Politik Aceh - Bab XXI (Vol. II)

in #acehnologi6 years ago

Halo.. lagi-lagi saya menyempatkan diri unrtuk mereview buku Acehnologi, volume 2 pada bab ke-21 tentang Politik Aceh, yang ditulis oleh bapak Kamaruzzaman Bustaman-Ahmad, M.Sh,. Ph.D.

dana-otsus.jpg
Sumber: Rimanews.com

Usai kejadian bencana alam yang terjadi di Aceh sekitar 20 tahun yang lalu yaitu Tsunami pada tahun 2004 dan bertepatan dengan munculnya topik mengenai politik Aceh mendapatkan tempat yang amat khusus ke-Aceh-an. Sangat banyak sarjana dari luar negeri mulai memotret Aceh dari segi ilmu politik, akan tetapi tidak ada karya yang di bahas dalam politik Aceh. Aceh mulai di telaah sejak mulai pendirian beberapa kerajaan di pulau ruja mulai di peureulak dan lamuri hingga kerajaan Aceh Darussalam,dalam memahami pemikiran politik Aceh dapat di bagi ke dalam beberapa fase.

Fase pertama ialah proses islamisasi dan pendirian beberapa kerajaan islam di pulau ruja, hal ini di tandai dengan kemunculan beberapa kerajaan islam di sepanjang pesisir pulau ruja, pada era ini adanya peperangan antar kerajaan.
Fase kedua, pada fase ini bisa di katakan sebagai era kejayaan kesultanan Aceh darussalam pada tahun 1203 masehi, pada fase ini juga karya-karya ulama yang sangat berpengaruh lahir di Aceh untuk menopang kerajaan.
Fase ketiga, kolonialisme I dimana saat Aceh menghadapi penjajah belanda pada tahun 1873 hingga kejatuhan istana kerajaan Aceh, setiap peralihan kekuasaan berlangsung antara “kelompok istana” dengan “kelompok ulama”, di mana peran ulama sudah di alih fungsikan dari yang dulunya sebagai kaum intelektual berubah menjadi kaum yang bertujuan untuk memperjuangkan rakyat Aceh.

Fase keempat, kolonialisme II ditandai dengan para ulama dan pejuang Aceh menghadapi belanda hingga kedatangan jepang. Pada fase ini juga hampir bersamaan dengan “penyatuan” Aceh di indonesia. Fase kelima revolusi I di tandai dengan pergolakan sosial politik yang di motori oleh PUSA, ini merupakan kebangkitan para ulama Aceh di dalam mengatur diri mereka sendiri. Lahirnya PUSA ini melahirkan spirit perjuangan, ulama terlibat dalam bidang sosio-religi dan juga ikut terlibat dalam sosial politik dan kebudayaan. Fase keenam fase revolusi II yaitu perang Cumbok, perang Cumbok telah menciptakan disintegrasi sosial antara kaum bangsawan dan kaum intelektual yang ada di Aceh, yang pada akhirnya berdampak pada kemunduran kaum bangsawan di Aceh.

Fase ke tujuh sporatisasi I terjadi ketika peristiwa DI/TII di bawah pimpinan tengku abu daud beureueh pada 21 september 1953, gerakan ini merupakan titik balik kesadaran islam dan politik yang pernah ada di Aceh.
Fase kedelapan integrasi I ketika pemerintahan indonesia berusaha keras untuk mempertahankan Aceh sebagai bagian dari negara kesatuan republik indonesia, pemerintah indonesia berdatangan ke Aceh untuk mengambil hati orang Aceh, bermacam negosiasi di lakukan sehingga munculnya perdamaian yang di tandai dengan kemunculan dua kampus, yaitu IAIN dan Universitas Syiah Kuala.

Fase kesembilan sparatisasi II ketika Dr. Tgk. Hasan Di Tiro ingin memisahkan Aceh dari indonesia melalui pergerakan Aceh merdeka (GAM) tahun 1976 gerakan ini memanfaatkan jaringan asing untuk mendukung perjuangan Aceh.
Fase kesepuluh integrasi II ketika gerakan Aceh merdeka menerima tawaran damai, di sini peran asing mulai di mainkan untuk proses perdamaian di Aceh. Setelah damai GAM mulai beralih fungsi sebagai aktor di bidang legislatif dan eksekutif, bahkan GAM menjadi aktor utama di dalam pentas politik. Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa dari rentang waktu 13 abad lamanya Aceh menjadi saksi berbagai peristiwa politik.
Pada intinya untuk persoalan politik Aceh, hal yang harus di telusuri adalah konsep-konsep yang pernah muncul di dalam kehidupan sehari-hari rakyat Aceh dan juga bagaimana sejarah perjuangan rakyat Aceh, dengan hal itu semua sedikit banyaknya kita akan memahami bagaimana sistem yang politik yang pernah ada di Aceh. Inilah review untuk bab kali ini.