Evaluasi Program JKA, DPRA Pastikan Panggil RSUZA, Dinkes, BPJS, dan Maskapai Garuda
BANDA ACEH – Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pagi tadi, Rabu (2/5/2018), menggelar rapat bersama dengan jajaran pimpinan komisi dan fraksi DPRA termasuk Komisi VI yang membidangi kesehatan, membahas persoalan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Dari pertemuan itu, DPRA melalui Komisi VI memastikan akan memanggil instansi terkait seperti Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA), Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan pihak maskapai Garuda.
Ketua DPRA Tgk. Muharuddin, Rabu siang, mengatakan pemanggilan itu dilakukan untuk mengevaluasi program JKA serta membahas adanya pasien yang dibebankan biaya tambahan di luar program JKA yang akhirnya meninggal dunia sebelum sempat dilakukan rujukan ke Jakarta.
“Pemanggilan ini nantinya akan dilakukan oleh Komisi VI DPRA. Pemanggilannya kemungkinan akan dilakukan dalam beberapa hari ini, tergantung dari waktu para anggota Komisi VI,” ujar Tgk. Muharuddin.
Selain pemanggilan pihak terkait yang akan membahas persoalan JKA, Tgk. Muharuddin mengatakan DPRA juga akan memanggil pihak maskapai Garuda, untuk mempertanyakan persoalan biaya tabung gas yang digunakan untuk pasien rujukan di pesawat.
“Harga Rp 15 juta itu sangat tinggi. Untuk itu perlu adanya penjelasan pihak Garuda dan BPJS serta Dinkes agar adanya solusi ke depan untuk pasien yang dirujuk ke luar Aceh, sehingga tidak lagi diebankan ke pasien,” ujarnya.
Dengan adanya persoalan kemarin (kasus bocah penderita bocor jantung yang dirawat di RSUZA), Tgk. Muharuddin menilai sudah seharusnya program JKA dievaluasi.
“Ini mungkin satu dari beberapa kasus yang terjadi di Aceh. Hal ini menunjukkan bobroknya program JKA itu sendiri. Program yang dikemas dalam jaminan kesehatan saat ini, tidak berbanding lurus dengan harapan masyarakat Aceh, di mana masih ada biaya tambahan seperti oksigen,” jelasnya.
Untuk itu, Tgk. Muharuddin mengatakan evaluasi program JKA dilakukan untuk menghindari tidak terjadinya lagi ke depan seperti kasus yang dialami keluarga pasien bocor jantung tersebut. Persoalan data JKA dan JKN, kata Tgk. Muhar, juga akan menjadi pembahasan nantinya, agar tidak adanya tumpang tindih antara program kesehatan nasional dan Aceh itu sendiri.
“Kalau memang JKA itu perlu dikelola secara independen, tidak lagi dengan BPJS mengapa tidak. Tapi itu semua tergantung dari evaluasi dan pembahasan bersama nantinya. Kita berharap, program JKA itu harus betul-betul menjawab persoalan masyarakat miskin di Aceh,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi VI DPRA T. Rudi Fatahul Hadi, ketika dikonfirmasi acehonline.info mengatakan rencana pemanggilan instansi terkait itu akan dilakukan setelah adanya rapat internal Komisi VI.
“Para anggota komisi banyak yang sedang di luar daerah. Jadi mungkin Senin nanti kami baru duduk rapat internal komisi, setelah itu baru nantinya memanggil pihak terkait tersebut,” ujarnya.
Rudi menjelaskan, pembahasan program JKA dengan instansi terkait itu dilakukan karena program jaminan kesehatan itu saat ini menurutnya masih belum optimal melayani masyarakat Aceh.
“Sekarang kan terkesan sepotong-sepotong, ada yang ditanggung dan ada yang tidak. Maka dari itu perlu kita panggil semua instansi terkait, untuk membahas seluruh persoalan di JKA. Dengan harapan, program JKA dapat diperkuat dan maksimal dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Aceh,” ujarnya.