"BAHAGIAN NAFSU DALAM IBADAH"
Dear steemian friends
Matan Hikam ke 170
١٧٠٭ حَظُّ النَّفْسِ فِي الْمَعْصِيَةِ ظَاهِرٌ جَلِيٌّ وَحَظُّهَا فِي الطَّاعَةِ بَاطِنٌ خَفِيٌ , وَمُدَاوَاةُ مَا يَخْفَى صَعْبٌ عِلَاجُهُ ٭
- "Bagiannya hawa nafsu dalam perbuatan maksiat itu sangat jelas dan terang, sedangkan bagian nafsu dalam perbuatan taat (ibadah) itu halus dan samar, untuk mengobati yang samar itu itu sangat sulit penyembuhannya.”
Ketahuilah bahwa hawa nafsu itu selalu ambil bagian/peran baik dalam maksiat atau dalam taat (ibadah).
Kepentingan nafsu dalam maksiat itu jelas, sepertI zina, minum-minuman keras, dia jelas merasakan enaknya dan kepuasannya.
Karena nafsu mengajak maksiat itu tujuannya hanya ingin merasakan kenikmatan dan kepuasan dan ahirnya terjadi bencana dan kehinaan.
Sedangkan bagian nafsu dalam taat/ibadah, sangatlah halus dan samar untuk diketahui dan disadari. Karena dalam taat/ibadah itu nafsu akan merasa berat, karena semua ibadah itu selalu bertentangan dengan hawa nafsu.
Jadi apabila nafsu memerintahkan untuk ibadah maka waspadalah!
Dan telitilah apakah ada kepentingan nafsu didalam ibadah tersebut, taat dan ibadah seharusnya bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, tapi nafsu mempunyai kepentingan lain seperti Riya’ (supaya dilihat/diketahui orang) bahwa dia orang yang ahli ibadah, yang selanjutnya orang lain memujinya, dan terkenal di kalangan manusia. Dan masih banyak contoh yang lain apabila kita mau meneliti pergerakan nafsu kita.
Dari itu muallif (Syeih Ibnu ‘Ato’illah) dawuh :
١٧١٭ رُبَّمَا دَخَلَ عَلَيْكَ الرِّيَآءُ مِنْ حَيْثُ لَا يَنْظُرُ الْخَلْقُ إِلَيْكَ ٭
- "Terkadang masuknya riya’ dalam amal perbuatanmu itu dari arah yang tidak ada orang yang melihat padamu.”
Riya’ yang masuk dalam amal perbuatan ketika di depan orang banyak itu dinamakan Riya’ jaliy (terang).
Riya’ juga bisa masuk pada amal ketika sendirian, dan tidak ada orang yang mengetahuinya.
Dan dengan amalnya itu dia berharap akan di sanjung orang, dimulyakan orang, seumpama dia berilmu, supaya orang lain mencukupi hak-haknya, dan apabila tidak dia berharap supaya orang lain disiksa oleh Allah sebab tidak menghormati orang yang berilmu.
Apabila hal seperti ini ada dalam diri seseorang itu tandanya dia riya’ dengan ilmunya, yang seperti ini dinamakan Riya’Khofiy (samar).
Dan tidak akan selamat dari Riya’ Jaliy dan Riya’ khofiy kecuali orang yang sudah Ma’rifat billah dan kuat tauhidnya. karena Allah sudah menjaganya dari syirik dan menutup pandangannya dari melihat makhluk sebab Nur keyakinan dan Nur ma’rifat yang sudah terang bersinar dalam hatinya.
Para Arifiin itu sudah tidak berharap dapat manfaat dari orang lain (makhluk), dan juga tidak takut bahaya dari makhluk.
Dan amalnya para Arif itu bersih dari Riya’ walaupun di kerjakan didepan orang banyak.
Rasulullah bersabda:
"Syirik itu ada yang lebih samar dari jalannya semut hitam di atas batu hitam dimalam yang gelap gulita.”
(dan riya’ itu termasuk syirik yang samar, yaitu beramal tidak karena Allah)
Sayyidina Ali bin Abi Tholib ra. berkata:
"Kelak dihari kiamat Allah akan berkata kepada orang-orang yang zahid dan fakir : Tidakkah telah dimurahkan (diturunkan) harga barang-barang untuk kamu, tidakkah jika kamu berjalan lalu diberi salam terlebih dahulu, tidakkah jika kamu berhajat segera disampaikan (dibantu) semua hajatmu."
Di dalam hadis lain diterangkan :
"Kini tidak ada lagi pahala bagimu, sebab semua pahalamu telah kamu terima semasa hidup didunia."
Syeih Yusuf bin Al-Husain Ar-rozy berkata:
"Sesuatu yang amat berharga di dunia ini ialah ikhlas, beberapa kali aku bersungguh-sungguh untuk menghilangkan Riya’ dalam hatiku, tiba-tiba tumbuh lagi dengan lain corak (model)."
١٧١٭ اِسْتِشْرَافُكَ أَنْ يَعْلَمَ الْخَلْقُ بِخُصُوْصِيَّتِكَ , دَلِيْلٌ عَلَى عَدَمِ صِدْقِكَ فِي عُبُوْدِيَّتِكَ. ٭
- "Keinginanmu yang sangat untuk diketahui orang tentang sesuatu dari keistimewaanmu itu, sebagai bukti tidak adanya kejujuran (sungguh-sungguh)mu dalam kehambaanmu (shidqul ‘Ubudyyah).”
Yang dinamakan Sidqul ‘Ubudyyah yaitu: membuang segala sesuatu selain Allah, dan tidak memandang pada selain Allah dalam beribadah.
Jadi apabila kamu benar-benar beribadah kepada Allah, pasti akan menerima perhatian dari Allah kepadamu, sehingga kamu tidak senang diketahui orang lain dalam menghamba kepada Allah.
Syeih Abu Abdulloh Al-Qurasyi berkata:
"Siapa yang tidak puas dengan pendengaran dan penglihatan Allah dalam amal perbuatannya, maka pasti dia kemasukan riya’.
Allah berfirman:
Apakah engkau tidak merasa cukup dengan tuhanmu, bahwa Ia menyaksikan dan mengetahui segala sesuatu.”
(QS.Fus-shilat 53)
Syeih Abul-khoir Al-Aqtho’ berkata :
"Siapa yang ingin amalnya diketahui orang, maka itu riya’, dan siapa yang ingin diketahui orang hal keistimewaannya, maka itu pendusta."
Hikmah ini untuk pelajaran orang yang memulai perjalanan nan suluk (murid), tapi bagi orang yang sudah Arif dan hanya melihat sifat wahdaniyyahnya Allah, antara tekenal dan tersembunyi itu sama saja.
Seperti kata hikmah dari Syaikh Abul Abbas Al mursyi.
Syeih Abul Abbas Al-Mursyi berkata:
"Barang siapa yang ingin terkenal, maka ia budak (hamba)nya terkenal, dan siapa yang ingin tersembunyi, maka ia budak (hamba)nya tersembunyi, dan siapa yang benar-benar merasa sebagai hamba Allah, maka terserah pada Allah apakah dia diterkenalkan atau disembunyikan, yakni sama saja, yang penting beramal karena Allah."
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://sufiallusiy.blogspot.com/2016/04/bagian-nafsu-dalam-ibadah.html