Etnisku Punya Cerita

in #acehnology7 years ago

Assalamu’alaikum..
Hai sahabat steemians!!
Hari ini saya akan menulis tentang keberagaman dan keunikan salah satu etnis yang ada di Aceh, yaitu etnis alas. Alas ini merupakan suku penulis sendiri yaa, hehe
Cap cus..

Sebelumnya, saya akan memperkenalkan dulu ya sahabat steemians apa definisi alas itu sendiri.Nah, Alas adalah salah satu suku yang bermukim di Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh. Juga lazim disebut sebagai Tanah Alas atau tanoh alas. Dalam bahasa alas, kata "alas” berarti tikar. Hal ini ada kaitannya dengan keadaan daerah itu yang membentang datar seperti tikar di sela-sela Bukit Barisan. Daerah Tanah Alas dilalui banyak sungai, salah satu di antaranya adalah Lawe Alas atau Sungai Alas. Namun dari definisi lain menurut Kreemer (1922:64) kata "Alas" berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu dari Raja Lambing) keturunan Raja Pandiangan di Tanah Batak. Dia bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas yaitu Desa Batu Mbulan.

{PicsArt_01-21-02.17.23.jpg}
sumber: google

Ukhang Alas atau khang Alas atau Kalak Alas telah bermukim di lembah Alas, jauh sebelum Pemerintah Kolonial Belanda masuk ke Indonesia di mana keadaan penduduk lembah Alas telah diabadikan dalam sebuah buku yang dikarang oleh seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325 (Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme. Sebagian besar suku Alas tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian dan peternakan. Tanah Alas merupakan lumbung padi untuk daerah Aceh. Tapi selain itu masyarakatnya juga berkebun kakao, jagung, karet, kopi, dan kemiri, serta mencari berbagai hasil hutan, seperti kayu, rotan, damar dan kemenyan. Sedangkan binatang yang mereka ternakkan adalah kerbau, kambing, kuda, dan sapi.

Picture 153.jpg
sumber: google

{ternak-kerbau.png}
sumber: google

Kampung atau desa orang Alas disebut kute. Di dalam suatu kute tersebut biasanya didiami oleh satu atau beberapa klan, yang disebut merge. Anggota satu merge berasal dari satu nenek moyang yang sama. Pola hidup kekeluargaan mereka adalah kebersamaan dan persatuan. Mereka menarik garis keturunan patrilineal, artinya garis keturunan laki-laki. Mereka juga menganut adat eksogami marga atau merge, artinya jodoh harus dicari di merge lain. Menurut buku Sanksi dan Denda Tindak Pidana Adat Alas, Dr Thalib Akbar MSC (2004) adapun marga–marga etnis Alas yaitu : Selian, Bangko, Deski, Keling, Kepale Dese, Keruas, dan Pagan. kemudian hadir lagi marga Acih, Beruh, Gale, Kekaro, Mahe, Menalu, Mencawan, Munthe, Pase, Pelis, Pinim, Ramin, Ramud, Sambo, Sekedang, Sugihen, Sepayung, Sebayang dan marga Tarigan.

Agama yang dianut suku Alas adalah 100% agama Islam. Namun disamping itu, masih ada juga yang mempercayai praktik perdukunan misalnya saja dalam kegiatan pertanian. Mereka melakukan upacara-upacara dengan latar belakang kepercayaan tertentu agar pertanian mereka mendatangkan hasil panen yang baik atau terhindar dari hama.

Dalam pergaulan sehari-hari Suku Alas mempunyai bahasa sendiri yakni cekhok alas atau bahasa alas. Bahasa ini merupakan rumpun bahasa dari Austronesia suku Kluet di Kabupaten Aceh Selatan. Dimana masyarakatnya juga menggunakan bahasa yang hampir sama dengan bahasa Alas. Selain itu bahasa ini juga memiliki banyak kesamaan loh dengan bahasa karo yang ada di Kabanjahe, Provinsi Sumatera Utara. Kosakatanya banyak yang sama, contohnya kae dalam bahasa alas dan karo berarti apa walaupun pengucapannya berbeda sedikit suku karo menggunakan vokal i yaitu kai. Pada tahun 2000, jumlah penutur bahasa ini mencapai 195.000 jiwa. Diperkirakan bahasa ini merupakan turunan dari bahasa Batak, namun masyarakat Alas sendiri menolak label "Batak" karena alasan perbedaan agama yang dianut. Sementara itu, tidak diketahui pasti apakah bahasa ini merupakan bahasa tunggal atau bukan.

