BANGKITLAH INDONESIA! JIKA TIDAK REDUPLAH SUDAH!
BANGKITLAH INDONESIA! JIKA TIDAK REDUPLAH SUDAH!
Perdagangan bebas antar negara memang sudah tak dapat terelakkan lagu. Untuk masyarakat yang maju yang memiliki akses kepada perdagangan global, tentu saja hal ini memberikan peluang ekonomi yang semakin luas. Secara arus orang dan barang semakin terbuka luas. Ditambah lagi bea masuk barang semakin murah dan cenderung akan semakin di hapuskan dari waktu ke waktu.
Untuk kondisi Indonesia, perdagangan bebas yang sudah efektif berjalan sejak 31 Desember 2015 ini ditandai dengan terintegrasinya pasar ASEAN ditambah dengan beberapa negara lainnya ini tampaknya lebih banyak mudarat dari manfaatnya. Lihat saja peningkatan kejahatan trans-nasional yang tertangkap oleh media. Mulai dari kejadian terorisme, kejahatan perbankan oleh WNA, penyeludupan narkotik yang volumenya semakin menggila, trafficking, dll. Rasanya Indonesia sebagai sebuah negeri yang ramah, aman, sejahtera yang selama ini dikumandangkan semakin memiliki tantangan yang lebih berat dari hari kehari.
Bandingkan dengan sejarah Indonesia pada abad 16 dan sebelumnya. Bangsa ini sangat kaya karena perdagangan bebasnya dengan India dan China serta Arab. Bangsa Indonesia berhasil memproduksi barang barang serta kerajinan yang dibutuhkan oleh bangsa asing tersebut. Baik yang berupa produk berbahan dasar kayu, logam, batu, kain maupun teknologi yang menyertainya.
Dengan kata lain pada waktu itu aliran pengetahuan di alirkan dari nusantara ke segala penjuru dunia.
Keadaan ini berubah sejak kedatangan bangsa Eropa dan Amerika ke Indonesia dan negara-negara asia lainnya. Mereka tidak rela oleh ketidakadilan yang alam berikan kepada bangsa-bangsa ini dalam bentuk melimpahnya sumber makanan dan cuaca serta alam yang ramah yang sangat bertolak belakang dengan kondisi di kampung halaman bangsa Eropa ini. Niatan untuk ikut serta dalam perdagangan perlahanan tapi pasti bergeser menjadi niatan untuk menguasai sepenuhnya.
Beragam cara ditempuh, tak perlu memperhatikan etika moral selama tujuan dapat di capai, semuanya menjadi alat untuk mencapai tujuan. Tak ayal, bangsa Indonesia pun jatuh kedalam cengkraman asing selama 350 tahun. Kehilangan kemerdekaan, kehilangan pengetahuan, kehilangan budaya, terlebih kehilangan percaya diri. Bangsa bahari ini tercabik-cabik tidak boleh mengarungi lautan kembali dengan akal bulus dan perjanjian-perjanjian ala kompeni. Jalur perdaganganSelat Malaka terlepas dan di kuasai asing, seperti ikan yang menggelepar terlempar ke darat yang tinggal menunggu matinya saja. Doktrin Indonesia sebagai bangsa pelaut dikikis habis dengan menanamkan doktrin Indonesia sebagai negeri kontinen/dataratan. Kita sengaja di nina bobokan untuk tidak mengingat kembali kepada akar budaya kita yang sejatinya.
Teori-teori modern sekarang sekalipun jelas mengatakan bahwa:
Posisi suatu bangsa di permukaan bumi menentukan nasib bangsa itu dimasa lalu masa kini dan dimasa depan.
Ingat bahwa posisi Indonesia yang berada di khatulistiwa yang merupakan sumber makanan dan cadangan makanan terbesar di dunia merupakan sumber iri dan dengki bangasa-bangsa lain di luar equator. Mereka dengan segala cara akan berupaya agar dapat menikmati sumber kesuburan yang tidak ada di negerinya masing-masing. Masih ingat Jepang dengan slogan, menanam padi di seberang lautan untuk memastikan rakyatnya tercukupi makanannya.
