5 Maret 2018 : Pacuan Kuda Tradisional Gayo HUT ke-441 Kota Takengon Digelar
Pacuan kuda tradisional Gayo yang digelar dalam rangka memeriahkan Hari Ulang Tahun ke-441 Kota Takengon akan digelar mulai 5 Maret 2018 mendatang.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Parpora) Aceh Tengah, Ir. Abadi, ketika dimintai tanggapannya Selasa 27 Februari 2018.“Insyaallah, kalau tidak ada perubahan 5 Maret kita gelar dan akan ditutup 11 Maret 2018,” kata Abadi.
penambahan kabupaten peserta dalam event akbar terbesar di tanoh Gayo yang digelar oleh Pemkab Aceh Tengah itu, Abadi menjawab pihaknya telah mengundang dua kabupaten baru untuk menyertakan kuda-kuda terbaiknya pada pacuan tahun ini.“Seperti biasa Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues merupakan 3 kabupaten Gayo bersaudara yang sejak beberapa tahun ini selalu ikut dalam pacuan,” katanya.“Tahun ini, kita juga sudah mengundang pemilik kuda dari Aceh Besar dan Aceh Tenggara, namun belum ada balasan. Mungkin nanti pas pendaftaran baru kita tahu apakah mereka mengirimkan kuda-kuda terbaiknya,” demikian Ir. Abadi menimpali.
Takengon |
Pacuan kuda merupakan salah satu upacara budaya akbar yang ada di Takengon, Aceh Tengah. Biasanya acara ini diselenggarakan untuk memperingati ulang tahun kemerdekaan Indonesia maupun pada acara-acara besar lainnya, seperti peringatan hari Sumpah Pemuda bertepatan pada 28 Oktober 2013 lalu.
pada dasarnya Pacuan kuda tradisional untuk Provinsi Aceh dilaksanakan pada tiga kabupaten yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Event sakral ini menjadi ajang silaturrahmi para pecinta kuda di Gayo.
Adapun kategori kuda yang biasa diperlombakan saat ini, diantaranya :
- Super untuk tinggi kuda > 140 cm
- Biasa untuk tinggi kuda 135-140 cm
- Untuk tinggi kuda 130-135 cm
- Untuk tinggi kuda 125-130 cm
- Untuk tinggi kuda < 125 cm
Kuda Jagoannya Dari atas Pagar " Rentan kecelakaan " (foto : Valent)
Masing-masing kategori kemudian dibagi lagi dalam kelas kuda tua yang akan dipacu per 2 kali putaran sedangkan kategori kuda muda untuk 1 kali putaran pada lapangan pacu. Kuda yang memiliki tinggi diatas 135 cm biasanya kuda yang berasal dari luar Aceh; Padang misalnya, sedangkan kuda dari gayo sendiri cenderung lebih pendek dan peranakan berukuran sedang.
Pacuan kuda di Gayo tidak hanya sekedar sebuah pertandingan semata, namun lebih dari itu. Ini menyangkut hobi dan gengsi pemilik kuda. Karena itu hadiah bukan jadi patokan utama, meskipun untuk perawatannya kuda bisa menghabiskan biaya hingga Rp. 500.000,00 tiap bulannya.
SEJARAH PACUAN KUDA
Bercerita tentang pacuan kuda, ternyata keberadaannya tak lepas dari peran pemerintahan Hindia Belanda. Awalnya acara ini diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Ratu belanda Willhelmina pada tahun 1926 dan terus diadakan setiap tahunnya oleh Belanda. Namun setelah merdeka, momentum pacuan kuda kemudian beralih menjadi pesta rakyat sebagai bentuk suka cita rakyat Gayo atas kemerdekaan Republik Indonesia.
Kuda-kuda yang sehari-hari digunakan sebagai pembajak sawah kali ini turun kelapangan. Ditunggangi Joki yang biasanya anak-anak berumur 8 sampai dengan 15 tahun, tanpa menggunakan pelana dengan pemukul kuda yang terbuat dari rotan. Dahulu sekali perlombaan ini dibagi menjadi tiga kategori, mulai dari Kuda Muda untuk usia 5 tahun ke bawah, Kuda Dewasa umur 5 sampai 7 tahun dan Kuda Tua 8 sampai 10 tahun.