Keunikan etnis alas
Keunikan suku alas jelas terlihat dari sifat dan ciri khas budaya tolong menolong masyarakatnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Imami (2015) dalam desertasinya yang berjudul Perbedaan Perilaku Altruisme dalam Kalangan Empat Suku Utama di Aceh Tenggara, ia menemukan beberapa ciri khas budaya menolong masyarakat Alas. Suku Alas melakukan tolong menolong dalam hal:

  1. Bidang ekonomi
    Bagi salah seorang dari suku Alas yang baru membentuk rumah tangga, secara adat akan dibantu orang tua dari pihak lelaki dan orang tua dari pihak perempuan. Budaya memberi bantuan untuk pengantin dalam suku Alas dikenal dengan dua istilah yaitu, 1.) jawè, artinya pisah rumah. Pengantin yang dianggap telah cukup masa tinggal di rumah amentue (orang tua pengantin lelaki) harus membentuk rumahtangga yang baik dengan tinggal di rumah lain. Sebagai modal awal, orangtuanya akan memberikan modal usaha dan beberapa peralatan yang diperlukan. Pemberian modal biasanya disimbolkan dengan pemberian beras satu bambu, air satu teko, ayam satu pasang, peralatan makan seadanya. Pemberian ini dimaksudkan sebagai modal awal dalam memulai kehidupan yang baru dan selanjutnya harus berusaha mandiri “berdiri di atas kakinya sendiri”. 2.) adalah pesula’i, yaitu pemberian kado atau hadiah dari orang tua pengantin perempuan kepada anaknya dengan maksud membantunya dalam menempuh hidup baru. Budaya ini menandakan pemberian yang terakhir dari mereka untuk anaknya, karena selanjutnya ia akan menjadi tanggungjawab suaminya. Barang-barang yang biasanya diberikan adalah perhiasan dari emas dan alat-alat rumah tangga yang diperlukan.

    th (3).jpg
    budaya jawe atau pisah rumah dengan orangtua
    sumber: google

  2. Bidang pertanian
    Pada bidang pertanian ada dua istilah dalam budaya tolong menolong, yaitu; 1.) Peleng Akhi, Budaya ini mempunyai arti bergiliran. Maksudnya, jika ada orang yang telah dibantu pekerjaannya oleh orang lain diwajibkan untuk menggantinya dengan bekerja di lahan pertanian orang tersebut di lain waktu. 2.) Nempuhi, Artinya membantu orang lain dalam hal bertani tanpa mengharapkan ganjaran dari pekerjaan itu. Budaya ini biasanya dilakukan kepada orang yang dihormati separti guru atau pemimpin kampung, serta orang yang mempunyai kelemahan secara fisik.

kodim-agara (1).jpg
budaya nempuhi suku alas
sumber: google

Bidang sosial budaya
Upacara adat istiadat yang ada dalam masyarakat suku Alas adalah turun mandi, sunat khitan, perkawinan, dan kematian. Pada setiap kegiatan ini dikenal beberapa budaya tolong menolong yang dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan posisinya dalam struktur kekerabatan. Ada tiga struktur kekerabatan dalam suku Alas yaang dikenal dengan istilah tungku si telu. Artinya tungku/tempat memasak dengan kayu api yang terdiri dari tiga batu. Secara filosofis kegiatan memasak hanya dapat dilakukan dengan adanya tiga batu tersebut, apabila kurang satu maka kuali atau wajan tidak dapat diletakkan di atasnya sehingga masakan tidak dapat diperoses. Ketiga fungsi kekerabatan dalam suku Alas tersebut yaitu wali, sukut/senine, dan pebekhunen/malu. Adapun bentuk tolong-menolong yang dilakukan adalah (1) pemamanen, yaitu panggilan yang diberikan kepada rombongan yang datang dari pihak wali yaitu ayah dan saudara lelaki dari perempuan (malu) yang mempunyai hajatan. Pada setiap acara adat Alas, pemamanen mempunyai peran penting karena mereka adalah tamu yang dimuliakan. Dalam setiap kegiatan mereka akan membawa bantuan kepada tuan rumah dan biasanya bantuan ini dalam bentuk materi atau sejumlah uang. Semakin tinggi nilai bantuan maka semakin tinggi pula prestige yang mereka dapatkan. Begitupula tuan rumah merasa lebih dihormati dan dimuliakan. Slogan yang menjadi filosofi budaya ini adalah besar wali karena malu, besar malu karena wali. (2) tempuh, artinya bantuan yang diberikan oleh saudara dekat atau diistilahkan dengan kelompok sukut artinya orang yang punya kerja (saudara kandung atau masih mempunyai pertalian darah dan marga). Bantuan ini terkadang ditentukan dalam musyawarah keluarga, namun terkadang juga tidak ditentukan, sehingga pemberian didasarkan oleh kesadaran masing-masing yang disesuaikan dengan kemampuannya, serta bergantung pula pada jauh dekatnya pertalian kekerabatan yang dimiliki. (3) nempuhi wali artinya membantu wali, bantuan ini diberikan oleh malu yaitu anak perempuan atau saudara perempuan yang sudah kawin dan pebekhunen yaitu suaminya kepada pihak wali yang mempunyai hajatan/acara adat. Dalam setiap kegiatan bantuan yang mereka berikan adalah dalam bentuk tenaga, misalnya bertanggung jawab di dapur dalam menyiapkan hidangan dan membereskannya. Sebenarnya nempuhi wali ini merupakan kewajiban yang ditetapkan dalam budaya suku Alas tidak hanya pada kegiatan yang menyangkut adat-istiadat, tetapi juga pada kegiatan lainnya dalam kehidupan sehari-hari seperti membantu di sawah dan lain-lain. Dan tentunya dari sinilah penulis sendiri melihat begitu uniknya etnis alas dalam hal tolong menolong serta budaya yang melekat dalam keperdulian terhadap keluarga dan sesama.

