#Tsunami Aceh, Memori Tsunami 13 Tahun Lalu yang Saya Rasakan

in #aceh7 years ago (edited)

tsunami-aceh_20161208_095907.jpg
source AP Photo

IMG_20171226_123720.jpg

Hai steemians semua.

Saya hendak menceritakan kisah Tsunami yang saya alami. Sambil menyeruput segelas kopi espresso yang kental, pahit terasa di pangkal lidah, ingatan saya terbayang pada masa-masa yang tidak bisa saya lupakan, bencana gempa dan tsunami.

Hari ini tanggal Selasa 26 Desember 2017, waktu pun berputar tanpa terasa begitu cepatnya, tak terasa sudah 13 tahun lamanya.

Pada pagi hari ini, tepatnya subuh saya terbangun dan melaksanakan ibadah, udara terasa dingin. Tepat pada pukul 06.30 WIB, saya beranjak keluar rumah, saya perhatikan mendung. Seperti biasa saya bergegas ke Kota Bireuen untuk menikmati segelas kopi espresso untuk menghangatkan tubuh.

Hari ini ibu saya berpesan, supaya jangan berpergian ke tempat wisata dan tidak melakukan hal-hal yang ria (gembira).

"Uroe nyoe bek kajak sahoe, bek kajak u laot, bek kajak Batee Iliek kajak meu-en meu-en, bek ria, kaingat 13 thin ka ulikot bala tuhan bri, kaingat nyang sikeujap Allah geucok pulang padip ribe droe manusia dan harta benda" kata ibu saya dalam bahasa Aceh.

Kalau diterjemahkan ke bahasa indonesia seperti ini "hari ini jangan pergi ke mana-mana, jangan berkunjung ke pantai, jangan bertamasya ke Batee Iliek, jangan bergembira, ingatlah bencana dari tuhan, ingatlah dalam sekejap mengambil ribuan nyawa manusia dan harta benda."

Tak lama saya sampai ke kota Bireuen, kopi espresso pun saya nikmati, pikiran terus mengingat peristiwa kelam yang masih terekam jelas pikiran dan terbayang di mata saya.

Berikut kisah yang saya alami tentang bencana gempa 9,1 Skala Richter dan gelombang Tsunami yang telah meluluh lantakkan Aceh, dan melanda beberapa negara.

Pagi itu hari Minggu, dari pukul 06.00 pagi sampai pukul 07.30, masyarakat masih melakukan rutinitas seperti biasanya.

Seperti hari Minggu biasanya, saya memanfaatkan hari libur untuk mencuci pakaian seragam sekolah saya. Sekira pukul 07.50, terasa gonjangan kuat dari arah barat, kemudian dari timur ke barat, tunjangan semakin kuat, kemudin gempa terasa seperti mengaduk dari selatan ke Utara, timur ke barat dan sebaliknya, saya letakkan cucian dan lari, kami semua berhamburan ke luar rumah.

Saya lihat pucuk kelapa seperti saling bersalaman, gempa pun semakin kuat, gempa pun mulai terasa dari bawah ke atas, terdengar gemuruh suara tanah, seperti batu seperti bertubrukan (krab-krub), kami yang duduk di tanah dibuat terangkat secara sendiri, jatuh bangun, kemudian terdengar suara besar seperti bom beberapa kali.

Kakak saya yang lahir sekitar tahun 1920-an mengatakan, ini bencana (bala) besar, gempa ini seperti gempa pada tahun 1965, tapi lebih kuat gempa ini, pasti ada tanah yang retak dan terbelah kemudian mengeluarkan air, ucap kakek saya dengan pengalaman hidupnya.

Kakek saya menuturkan gempa yang sudah dirasakan olehnya dulu tidak ada gonjangan dari bawah tanah ke atas. Ini pasti bencana (bala) besar sedang terjadi.

Kami dan para tetangga mengucapkan zikir tak hentinya. Ada juga yang mengatakan sedang gempa kenapa masih ada yang berperang (mungkin spontanitas ketika mendengar suara ledakan yang dikiranya bom). Karena saat ini Aceh masih dalam status Darurat Militer.

Pohon mangga besar di rumah kakek saya seperti mau tumbang ketika gempa. Kami pun takut jatuh menimpa kami, karena gempa masih begitu kuatnya, apalagi untuk berlindung tidak ada cara lain, selain duduk di halaman rumah, untuk berjalan saja tidak bisa, karena duduk saja kita dibuat terlempar dari pijakan tanah

Setelah gempa berhenti, saya mendengar jalan dan tanah terbelah di utara Desa kami Krueng Juli Timu Bireuen, terbelah. Saya pergi melihat, jalan sudah terbelah dua, kemudian tanah sebelah Utara permukaan turun sekitar 1 meter, sebelah timur terlihat retak-retak.

Tambak ikan dan udang sangat keruh karena teraduk oleh gempa. Ikan dan udang mabuk, Warga yang rumahnya di samping tambak mengatakan, ketika gempa air dalam tambak seperti terbang ke kiri kanan melewati pamatang.

