awal, maka untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian lanjutan sejak bulan Juni 2009 sekaligus menguji keabsahan data melalui metode empiris di tingkat Doktoral (Ph.D) di Akademi Tamadun Melayu Antarbangsa Universiti Kebangsaan Malaysia. Penelitian melalui lembaga akademik ini dimaksudkan agar penelitian lebih terfokus sebagai penelitian sejarah dengan metode ilmiyah di bawah bimbingan Prof. Dr. Wan Mohammad Nor Wan Daud. Dengan membawa nama lembaga akademik, penelitian mendapat banyak kemudahan dalam hal perizinan terutama ketika mengadakan penelitian di sekitar Makkah al-Mukarramah Saudi Arabia, terutama untuk mencari data-data seperti di Nadzir Waqaf Habib Bugak, Kementerian Waqaf Saudi Arabia, Lembaga Otoritas Masjidi al-Haram, Mahkamah Syar’iyah, Dewan Rabithah Alawiyah dan lainnya. Hasil penelitian selanjutnya diseminarkan dihadapan para Profesor di lingkungan ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia.

Since June 2012 the research has continued at Center for Advantages Studies of Universiti Teknologi Malaysia by conducting research on materials of data that have been collected. This research also took the approach of logical method developed by Prof. SMN. Al-Attas, as well as spiritual methods introduced by researchers Harvard University USA. This research also tried approach of sufistik method commonly used by tariqat pengamal. In support of this last method, the team often holds a spiritual zikir assembly taught by the wise murshiders held around Bugak as well as the tashfiah process in Makkah and Madinah in 2013.

After conducting three years of research, at the beginning of 2011 DPP Nasab Institute of Analysis (Maths) Maktab Daimi Rabithah Alawiyah Jakarta has officially authorized the lineage of Habib Abdurrahman al-Habsyi as one of Sayyid from the descendants of Sayyidina Hussein. The full pedigree is:
Abdurrahman bin Alwi bin
Shaykh bin Ahmad bin
Hashim bin Ahmad Shahib al-Shi'ib bin
Muhammad Asghar bin Alwi bin
Abu Bakr Al-Habsyi bin
Ali bin Ahmad bin
Muhammad Asadullah bin
Hasan Attrabi bin Ali bin
Muhammad Fakih Muqaddam bin
Ali bin Muhammad Shahib al-Mirbat bin
Ali Jali 'bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad al-Muhadjir ibn Isa al-Rumi bin
Muhammad al-Naqib bin
Ali Al-Uradhi bin Jafar Siddiq bin
Muhammad al-Baqir bin
Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Hussein bin
Sayyidah Fatimah (Ali bin Abi Talib) bint
Sayyidina Muhammad Rasulullah saw.

According to his descendants, including Sayed Dahlan bin Abdurrahman Al-Habsyi and others he heard from his great-grandfather, Habib Abdurrahman was born in Makkah Al-Mukarramah in the family of Al-Habsyi Ba'alwy Hasyimy who has a special and distinguished position among the ruling rulers Mecca at that time. According to the records of Rabithah Alawiyah he is the grandson of the brother of Maulana Sayyid Muhammad bin Hussein ibn Ahmad Al-Habsyi who became Mufti Mecca around the 1750s. He received education in the neighborhood of Masjid al-Haram to become Ulama.

Sejak Juni 2012 penelitian dilanjutkan pada Centre for Advantages Studies Universiti Teknologi Malaysia dengan mengadakan penelitian terhadap bahan-bahan material data yang telah dikumpulkan. Penelitian ini juga menempuh pendekatan metode logical yang dikembangkan Prof. SMN. Al-Attas, maupun metode spiritual yang diperkenalkan para peneliti Harvard University USA. Penelitian ini juga mencoba pendekatan metode sufistik yang biasa digunakan oleh para pengamal tariqat. Untuk mendukung metode terakhir ini, tim seringkali mengadakan majlis zikir rohaniah yang diajarkan para mursyid yang arifin yang diadakan di sekitar Bugak maupun proses tashfiah di Makkah maupun Madinah pada tahun 2013.

