Corona di Indonesia
Oleh HERMAN RN
KISAH ini menarik! Dimulai dari Jepang yang menyebutkan warganya terjangkit virus corona sepulang dari Indonesia. Warga Jepang itu diberitakan media terpaksa dirawat di salah satu rumah sakit Tokyo karena terjangkit Covid-19 dari Indonesia. Fantastis!
Nama Indonesia dibawa-bawa sebagai sumber corona warga Jepang usia 60 tahun. Meski tidak disebutkan secara eksplisit, klausa warga Jepang terjangkit virus corona sepulang dari Indonesia merupakan ungkapan sindiran bahwa Indonesia telah menjadi sumber virus corona warga Jepang tersebut. Padahal, sebelum ini tidak ada satu berita pun yang mengabarkan virus corona sudah masuk ke Indonesia.
Meski tahun bahwa warga Jepang itu selama ini tinggal di Malaysia, media Jepang tidak menyebutkan kalau warga mereka terkena corona sebelum berangkat ke Indonesia. Media itu hanya memberitakan bahwa warga Jepang itu terjangkit virus corona sepulang dari Indonesia. Bahasa yang miris!
Sejak berita tentang warga Jepang terjangkit virus corona di Indonesia, mendadak Indonesia panik. Tudingan itu amat menyakitkan. Bagaimana mungkin Indonesia sebagai sumber virus Covid-19 sedangkan negara ini sudah berusaha keras mencegahnya sebelum penyakit itu datang. Setiap warga Indonesia yang baru pulang dari luar negeri, terutama Cina, senantiasa dikarantina terlebih dahulu sesuai prosedur Badan Kesehatan Dunia (WHO). Bukan sembarang karantina, lokasinya langsung di tepi laut, Kepaulauan Riau. Hal ini menandakan bahwa Pemerintah Indonesia serius mencegah masuknya virus corona ke Indonesia.
Wajar saja, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mulai melacak perjalanan warga Jepang tersebut selama di Indonesia. Ternyata warga Jepang yang tinggal di Malaysia itu bertemu dengan teman dekatnya orang Indonesia di Jakarta. Tim Indonesia terus bekerja menelusuri perkembangan selanjutnya. Ternyata lagi, warga Jepang itu positif corona sejak di Malaysia. Tanpa bermaksud menuduh negara jiran Malaysia, Indonesia hanya ingin klarifikasi bahwa warga Jepang yang terkena virus corona itu bukan mendapatkan virus tersebut di Indonesia, melainkan sudah lebih dulu terkena virus kemudian berkunjung ke Indonesia. Bahkan, akibat ulah warga Jepang itu, kini dua warga Indonesia divonis positif corona. Ini kasus corona pertama di Indonesia.
Menurut Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto, warga Jepang itu tidak terdeteksi corona selama di Indonesia karena sudah minum obat. Dengan minum obat batuk dan obat flu, seseorang bisa tidak terdeteksi virus corona. Begitu setidaknya penjelasan Menkes kepada awak media.
Hal ini penting dicermati bersama. Ternyata ada banyak cara orang menghindar dari vonis virus corona, di antaranya minum obat batuk dan obat flu. Jika benar demikian, Pemerintah Indonesia perlu mewaspadai setiap warga asing yang keluar masuk ke Indonesia. Jangan-jangan mereka sudah minum obat terlebih dahulu sebelum ke Indonesia.
Antisipasi Radikal
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Pepatah lama ini terus didengungkan. Namun, sangat sedikit pelaksanaan di lapangan. Buktinya, sebelum virus corona masuk ke Indonesia, pemerintah tidak punya prosedur yang tegas terhadap warga negara asing, baik yang baru datang ke Indonesia maupun yang sudah terbiasa pulang pergi.
Akibat kurangnya antisipasi ‘mencegah’, warga Jepang yang sudah positif corona di Malaysia bisa bebas keluar masuk ke Indonesia. Tentunya baru satu yang terdeteksi, yakni warga Jepang. Kita tidak tahu seberapa banyak data pada bagian imigrasi Indonesia terkait warga asing yang keluar masuk Indonesia. Publik hanya tahu siapa yang datang dan pergi dari Indonesia setelah ada kasus. Jika belum ada kasus, pemerintah menganggap semua biasa saja.
