Membaca Doa Orang Gila dan Hal-Hal Tak Terduga di Dalamnya

in #book-review4 years ago (edited)

Senin sore 15 Maret 2021, ketika sedang menyeruput segelas kopi di simpang jalan pulang ke rumah. Dalam bincang-bincang ringan dengan penulis muda Aceh, Taufik Al Mubarak @acehpungo cerita-cerita yang tak terduga mengalir begitu saja, salah satu yang paling menarik adalah tentang “Doa Orang Gila”.

Ya, Taufik Al Mubarak sendiri dikenal sebagai “Orang Gila” itu. Itu telah menyelesaikan dua buku tentang kegilaan. Tapi yakinlah, ia orang yang super waras, tapi entah mengapa dua bukunya masih tentang kegilaan. Buku pertamanya “Aceh Pungo” yang bermakna Aceh Gila telah begitu melekat dengan namanya, sebagian besar kami memanggilnya dengan sebutan Taufik Aceh Pungo.

Kini buku kedua yang masih soal kegilaan, dihadiahkannya untukku dan dua kawan kami yang terlibat dalam percakapan di meja warung kopi itu, judulnya “Doa Orang Gila” yang kemudian di bawahnya ditambah kalimat “Dan hal-hal tak terduga di Aceh.”

Yang menariknya adalah cara Taufik Al Mubarak meramu hal-hal yang tak terduga itu, bahkan kadang dibumbumi dengan imajinasi liarnya, sehingga membacanya kita seolah menemukan sisi lain dari seorang Taufik Aceh Pungo, yang sebenarnya masih sangat waras itu.

doa orang gila.jpg
Mendapat "Doa Orang Gila" langsung dari penulisnya [Foto: Juliamin]

Sepanjang dua dekade pertemanannya dengannya, memang banyak hal-hal “gila” yang kutemukan darinya. Kegialaan yang menjadi energi untuk terus menulis dalam kondisi apa pun, yang sari dari berbagai tulisannya kemudian dikumpulkan dalam dua buah karya gilanya itu, yakni Aceh Pungo dan Doa Orang Gila.

Benar-benar kegilaan yang patut untuk ditiru oleh orang-orang waras yang suka menulis. Saya yang sudah menggeluti dunia jurnalistik dan tulis menulis sejak tahun 1998, hingga kini belum sampai pada tingkat derajat kegilaannya dia. Tapi, dua bukunya soal kegilaan yang tidak gila itu benar-benar menginspirasi.

Ok, tanpa banyak memperpanjang pengantar, mari kita selama dalamnya “Doa Orang Gila” itu. Pengamat poitik Fachry Ali yang memberi pengantar pada buku ini menyebutkan buku ini sebagai alat untuk menertawakan diri, melalui cerita-cerita spesifik tentang konflik Aceh. Salah satu tulisan yang garing tentang itu adalah “Sisa Batuk Masa Konflik” pada halaman 65 buku ini.

Karena itu pula, andai buku ini berisi observasi yang mendalam, maka Fachry Ali mengatakan buku ini bisa menjadi atau judulnya ditambah kata “Etnografi Baru” masyarakat Aceh. Tapi meski tanpa observasi yang mendalam, cerita-cerita unik di dalamnya sudah cukup memadai sebagai rekaman perubahan sikap masyarakat Aceh pasca Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Wal hasil kata Fachry Ali, seluruh cerita yang dikumpulkan Taufik Al Mubarak dalam buku “Doa Orang Gila” ini pada intinya mengandung elemen “etnografi” Aceh baru. Para antropolog Aceh disarankan untuk menengok hal-hal semacam ini yang berkembang di tengah masyarakatnya.

Tapi Taufik Al Mubarak sendiri mengakui bahwa pemilihan judul “Doa Orang Gila” untuk bukunya ini tak dapat mewakili seluruh isi tulisan di dalamnya. Judul tersebut hanyalah suatu yang lahir dari proses pilih dan pilah beberapa judul yang tersedia, tanpa ada pertimbangan khusus.

Sebagai penutup, saya sarankan Anda untuk memiliki buku ini, karena menyelami “kegilaan” yang dihadirkan dalam berbagai tulisannya, membaca kita pada banyak kisah sedih dan lucu ketika Aceh dilanda konflik dan perang selama tiga dekade. Ada nuansa yang berbeda dari setiap tulisan, yang mengaduk rasa dan empati Anda dalam melihat dampak dari perang dari sudut yang berbeda. Sudut kegilaan yang penuh kewarasan tentunya.

Sort:  

That na teuh... kalheuh ka olah hahaha

tes ilei saboh nah

Nyan Nyak Kaoy @isnorman yang mantong normal hana masalah nyoe pungo @acehpungo sabab nyan nakeuh pungo yang disarankan.

Jelas aduen, payah tamita ileueu pungo @acehpungo nyan ngat na buku teuh