spektrum-tradisi-sunat-45.jpg
tradisi pemamanen suku alas
sumber: google

Selain keunikan etnis alas diatas, ada lagi nih yang lebih menarik dan unik dari etnis alas, yaitu wisata alamnya. Walaupun tanah alas atau daerah alas ini kota yang kecil, namun ada potensi wisata alam yang sangat menarik untuk dinikmati loh, daerah tersebut disebut ketambe oleh warga setempat. Ketambe terletak di kaki gunung Leuser. Gunung leuser merupakan salah satu Taman Nasional yang mempunyai hutan tropis dan kaya akan cagar alam hayati dan termasuk Taman Nasional yang terbesar di Indonesia. Ketambe berada kira-kira 20 km sebelah barat Kutacane. Tempat ini dikelilingi oleh tumbuh-tumbuhan besar yang didalam terdapat hewan-hewan tropis yang sebagian merupakan hewan yang dilindungi di dunia. Dan dipinggirnya mengalir sebuah induk sungai yang diberi nama lawe alas atau sungai alas yang di ambil dari nama suku yang mendiami daerah tersebut.

Sungai Alas 2.JPG
lawe alas atau sungai alas
sumber: google

Katambe merupakan hutan penelitian. Selama tiga puluh tahun lebih, silih berganti para ahli dunia menimba pengetahuan di hutan tropis ini. Para pelancong dilarang masuk ke Katambe, yang lokasinya berseberangan dengan Lawe Gurah, hanya dipisahkan oleh Sungai Alas. Udaranya sejuk dan segar. Sungai Alas yang membelah kawasan itu cukup lebar, dengan airnya yang mengalir deras. Sungai ini dijadikan sebagai tempat rafting atau arung jerang terbaik di Indonesia. Bahkan kelompok pecinta alam Mapala UI pernah melakukan ekspedisi ke daerah ini di akhir 1990-an. Landskap di sini amat indah. Hulu _lawe alas tampak molek, dengan batu-batu cadas merah berhimpitan sebesar rumah dan ditumbuhi lalang.

ketambe-research-station_leuser_jun-06_nick-brickle.jpg
wisata alam ketambe
sumber: google

Pemandangan alam yang masih alami dan belum tersentuh oleh tangan manusia dapat dijumpai di tampat ini. Tempat ini juga banyak dijadikan sebagai bahan penelitian khususnya di bidang flora dan fauna oleh beberapa lembaga penelitian nasional maupun internasional. Suasana Ketambe yang masih asri dan nyaman, membuat tempat ini banyak dikunjungi oleh turis lokal dan mancanegara. Ditambah lagi dengan suasana hutan yang lebat dan suara-suara hewan yang hidup di hutan ini menambah keinginan dari turis-turis mancanegara untuk mengunjunginya.

Rafflesia-TNGL.jpg
bunga raflesia di ketambe
sumber: google

Nah, menari bukan? Jadi buat semua sahabat steemians yang ingin melakukan penelitian alam jangan lupa untuk berkunjung ke tanoh alas yaa. Tepatnya ke Ketambe, disana kamu bukan hanya melihat keindahan cagar alam hayati dan kekayaan gunung leusernya saja, namun kamu akan menemukan keunikan dan keberagaman dari etnisnya sendiri.

Cukup sekian dulu ya dari penulis. Wassalamu’alaikum..