Kemudian kami pun bergegas menuju ke pantai, kami liat ada keanehan, air laut kok surut, ombak arahnya ke laut terlihat ketika surut itu.
Surutnya sangat cepat, kami perkirakan ratusan meter ( 1 Batee kalau kata nelayan).

Terlihat penduduk di kampung sebelah kami, Krueng Juli Barat, masyarakat menuju laut memungut ikan karena air surut.
Kami diperingati oleh orang tua, untuk tidak ikut mengambil ikan siapa tau air itu kembali lagi nanti tidak sempat lari.

Benar saja, dalam sekejap kami melihat gelombang atau ombak besar berwarna hitam pekat, dengan tingginya lebih tinggi dari pohon kelapa yang berumur 30 tahun.

Kami dan beberapa teman dan penduduk desa pun lari, sambil melihat ke arah belakang, ombaknya masih jauh berdiri kokoh, tak terasa air sudah selutut kami, padahal ombaknya belum pecah. Air pertama yang mengenai kami terasa panas.

Suara gemuruh terdengar kencang menusuk telinga kami seperti suara peperangan. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, setelah gempa ada gelombang besar dan gemuruh yang luar biasa.

Saya lari menuju rumah sekitar 500 meter dari bibir pantai. Memberitahukan kepada kakek, nenek dan teh lot (adik mama yang paling bungsu) bahwa air laut naik ke daratan. Ayah dan ibu serta adik saya yang perempuan sudah pulang berkunjung ke rumah nenek sebelah ayah saya di Langsa.

Spontan kakek saya bilang, "Hana pernah lon kalen ka sidupno umu lon ie laot diek, yah ngen nek lon hana pernah geucerita njang meunoe, nyoe bala rayeuk" (belum pernah saya liat sampai sudah tua air laut naik ke darat, ayah dan nenek saya juga tidak pernah menceritakan ada kejadian seperti ini, ini maka bencana besar).

Semua lari, saya tidak tau di mana Abang dan adik laki-laki saya di mana karena semua panik dan cemas.

Gelombang Pertama yang menghantam kampung, menerjang tambak-tambak, tak lama surut dengan laju begitu deras, kami terus lari, melihat ke belakang, dan lantunan zikir tak terus diucapkan.

kemudian terlihat gelombang kedua lebih besar dari gelombang pertama, hanya dalam tempo tidak sampai satu menit.

Orang-orang dikampung pada berlarian menyelamatkan diri, ada yang menggunakan mobil, sepeda motor dan lari.

Kepanikan semakin parah, karena jaringan telekomunikasi putus total, warga sambil lari mencoba menghubungi anggota keluarga.

Kami beritahukan kepada penduduk di kampung tetangga di sebelah selatan, bahwa air laut naik dan menyuruh lari, ketika kami beritahukan kami malah dimarahi dan dimaki jangan ngomong yang bukan-bukan. Mungkin. Mereka menganggap kami berbohong, padahal mereka tak melihat langsung seperti kami liat dengan mata kepala sendiri.

Banyak yang lari ke arah kota Bireuen.
Setelah amukan gelombang selesai, warga mulai pulang, terlihat lumpur tebal di jalan, di dalam rumah, dan ada beberapa rumah hilang dibawa air, tambak rusak parah.

Kami liat ada warga dari luar kampung masuk sedang memungut ikan bandeng dan udang windu yang dibawa gelombang di kebun warga dan jalan yang dilintasi gelombang yang setelah pemberitaan kami ketahui namanya bencana tsunami.

Warga yang hilang rumah mengungsi ke pendopo Bireuen.

Sore hari setelah peristiwa bencana alam tersebut, dalam siaran televisi memberitahukan kota Banda Aceh dan Meulaboh hancur porak-poranda, ketinggian gelombang air diperkiraan sangat tinggi dan deras menyapu seisi kota Banda Aceh dan Meulaboh. Mangat di mana-mana.

Kecemasan semakin menjadi, karena ada anggota keluarga di Banda Aceh, tidak bisa dihubungi, tidak tau bagaimana nasipnya.

Itulah sepenggal kisah yang saya alami tentang bencana dahsyat gempa dan tsunami.

Kapada para korban tsunami yang sudah mendahului kita, do'a saya kirimkan, Alfatihah Allahummagfirlahum.

Benar kata orang tua,setiap bencana pasti ada hikmahnya. Gempa bumi dan tsunami telah memberikan perdamaian untuk Aceh yang dilanda konflik berkepanjangan 30 tahun lebih.

Tulisan tersebut, saya tulis untuk mengenang tsunami.

Salam @safrims

Sort:  

The @OriginalWorks bot has determined this post by @safrims to be original material and upvoted it!

ezgif.com-resize.gif

To call @OriginalWorks, simply reply to any post with @originalworks or !originalworks in your message!

The earthquake and tsunami disaster, is a valuable experience that I will tell my son, my grandson.