Dulunya pacuan kuda dilakukan dalam wilayah desa tanpa jalur pacu yang jelas, seiring dengan berkembangnya daerah kemudian beralih ke lapangan Musara Alundi Belang Kolak II hingga akhirnya pada tahun 2006 dipindahkan ke lapanganBelang Bebangka di Kayu Kul hingga sekarang masih diselenggarakan ditempat ini. Perhelatan ini rata-rata berlangsung selama seminggu, awalnya diadakan hanya satu tahun namun semenjak tahun 2011 event yang menjadi pekan rakyat ini menjadi dua kali setahun. Pesta Budaya ini bukan hanya sangat diminati masyarakat gayo sampai saat ini, melainkan juga mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia dan kabar keberadaannya sudah meluas ke Manca Negara.
Memacu Kuda Tanpa Pelana
Tanpa rasa was-was atau takut, lima remaja berusia 15 tahun mengenakan celana pendek dan baju kusam dan bertelanjang kaki, dengan sigap melompat ke atas punggung kuda masing-masing. Hewan itu tak dilengkapi pelana, seperti layaknya kuda pacu. Cuma sebuah tali kekang menjulur dari belahan bibir kuda tersebut.
Di tangan masing-masing anak yang masih siswa SMP itu tergenggam lecutan rotan. Kelima kuda ini mengambil ancang-ancang di garis start. Sementara ribuan pengunjung tampak mengelu-elukan kuda andalannya. Dan gemuruh sorak tiba-tiba “meledak” keras bersamaan dengan dikibarkannya bendera start. Maka bagai anak panah yang lepas dari busur, kuda-kuda yang “dikemudikan” para bocah ingusan itu melesat cepat pada lintasan yang hanya dibatasi dengan pagar rotan di lapanggan Gelengang Musara Alun Takengon. Tapi tiba-tiba baru setengah putaran, seekor kuda terjungkal. Si joki kecil terpelanting. Penonton menahan nafas. Tapi tak lama berselang karena sikap jantan dan keberanian yang luar biasa, sang joki bangkit dan memacu kudanya kembali. Tak tampak dari wajah sedikit pun rasa sakit atau keluhan. Bahkan sebaliknya seperti tersangsang bangkit dan melanjutkan permainan.
Agaknya atraksi ini juga menjadi ajang mempertontonkan kejantanan anak laki-laki. Dia mesti kuat dan terlihat gagah bersama kuda jantannya. Bersamaan dengan itu gemuruh penonton tak henti menyemangati si joki. Pemandangan dramatik itulah yang menjadi bagian dari pertunjukan pacuan kuda tradisional Gayo di dataran tinggi tanoh Gayo yang berlangsung selama sepekan
Sayangnya, saat ini keberadaan Kuda lokal semakin tersingkir dengan datangnya kuda luar dengan postur lebih besar yang mencuri minat para pecinta kuda Gayo. Hal yang paling dikhawatirkan oleh para pemilik dan penikmat kuda lokal adalah, pada masa yang akan datang kuda lokal tidak lagi mampu bersaing atau bahkan tidak ikut berpacu dalam turnamen lagi. Bahkan sangat mungkin punah oleh perkembangan zaman karena tidak diminati lagi.
***
Kuda Lokal dengan Postur Tubuh Rata-rata 125 cm (foto : Valent)
Dalam perkembangannya, event ini terus dibenahi mulai dari peraturan, kategori, lapangan dan kelengkapan lainnya. Pacuan kuda ini tidak hanya diadakan di Kabupaten Aceh Tengah, tapi juga di Kabupaten Bener Meriah dan juga Kabupaten Gayo Lues.
Para pemilik dan perawat kuda yang sempat kami temui berharap semoga tradisi ini dapat terus dijaga dan dilestarikan keberadaannya di dataran tinggi Gayo. Dengan perbaikan dan perkembangan yang tidak menggeser nilai-nilai tradisi perayaan tersebut.
so! saya overhard mengundang anda para steeminian untuk datang ke kota negeri dingin diatas awan takengon provinsi aceh
saksikanlah keseruan keberanian dan ketangkasan para joki joki muda dengan keahliannya menunggang kuda tanpa pelana. besok pada tanggal 5 maret 2018.
#ayo ke gayo
#gayo
#takengon
#aceh
#pacuankuda