Setelah melakukan penelitian sepanjang 3 tahun lebih, pada awal tahun 2011 DPP Lembaga Pengkajian Nasab (Silsilah) Maktab Daimi Rabithah Alawiyah Jakarta telah mengesahkan secara resmi silsilah Habib Abdurrahman al-Habsyi sebagai salah seorang Sayyid dari keturunan Sayyidina Husein. Adapun silsilah lengkapnya adalah:
Abdurrahman bin Alwi bin
Syekh bin Ahmad bin
Hasyim bin Ahmad Shahib al-Shi’ib bin
Muhammad Asghar bin Alwi bin
Abu Bakar Al-Habsyi bin
Ali bin Ahmad bin
Muhammad Asadullah bin
Hasan Attrabi bin Ali bin
Muhammad Fakih Muqaddam bin
Ali bin Muhammad Shahib al-Mirbat bin
Ali Jali’ bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad al-Muhadjir bin Isa al-Rumi bin
Muhammad al-Naqib bin
Ali Al-Uradhi bin Jafar Siddiq bin
Muhammad Al-Baqir bin
Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husein bin
Sayyidah Fatimah (Ali bin Abi Thalib) binti
Sayyidina Muhammad Rasulullah saw.

Menurut keturunannya, diantaranya Sayed Dahlan bin Abdurrahman Al-Habsyi dan lain-lain yang didengarnya dari kakek buyutnya, Habib Abdurrahman dilahirkan di Makkah Al-Mukarramah dalam lingkungan keluarga Al-Habsyi Ba’alwy Hasyimy yang memiliki kedudukan khusus dan terhormat di kalangan para petinggi Penguasa Mekkah pada zaman itu. Menurut catatan Rabithah Alawiyah beliau adalah cucu saudara dari Maulana Sayyid Muhammad bin Husein bin Ahmad Al-Habsyi yang menjadi Mufti Mekkah sekitar tahun 1750an. Beliau mendapat pendidikan di lingkungan Masjid al-Haram sampai menjadi Ulama.

Prior to Aceh, Habib Abdurrahman was a cleric who taught at Masjid al-Haram Makkah. Then Sharif Makkah sent him to the Kingdom of Bandar Aceh Darussalam with some Ulama from the Masjid al-Haram. Among them are Maulana Shaykh Abdullah al-Bait, the grandfather of Sheikh Abdurrahim known as Tgk.Syik Awe Geutah. According to the Sarakata of the Kingdom of Aceh Sultan Alaiddin Muhammad Syah in 1785 AD (1206 H) Habib Abdurrahman was in Peusangan territory with the title Teungku who got the prize of land "kali lelab" or "krueng matee" around Bugak Peusangan State. It was here that he lived and was known as Habib Bugak.

After several years in Aceh, Habib Abdurrahman al-Habsyi returned to Makkah. Because of the Sayyid clerics in Makkah, he can have a house in front of the Kaaba. When he returned to Aceh, he mujqafkan the house for the benefit of the people of Aceh with the requirements in the year 1224 H or 1800 AD. He only mentioned his name as Habib Bugak Asyi in pledge waqaf before the Court of Syar'iyah Makkah. After his martaqafkan, he returned to the Kingdom of Aceh that same year, and returned to the Peusangan region, as mentioned in 3 Sarakata Sultan Alaiddin Jauharul Alam Shah in 1224 H, and lived in Bugak Peusangan. Until 1845 AD he still lived around Peusangan area and taught around Bugak, Pante Sidom, Pante Peusangan, Panjoe, Manik and others as mentioned in Sarakata Sultan Alaiddin Mansyur Syah issued in 1270 H or 1845 AD

According to the tradition of Hadramiyin (Arabs) who come to the archipelago, they usually have a chew (name of title) which is sometimes attributed to his residence such as Sunan Bonang, Sunan Ampel, Pangeran Jayakarta, Habib Chik Dianjung and followed by Ulama, including Aceh Maulana Syiah Kuala and others. Similarly, Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi, according to tradition has a title that is known by the family and the people of Habib Bugak. In addition he is also known by several titles that symbolize his position in the Kingdom of Aceh, such as Teungku Habib, Tengku Sayyid Peusangan, Tuwanku Peusangan and Teuku Chik In Mon Kelayu.

