Sejarah Aceh - Bab XIV (Vol II)

in #acehnologi6 years ago

Halo... Berjumpa lagi dengan saya.. Ini merupakan kali pertama saya menulis volume II. Pada kesempatan kali ini, dalam buku yang berjudul Acehnologi volume 2 ini, saya akan mereview bab ke 14 yang berjudul Sejarah Aceh.

images(4).jpg
Sumber : twitter.com

Di kalangan mahasiswa sekarang ini, masih banyak yang tidak mengetahui tentang Sejarah Aceh. Sebagian dari mereka hanya mengenali Sultan Iskandar Muda dan beberapa Pahlawan Nasional. Padahal, memahami Sejarah Aceh sangatlah penting untuk kita, khususnya masyarakat asli Aceh, agar kita mengetahui bagaimana asal usul terbentuknya Aceh di Indonesia.

Ketika penulis melakukan penelitian lapangan ke Takengon, penulis dikejutkan dengan orang-
orang tua yang lebih memahami Sejarah Aceh karna mereka yang sejak kecilnya telah di ceritakan secara sistematis tentang Sejarah Aceh sejak Raja Lingge hingga ke Sultan Iskandar Muda. Jadi, dapat kita ambil kesimpulan bahwa masyarakat Gayo itu kebanyakan orang tuanya hampir semua mengetahui Sejarah leluhur mereka sendiri daripada generasi muda sekarang yang di daerah pesisir.

Dalam mata kuliah Ilmu Sosial Dasar, acap kali menceritakan sejarah Aceh yang disajikan mulai dengan kebudayaan hingga sosial-politik dalam kehidupan masyarakat Aceh. Bagi mereka yang berasal dari Aceh Singkil, penulis membuka dengan sejarah etnis Minangkabau disekitar Barus hingga ke Aceh Barat. Sehingga mereka paham dan mengerti mengapa rakyat di kawasan tersebut berbahasa Minang. Demikian pula yang berasal dari Tamiang, diungkapkan bagaimana sejarah kedatangan orang Aceh ke Tanah Tamiang untuk melawan Belanda. Sehingga banyak warga asli Aceh Pidie yang mendiami wilayah di sekitaran pesisir Tamiang.

Namun berbeda di kalangan akademisi, terutama di Banda Aceh, jika diketengahkan masalah Sejarah Aceh, cenderung di pandang sebagai romantisme sejarah Aceh. Inilah kalimat yang sering di dengar dalam beberapa kali sesi diskusi di Banda Aceh. Bagi kalangan ini, menceritakan sejarah kegemilangan Aceh adalah sesuatu yang taboo atau memalukan. Sebab kondisi Aceh yang saat ini sama sekali menunjukan perbedaan dengan zaman kegemilangan Aceh.

Disini penulis mengalami dilema dalam menulis Sejarah Aceh dihadapan Sejarah Nasional adalah ketika Aceh diposisikan sebagai “lokal” bukan “pusat” sebagaimana dari penulisan Sejarah Jawa di Indonesia. Adapun impak lain adalah boleh jadi Sejarah Aceh sebelum abad ke-20 cenderung dipandang sebagai Sejarah Pinggiran, kendati pada masa-masa sebelum itu, Sejarah Aceh adalah Sejarah Pusat. Akibatnya, tidak sedikit peristiwa sejarah di Aceh sebelum abad ke-20 adalah bagian besar dari Sejarah Kebudayaan Islam dan Sejarah Melayu. Karena itu, di Malaysa Sejarah Aceh dipandang sebagai Sejarah Pusat bukan Sejarah Lokal.

Dalam bab ini, penulis menggarisbawahi beberapa point yang dianggap penting yaitu upaya untuk membangkitkan konstruksi bangunan Acehnologi adalah dengan cara mempelajari Sejarah Aceh. Dan selanjutnya untuk menghadapi penyempitan dan pengabaian Sejarah Aceh itu dalam Sejarah Indonesia dan Sejarah Malaysia maka perlu dilakukan upaya untuk menulis Sejarah Aceh sebagai Pusat Peradaban, bukan sebagai Histiografi Malaysia. Kemudian upaya besar didalam membangun rupa bangunan Acehnologi adalah melalui pintu gerbang Sejarah Peradaban Aceh. Demikian review di bab ini..