Hukuman Bagi Anak Dalam Pendidikan Islam
Oleh: Usman Husein
Hukuman Bagi Anak Dalam Pendidikan Islam: Seseorang menanyakan kepada saya tentang pendidik yang memukul peserta didik dalam dunia pendidikan, apakah dapat dikategorikan pelanggaran HAM ataupun tidak? Saya menjawab bahwa ulama muslim seperti Al-Ghazzali, Al-Qabisiy, Ibn Khaldun, Ibnu Maskawaih Al-Khawarizmi dan lain-lain menjelaskan adanya hukuman “pemukulan” dalam pendidikan Islam. Akan tetapi mereka mensyaratkan adanya penjenjangan seperti berikut:
- Hukuman dimulai dari nasihat. Anak yang melanggar aturan dan etika dipanggil dan dinasihati untuk tidak berkelakuan buruk, harus sopan dengan semua orang, menegaskan kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan dan menjelaskan sifat dan sikap bertindak yang benar. Ketika nasihat tidak digubris dan anak menganggap bahwa guru hanya menyalahkan dan menyudutkannya, maka ditingkatkan ketingkat selanjutnya.
- Memperingatkan dampak buruk yang ditimbulkan akibat perbuatan tersebut, baik dampak untuk dirinya atau orang lain. Namun dalam hal ini pendidik tidak boleh memaki, menggunakan kata carut marut dan sebagainya, seperti hai monyet (kalau dalam istilah Aceh hai eungkong, hai keubeu apalagi hai bui dan sebagainya).
- Menampakkan sikap tegas terhadap kesalahan yang dilakukan, agar anak sadar dan tidak mengulangi kesalahan. Jika pendidik itu orang tua anak sendiri diharapkan tidak memanjatkan doa-doa buruk bagi mereka, karena tidak diketahui waktu yang bertepatan mustajabah doa sehingga anak akan celaka dengan doa ibu dan ayahnya.
- Memukul; seandainya langkah-langkah sebelumnya tidak mapan baginya, tingkat ini adalah yang terakhir ditempuh bukan ditempatkan pada urutan pertama. Perlu diketahui bahwa otak memberi kesempatan kepada orang yang sedang emosi marah hanya delapan detik untuk mengambil keputusan terbaik, jika tidak dia akan seperti orang kerasukan setan sehingga tidak sadar lagi bagaimana dia memukul peserta didiknya.
Pada hakikatnya hukuman pemukulan bukan hal yang baik karena cara itu sering membawa kepada kerusakan mental yang manfaatnnya sangat sedikit bagi anak. Maka bagi guru di sekolah atau guru mengaji di pesantren jika telah tidak sanggup lagi mendidik anak yang demikian masalahnya, alias tidak mengenal dirinya dan tidak menggubris gurunya, maka dikembalikan saja kepada orang-tuanya, atau peuteubit mantong bak lembaga pendidikan agar orang-tua sendiri yng mendidiknya, apalagi bagi anak yang telah besar. Barangkali ini lebih aman bagi anak lain dan juga bagi guru, dan kita menyadari yang bermasalah demikian sangat sedikit, paling satu atu dua orang saja dalam sebuah sekolah atau dayah/pesantren.
Cara memukul
Pemukulan dalam pendidikan bukanlah dendam atau balas dendam, maka ulama-ulama Islam memberikan rambu-rambu dalam memukul, antara lain: - Yang dipukul adalah anak yang telah berakal, dalam artian sudah mengetahui perintah baik dan buruk.
- Bagian tubuh yang dipukul hanyalah di kaki bagian di bawah lutut.
- Alat yang digunakan untuk memukul adalah benda yang dapat membuat peserta didik pedih dan tidak melukai semacam rotan kecil. Guru mengaji zaman sebelum tujuhpuluhan di Aceh menggunakan lidi ijuk yang agak besar dan keras dan ketika dicambuk peserta didik terasa sangat pedih.
- Dalam pemukulan tidak boleh melukai atau mencederai psertadidik.
- Pemukulan dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Sebagian ulama mengatakan jika anak telah menjerit dan minta ampun ketika dipukul kali pertama, hendaklah pendidik mengehentikannya dan jika masih menampakkan kebandelannya ditambah lagi smpai ke batas menimbulkan kesadaran peserta didik. Sebagian ulama membatasi tidak boleh melebihi 10 kali. Sebagian ulama menambahkan lagi, jika anak telah baligh sementara akhlaknya menjadi-jadi dan dibuat-buat maka boleh melebihi 10 kali.
Perlu dipermaklumi pula bahwa seseorang yang telah terbawa dengan akhlak buruknya sampai umur 25 tahun, namun dia tidak tahu atau tidak mau tahu dengan perangai buruknya, maka akan sulit dirubah sepanjang hayatnya. Kita menemukan banyak orang pintar terkemuka dibenci karena egosentrik, sombong dan takaburnya, bukan karena idenya yang berseberangan dengan orang lain. Wallahu Waliyut Taufiq.
Nyoe lon hasyimi ...