Habib Abdurrahman al-Habsyi referred to as Habib Bugak because he resides in the area of ​​Bugak Peusangan as mentioned sarakata Sultan Alaiddin Muhammad Syah which is 1785 AD and Sarakata Sultan Mansyur Syah which in 1845 AD According to the story that developed among his descendants, upon he and his family in Peusangan, he resides in the Bugak region which according to Sarakata Sultan Mansyur Syah is a mukim under the territory of Peusangan Country. Similarly he lived in the area of ​​Bugak until his death and was buried in the area of ​​Bugak Kemukiman which previously became the Peusangan sub-district and now becomes the District of Jangka in Bireuen District.

Sebelum ke Aceh, Habib Abdurrahman adalah seorang Ulama yang mengajar di Masjid al-Haram Makkah. Kemudian Syarif Makkah mengutus beliau ke Kerajaan Bandar Aceh Darussalam bersama beberapa orang Ulama dari Masjid al-Haram. Di antaranya adalah Maulana Syeikh Abdullah al-Bait, kakek dari Syeikh Abdurrahim yang dikenal sebagai Tgk.Syik Awe Geutah. Menurut Sarakata Kerajaan Aceh Sultan Alaiddin Muhammad Syah pada tahun 1785 M (1206 H) Habib Abdurrahman sudah berada di wilayah Peusangan dengan gelar Teungku yang mendapat hadiah tanah “kali lelab” atau “krueng matee” di sekitaran Bugak wilayah Negeri Peusangan. Di tempat inilah beliau tinggal serta dikenal sebagai Habib Bugak.

Setelah beberapa tahun di Aceh, Habib Abdurrahman al-Habsyi kembali ke Makkah. Karena dari kalangan Ulama Sayyid di Makkah, maka beliau dapat memiliki rumah di depan Ka’bah. Ketika akan kembali ke Aceh, beliau mewaqafkan rumah tersebut untuk kepentingan masyarakat Aceh dengan persyaratannya pada tahun 1224 H atau 1800 M. Beliau hanya menyebutkan namanya sebagai Habib Bugak Asyi dalam ikrar waqaf di hadapan Mahkamah Syar’iyah Makkah. Setelah mewaqafkan hartanya, beliau kembali ke Kerajaan Aceh pada tahun itu juga, dan kembali ke wilayah Peusangan, sebagaimana disebutkan dalam 3 Sarakata Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah tahun 1224 H, dan tinggal di Bugak Peusangan. Sampai dengan tahun 1845 M beliau masih bermukim di sekitar wilayah Peusangan dan mengajar di sekitar Bugak, Pante Sidom, Pante Peusangan, Panjoe, Manik dan lainnya sebagaimana disebutkan dalam Sarakata Sultan Alaiddin Mansyur Syah yang dikeluarkan pada tahun 1270 H atau 1845 M.

Menurut tradisi kaum Hadramiyin (bangsa Arab) yang datang ke Nusantara, biasanya mereka memiliki kunyah (nama gelaran) yang kadangkala dinisbatkan kepada tempat tinggalnya seperti misalnya Sunan Bonang, Sunan Ampel, Pangeran Jayakarta, Habib Chik Dianjung dan dikuti oleh Ulama, termasuk di Aceh seperti Maulana Syiah Kuala dan lain-lainnya. Demikian pula dengan Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi, menurut tradisi memiliki nama gelar yang dikenal oleh kaum keluarga dan masyarakatnya yaitu Habib Bugak. Di samping itu beliau juga dikenal dengan beberapa gelar yang melambangkan kedudukan beliau di Kerajaan Aceh, seperti Teungku Habib, Tengku Sayyid Peusangan, Tuwanku Peusangan dan Teuku Chik Di Mon Kelayu.