Kiranya diperlukan antisipasi radikal oleh Pemerintah Indonesia. Meski tidak sampai seradikal Pemerintah Korea Utara tega menembak mati siapa saja yang terjangkit virus coroona, Indonesia tetap perlu meningkatkan kewaspadaan. Pemerintah harus memiliki standar prosedur operasional terkait warga negara asing dan warga negara Indonesia yang datang atau keluar dari Indonesia.
Pemerintah harus segera mengeluarkan aturan tegas bagi siapa saja yang mau datang atau pergi dari Indonesia. Mungkin, sementara waktu hanya tamu negara saja yang diperbolehkan berkunjung ke Indonesia. Itu pun dengan prosedur yang sudah ditetapkan WHO. Demikian pula dari Indonesia, hanya utusan negara saja yang diperbolehkan ke luar negeri. Itu pun yang sudah diseleksi berdasarkan kepentingan dan urgensi kunjungan. Artinya, bukan menutup total akses warga Indonesia ke luar negeri dan sebaliknya. Namun, perlu pengawasan ketat dengan prosedur yang tegas. Dosen dari perguruan tinggi yang hendak berkunjung ke luar negeri boleh saja, dengan izin dari pemerintah agar pemerintah tahu kemana saja tujuan kunjungan dosen tersebut. Dosen yang sudah mendapatkan izin berkunjung ke luar negeri juga harus bersedia dikarantina selama 14 hari sesuai prosedur sebelum kembali bergabung dengan keluarga dan instansinya.
Hal-hal seperti ini terkesan radikal dan konyol, tetapi sangat penting dilakukan pemerintah demi mencegah bahaya lebih besar. Jika Arab Saudi bisa melarang kunjungan warga dari seluruh penjuru dunia, meskipun untuk alasan ibadah, mengapa Indonesia tidak bisa melakukan hal yang sama? Jangan sampai ketika wabah ini sudah meluas baru pemerintah panik melakukan antisipasi. Maka, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Trauma Healing
Sejak wabah penyakit berbahaya ini ditemukan, warga dunia sudah mulai panik. Orang yang sudah divonis terkena virus corona pun mengalami trauma dan tertekan. Banyak yang berpikir bahwa tatkala sudah terjangkit corona, harapan hidup semakin tipis. Oleh karenanya, selain vaksin, trauma healing juga diperlukan para korban.
Disadari atau tidak, pemberitaan media massa turut menciptakan trauma bagi korban. Keluarga dan orang-orang di sekitar korban pun bisa trauma mendadak karena pemberitaan media yang terlalu menggiring ke arah negatif. Sangat diperlukan jurnalisme damai sebagai trauma healing bagi korban dan keluarganya.
Media hendaknya tidak memberitakan secara detail indentitas korban corona. Meskipun publik harus tahu dan waspada terhada korban corona, tetapi bukan berarti semua indentitas terkait korban harus diberitakan. Hendaknya pemberitakaan media diarahkan kepada informasi edukasi bagi warga lain, bukan menghakimi korban yang sudah terjangkit virus.
Keterbukaan informasi sangat diperlukan. Pemerintah dan media massa memang harus terbuka terhadap kondisi negara ini. Siapa dan di mana saja terdapat korban corona sangat perlu diberitakan, tetapi tetap mengedepakan privasi dan rasa nyaman korban.
Semua orang tidak ada yang mau terjangkit virus corona. Semua orang juga tidak mau dijauhi oleh keluarga dan sahabat sedulurnya. Karena itu, tatkala ia sudah terkena virus corona, lalu media memberitakan secara detail tentang identitas si korban, tentu banyak orang akan berpandangan miring kepada si korban. Tekanan batin karena penghakiman media jauh lebih menyakitkan daripada sakitnya virus corona.
Diperlukan kerja sama dewan pers dan kementerian informasi. Tak ada satu warga negara Indonesia pun yang mau tanah ini terjangkit virus corona. Namun, jangan sampai pula warga Indonesia meningkat traumanya terhada virus ini karena bahasa media dan statemen figur publik. Semoga Indonesia bisa!