Hikayat Prang Sabi Dan Konsep Jihad Rakyat Aceh

in #aceh7 years ago

image(soucer)

Persaingan antara Belanda dan Inggris mencurut pada 'Traktrat London', ditandatangani tahun 1824, yang mengakui kemerdekaan Aceh (Reid 1969:17). Akan tetapi ambisi Belanda untuk menguasai seluruh Nusantara mendorong mereka untuk menyerang daerah-daerah kekuasaan Aceh, seperti Barus dan Singkil. Tahun 1871, Belanda berhasil membujuk Inggris menandatangani 'Traktat Sumatra' yang menyetujui maksud Belanda menguasai Aceh. Akan tetapi, Aceh tidak pernah mengakui kekuasaan Belanda, dan ini berujung pada pernyataan perang oleh Belanda pada 26 Maret 1873.

Sebagai jawaban, orang-orang Aceh serentak mengangkat senjata dalam istilah Prang Sabi (perang di jalan Allah), dan masyarakat lokal menamai konflik yang berkelanjutan sebagai Prang Beulanda, Prang Gompeni, dan Prang Kaphee. Prang sabi juga merupakan jalan utama untuk syadih di jalan Allah, hal ini yang selalu di dambakan pejuang Aceh

Perang yang dipandang oleh masyarakat Aceh sebagai upaya pertahanan, dan ini dibenarkan sebagai usaha melindungi masyarakat Aceh, menjaga nilai-nilai budaya dan agama dari ancaman luar. Dalam menjalankan peperangan, orang Aceh pada perintah-perintah islam sebagai usaha melindungi 'agama Allah'. Karna Aceh tidak lepas dari Islam dan ulama, syariat no satu yang harus tegak di bumi Seramo mekkah ini.

Nilai-nilai agama dalam perang melawan Belanda juga digambarkan sebagai perjuangan suci (shahid). Itulah yang dilakukan orang-orang Aceh dahulu yaitu melakukan hal-hal yang baik di dunia, hal yang terbaik itu adalah mempersiapkan diri dan terjun ke medan perang di jalan Allah (prang sabi) dan mati Sahid. Mereka yang berperang akan di hormati sebagai pembela agama Allah, sementara mereka yang menolak perang akan dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kehancuran Islam di tanah Aceh.