Habib Abdurrahman al-Habsyi disebut sebagai Habib Bugak karena beliau bertempat tinggal di wilayah Bugak Peusangan sebagaimana disebutkan sarakata Sultan Alaiddin Muhammad Syah yang bertahun 1785 M dan Sarakata Sultan Mansyur Syah yang bertahun 1845 M. Menurut cerita yang berkembang di kalangan keturunannya, setibanya beliau dan keluarganya di Peusangan, beliau bertempat tinggal di wilayah Bugak yang menurut Sarakata Sultan Mansyur Syah adalah sebuah mukim yang berada dibawah wilayah Negeri Peusangan. Demikian pula beliau tinggal di wilayah Bugak sampai wafat dan dimakamkan di wilayah Kemukiman Bugak yang sebelumnya menjadi wilayah Kecamatan Peusangan dan sekarang menjadi wilayah Kecamatan Jangka di Kabupaten Bireuen.

Some argue that the title of Habib Bugak which he wielded is the legacy of his great-grandfather who had come first in the Bugak Peusangan area. This opinion is based on Sarakata Sultan Alaiddin Muhammad Syah in 1785 AD which mentions the name of Teungku Sayyid Ahmad Habsyi, great-grandfather of Sayyid Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi. However, in the records of Rabithah Alawiyah, who was mentioned by name, is unknown or ever recorded living in Aceh.

SARAKATA HABIB ABDURRAHMAN BIN ALWI AL-HABSYI

Sarakata 1, many years 1206 H or 1785 M, issued by Sultan Alaiddin Muhammad Shah who states that Sayyid Abdurrahman bin Alwi descendant of Sayyid Ahmad Habsyi who settled around Peusangan Affairs of Aceh has received prize of land from the community leaders because of his social activities, such as eradicating pests rats that plague etc. Sarakata 2, many years 1224 H or 1800 AD issued by Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah who explained Sayyid Abdurrahman bin Alwi in Peusangan get waqaf in the form of land in Punteuet and Ie Masin from Teuku Awe Geutah and Teuku Polem and others. Sarakata 3, many years 1224 H or 1800 AD issued by Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah which explains Sayyid Abdurrahman bin Alwi in Peusangan get possessed some plots of land around Peusangan country.

Sarakata 4, without years, was issued by Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah who explained some kind of recommendation to a man named Tuankita Abdurrahman in Peusangan Country. Sarakata 5, 1270 H or 1845 AD issued by Sultan Alaiddin Mansyur Syah who explained at length about some related events and recommendations to Habib Abdurrahman al-Habsyi and mentions there is also an area named Bugak, Pante Sidom and others. Sarakata 6, 1289 H or 1865 AD issued by Tuwanku Muhammad Husin Bin Tuwanku Abbas Bin Sultan Jauharul Alam Syah who explained about Habib Ahmad bin Husein who is also the grandson of Habib Abdurrahman al-Habsyi.

Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi is a Teungku Habib who has been granted kemulyaan and makrifat height by Allah SWT. One proof of the height of his makrifatullah is that although rich and famous among the Sultan of Aceh, but lives with simplicity, such as he did not build a magnificent palace around his residence in Bugak as told his offspring. That is why it is not surprising when he will do good deeds, he will hide his identity as when mqqqkan his property in Makkah he only use the name of Habib Bugak Asyi to maintain his sincerity in charity. He deeply understands the meaning of "right hand giving without the knowledge of the left hand" which is a caution in charity so as not to get caught up in the "riya" behavior as opposed to the sincere nature of Allah alone. Similarly, what he has done has never been told to his family and friends, as the story of waqaf Habib Bugak in Makkah is never known by his descendants, even though it was more than 200 years ago. So this story has never been told from generation to generation. However, the custom of Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi in matters relating to waqaf is revealed indirectly in 2 Sarakata Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah which is 1224 H or 1800 AD

