Tradisi Berguru Di Aceh - Bab XXVIII (Vol. III)
Selamat siang pengguna Steemit. Untuk kesempatan kesekian kalinya saya akan mencoba kembali mereview bab 28 dari buku Acehnologi yang membahas tentang Tradisi Berguru di Aceh dalam buku yang berjudul Acehnologi Volume 3 yang ditulis oleh bapak Kamaruzzaman Bustaman Ahmad, M.Sh,. Ph.D.
Sumber: kmamesir.com
Dalam masyarakat Aceh tradisi berguru atau sering disebut dalam bahasa Aceh dengan 'meugure', itu sudah tidak asing lagi yang diajarkan juga bukan hanya untuk memahami ilmu yang bersifat burhani dan bayani tetapi juga aspek aspek ‘Irfani. Ketika seseorang sudah siap memahami semua pokok ajaran tersebut, maka baru seseorang akan dilepaskan ke masyarakat untuk menjadi pengawal kehidupan masyarakat. Jadi, dalam tradisi 'meugure' itu harus adanya proses mengenali antara satu sama lain, maka dari itu bisa terjadinya proses transfer ilmu, tidak hanya itu saja tetapi juga transfer kebijaksanaan.
Di Aceh ada sebuah istilah tentang mencari ilmu yaitu 'jak meudagang' (pergi berdagang) hal ini berkaitan dengan aktivitas perekonomian ataupun berjualan yaitu seperti 'uroe gantoe' atau 'uroe peukan' hal ini dilakukan sehari dalam seminggu. Dalam masyarakat Aceh, proses terjadinya 'uroe peukan' terjadi disekitaran pasar yang ada mesjid dan dayah yang biasanya 'ureung meudagang' (orang yang berdagang) itu adalah orang yang dari dayah, yang keluar pada 'uroe peukan' untuk membeli keperluan mereka di dayah sehingga dapat dikatakan bahwa dayah adalah lembaga atau tempat untuk mencari jejak spirit ke-Aceh-an.
Jadi dapat dikatakan bahwa pola pikir 'meugure' dengan model meudagang adalah sistem berfikir yang diajarkan oleh endatu orang Aceh kepada generasi turunannya bahwa hidup ini tidak hanya dengan mencari ilmu saja tetapi juga membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan yang dikatakan orang sukses adalah seseorang yang mampu mewarisikan ilmu pengetahuan dan sistem berfikir kepada turunannya. Demikian review di bab kali ini,semoga dapat diambil ilmunya.