Belum lagi posisi Indonesia yang merupakan perpotongan dari dua samudera besar dan pertemuan simpul-simpul perdagangan dunia. Kekayaan laut menjadi sasaran pencurian jika tidak di jaga, mengingat kedaulatan suatur negara di lautan sangat berbeda dengan kedaulatan di daratan. Kedaulatan suatu negara dilaut ditandai oleh banyaknya kapal berbendera negara tersebut melintasi lautan dan samudera, sama dengan kedaulatan di udara.
Deklarasi Juanda yang menambah wilayah lebih dari 2/3 bagian dari sebelumnya sebagai dari diakuinya lautan diantara pulau-pulau juga merupakan wilayah Indonesia, sebagai bentuk pengakuan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan pada tahun 1982 berkat diplomasi selama puluhan tahun, serasa tidak terlalu berfaedah bila tidak di iringi oleh kemampuan untuk mengelola dan menjaga untuk kesejahteraan rakyatnya.
Masa lalu yang begitu gemilang, dilanjutnya oleh masa kekelaman ratusan tahun, berganti dengan kemerdekaan, entah semakin sejahtera atau tenggelam lagi mengikuti catatan sejarah masih sebuah pergolakan yang terus menerus perlu di dialektikakan.
Ramalan dari seorang Alexander Fraser Tytler perlu untuk kita renungi dan kaji lagi jika kita tidak ingin di jajah kembali oleh penjajahan modern yang sedang di reka-reka sekarang ini
Manusia bergerak
Dari perbudakan (dan kemiskinan) ke pada semangat keagamaan dan keimanan;
Dari semangat keagamaan dan keimanan timbul keberanian;
Dari keberanian datanglah perjuangan menuju kemerdekaan;
Dari kebebasan datang kesejahteraan;
Dari kesejahteraan datang sifat tamak dan rakus;
Dari tamak timbul frustrasi;
Dari kekecewaan datang kepuasan;
Dari kepuasan datanglah sifat tidak peduli;
Dari sifat tidak peduli datanglah sikap bergantung kepada orang lain;
Dari bergantung kepada orang lain, kembalilah kita dijajah.
Ingat, sedikit moratorium ekspor minerba sudah cukup untuk menguncang perdagangan dan produksi industri baja dunia, penangkapan illegal fishing belum genap 5 tahun sudah meningkatkan stok ikan dan kesejahteraan nelayan kita, amnesty pajak saja sudah cukup untuk menghentikan roda ekonomi Siangapura, Penghentian TKI keluar negeri sudah cukup menghentikan laju pembangunan Malaysia.
Artinya adalah Indonesia adalah negara besar, punya posisi tawar yang besar pula. Berperilakulah seperti demikian. Jangan mengejar uang recehan, sebagai pemburu rente, maling dari kantong sendiri. Malu lah sama anak cucu kalian nantinya.
Sekecil apapun kesadaran, perlu kita tularkan. Teguran seorang kawan hanya akan di dengar oleh rekannya, bukan dari orang lain. Mari kita gugah dan kerjakan agar nasib bangsa ini menjadi baik seperti yang kita inginkan bersama. Mari mulai bekerja dari diri sendiri, dari yang kecil dan dari sekarang.
Hentikan polemik yang tidak perlu itu!
Ingat, Sibuk pada hal-hal yang tidak penting adalah percuma..
Selamat bekerja, selamat berkarya, semoga Tuhan YME memberkahi kita semua.
Secuil gagasan ini kupersembahkan sebagai penggugah kesadaran serta wujud rasa cinta dan bangga untuk bangsa Indonesia agar tetap berdiri dan kokoh beribu-ribu tahun lagi
Jakarta, 19 Maret 2018
Passer Baroe
Salam Hangat,
hari. bagindo @bagindooo
Patut untuk direnungkan.
Bersama-sama bangkit. Semoga sejahtera senantiasa.....
doa kita bersama bang @imansembada