The wisdom and breadth of Habib Bugak's knowledge and insight is reflected in the preparation of the waqaf pledge he gives when he will mbahqafkan his wealth in Makkah with very detailed requirements and very futuristic. The requirements for the requirements given in the waqaf process at the Makkah court of Syar'iyah in 1224 H have maintained the continuity of the wqaf's ever-growing and professionally managed professions throughout the ages by the Nadzirs appointed by the descendants of his close friend Sheikh Abdullah al-Bait . And this is undoubtedly one of the signs of the saints that God gave to His servants who bertaqarrub.

It is a great blessing for the people of Aceh who already have Ulama figures such as Habib Bugak Aceh personality who has perpetuated and scent the name of Aceh to Makkah. He does not expect praise for what he has done to the people of Aceh, and the duty of Aceh's generation today to always pray for him and expect the birth of many figures such as Habib Bugak later.

Only to Allah the Mighty, all Knowing we restore all matters, that we may always belong to His servants who submit to Him.

Ada yang berpendapat bahwa gelaran Habib Bugak yang disandangnnya adalah warisan dari kakek buyutnya yang telah datang lebih dahulu di kawasan Bugak Peusangan. Pendapat ini berdasarkan Sarakata Sultan Alaiddin Muhammad Syah tahun 1785 M yang menyebutkan nama Teungku Sayyid Ahmad Habsyi, kakek buyut Sayyid Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi. Namun dalam catatan Rabithah Alawiyah, yang disebutkan namanya ini, tidak diketahui atau pernah tercatat tinggal di Aceh.

SARAKATA HABIB ABDURRAHMAN BIN ALWI AL-HABSYI

Sarakata 1, bertahun 1206 H atau 1785 M, yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Muhammad Syah yang menyebutkan bahwa Sayyid Abdurrahman bin Alwi keturunan Sayyid Ahmad Habsyi yang bermukim di sekitar Negeri Peusangan Aceh telah mendapatkan hadiah tanah dari para pemuka masyarakat karena aktivitas sosialnya, seperti membasmi hama tikus yang mewabah dll. Sarakata 2, bertahun 1224 H atau 1800 M yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang menerangkan Sayyid Abdurrahman bin Alwi di Peusangan mendapatkan waqaf berupa tanah di Punteuet dan Ie Masin dari Teuku Awe Geutah dan Teuku Polem dan yang lain-lainnya. Sarakata 3, bertahun 1224 H atau 1800 M yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang menerangkan Sayyid Abdurrahman bin Alwi di Peusangan mendapatkan memiliki beberapa bidang tanah di sekitar negeri Peusangan.

Sarakata 4, tanpa tahun, dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang menerangkan semacam rekomendasi kepada seorang bernama Tuankita Abdurrahman di Negeri Peusangan. Sarakata 5, bertahun 1270 H atau 1845 M yang dikeluarkan oleh Sultan Alaiddin Mansyur Syah yang menerangkan panjang lebar tentang beberapa peristiwa yang berkaitan dan rekomendasi kepada Habib Abdurrahman al-Habsyi dan menyebutkan juga ada sebuah wilayah yang bernama Bugak, Pante Sidom dan lainnya. Sarakata 6, bertahun 1289 H atau 1865 M yang dikeluarkan oleh Tuwanku Muhammad Husin Bin Tuwanku Abbas Bin Sultan Jauharul Alam Syah yang menerangkan tentang Habib Ahmad bin Husein yang juga merupakan cucu dari Habib Abdurrahman al-Habsyi .

Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi adalah seorang Teungku Habib yang telah dikarunia kemulyaan dan ketinggian makrifat oleh Allah SWT. Salah satu bukti ketinggian makrifatullah beliau adalah walaupun kaya raya dan terkenal di kalangan para Sultan Aceh, namun hidup dengan penuh kesederhanaan, diantaranya beliau tidak membangun istana megah di sekitar tempat tinggalnya di Bugak sebagaimana diceritakan keturunannya. Itulah sebabnya tidak mengherankan ketika akan beramal saleh, beliau akan menyembunyikan jati dirinya seperti ketika mewaqafkan hartanya di Makkah beliau hanya memakai nama Habib Bugak Asyi untuk menjaga keikhlasannya dalam beramal. Beliau sangat memahami makna “tangan kanan memberi tanpa sepengetahuan tangan kiri” yang merupakan kehati-hatian dalam beramal agar jangan terjebak perilaku “riya” sebagai lawan dari sifat ikhlas karena Allah semata. Demikian pula apa yang telah dilakukannya tidak pernah diceritakan kepada keluarga dan para sahabatnya, seperti cerita waqaf Habib Bugak di Makkah ini yang tidak pernah diketahui oleh para keturunannya, walaupun sudah berlaku lebih 200 tahun lalu. Sehingga kisah ini tidak pernah diceritakan secara turun temurun. Namun kebiasaan Habib Abdurrahman bin Alwi al-Habsyi dalam hal yang berkaitan dengan waqaf ini terungkap secara tidak langsung pada 2 Sarakata Sultan Alaiddin Jauharul Alam Syah yang bertahun 1224 H atau 1800 M.

Kealiman dan keluasan pengetahuan serta pandangan Habib Bugak tercermin pula dalam penyusunan ikrar waqaf yang beliau berikan ketika akan mewaqafkan hartanya di Makkah dengan persyaratan yang sangat mendetil dan sangat futuristik. Persyaratan demi persyaratan yang diberikannya dalam proses waqaf di Mahkamah Syar’iyah Makkah pada tahun 1224 H telah menjaga keberlangsungan manfaat harta waqafnya yang terus berkembang pesat dan dapat dikelola secara profesional sepanjang masa oleh para Nadzir yang ditunjuknya dari kalangan keturunan sahabat dekatnya Syeikh Abdullah al-Bait. Dan tidak diragukan inilah salah satu tanda-tanda kewalian yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertaqarrub.

Maka sungguh bertuah bagi masyarakat Aceh yang telah memiliki figur Ulama seperti pribadi Habib Bugak Aceh yang telah mengabadikan dan mengharumkan nama Aceh sampai di Makkah. Beliau tidak mengharapkan pujian atas apa yang telah dilakukannya kepada masyarakat Aceh, dan kewajiban generasi Aceh masa kini untuk selalu mendoakan beliau serta mengharapkan lahirnya banyak tokoh seperti Habib Bugak kelak.

Hanya kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahuilah kita kembalikan segala urusan, agar kita senantiasa termasuk hamba-hamba-Nya yang berserah diri kepada-Nya.

this is the story of his history may we aceh his special community mengatahui this history so that history is not forgotten.
hopefully useful what I have read this and I share to my friends all.follow @mulyadedi and vote.

inilah kisah sejarah nya semoga kita masyarakat aceh khusus nya mengatahui sejarah ini agar sejarah tidak terlupakan.
semoga bermanfaat apa yang sudah saya baca ini dan saya bagikan kepada teman teman semua.follow @mulyadedi dan vote.
giphy (1) mulya24.gif

Aktive link reference dibawah:

Sort:  

very useful link that you share @mulyadedi hopefully our knowledge is increasing with the read visit also my blog ya @steemoel.thanks

thanks your comments @ steemoel

@resteemator is a new bot casting votes for its followers. Follow @resteemator and vote this comment to increase your chance to be voted in the future!

ilmu sejarah yang sangat bermanfaat

This post has received a 0.47 % upvote from @booster thanks to: @mulyadedi.