Keberuntungan dalam Bekerja (Lucky in Work)
Saat menjalani hidup, seseorang pastilah memerlukan pekerjaan. Pekerjaan itu sendiri adalah bagian dari mata pencaharian. Oleh karena pekerjaan bagian dari kehidupan sosial, maka seluruh masyarakat di dunia memiliki nilai sosial dan kultural atas setiap pekerjaan. Di beberapa masyarakat, pekerjaan ini kemudia menjadi basis bagi terbentuknya stratifikasi sosial. Dari sekian banyak jenis pekerjaan di dunia, siapakah manusia yang paling beruntung dengan pekerjaannya?
Jawaban atas pertanyaan ini akan bisa sangat beragam. Berbekal pengalaman mengajar di perguruan tinggi sejak tahun 2001, aku mencoba mengidentifikasi bahwa mereka yang beruntung dalam pekerjaan ternyata adalah mereka yang bisa bekerja berdasarkan kegemarannya. Mengapa? Kita tentu akan gembira, puas dan akan sangat menikmati bila kita bekerja pada satu bidang yang sangat kita gemari. Kita akan lebih gampang mencurahkan perhatian dan dedikasi pada pekerjaan itu karena kita menjiwainya. Lihat para pemain bola profesional. Hobi mereka jelas bermain bola. Sehingga mereka mahir di bidangnya. Karena hobinya, mereka dikontrak oleh klub bola. Setiap mereka bertanding, maka akan dibayar. Setiap kali membuat gol dan memenangkan pertandingan mereka akan diberi bonus. Ini artinya hobi yang kemudian menjadi pekerjaan akan bisa mendorong kita untuk lebih mudah menjadi profesional.
Berkaca pada kehidupan yang kuaalami, aku mendapati bahwa salah satu kegagalan orang tua dalam keikutsertaan membangun karir buat anaknya terjadi karena orang tua lalai mengamati apa hobi si anak. Kelalain ini mengakibatkan orang tua tidak bisa dengan cermat merencanakan jenis pendidikan yang pas buat anaknya berbasis hobi sang anak. Kedua orang tuaku memiliki 7 anak. Kami bertujuh semuanya mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Kakak perempuanku yang paling tua tamatan akademi gizi. Abangku yang nomor dua adalah sarjana perikanan. Aku sendiri adalah sarjana Antropologi. Adik di bawahku sarjana teknik. Adikku yang kelima dan keenam masing-masing lulusan diploma keuangan dan sarjana ilmu sosial. Sedangkan yang paling kecil adalah sarjana kehutanan. Dari kami bertujuh, aku menilai bahwa abangku yang sarjana perikanan adalah orang yang paling beruntung. Sejak aku mengenalnya, aku tahu bahwa abangku memiliki hobi yang tidak jauh dari ikan. Setiap waktu senggang sejak kecil, dia sangat suka dengan aktivitas yang yang berhubungan dengan air dan sungai. Memancing ikan dan atau belut, menjala ikan, memelihara ikan adalah kegemarannya yang akan dilakukannya dalam setiap kali menghabiskan waktu libur. Aku tahu bahwa dia bukanlah orang yang terlalu suka berfikir teoritis, dan menurutku hal itu sangat sejalan dengan hobinya. Saat ini abangku tersebut bekerja di lembaga penelitian di bawah naungan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di Propinsi Lampung. Sebagai pegawai yang bekerja di balai benih ikan, maka pekerjaan utama mereka adalah melakukan penelitian dan pembudidayaan hewan air terutama ikan untuk kemudian bisa menyediakan benihnya buat keperluan para pembudidaya.
Aku dan saudara-saudaraku
Sekitar dua tahun lalu saat aku mengunjunginya di Lampung. Saat itu aku melihat bahwa abangku sangat menikmati pekerjaannya. Pagi hari setelah sholat subuh dan selesai berbenah pekerjaan rumah, biasanya ia akan langsung ke ramba ikan milik tempatnya bekerja di tengah laut untuk memberi makan ikan. Setelah melakukan aktifitasnya di tengah laut, selang beberapa jam ia akan balik ke rumah biasanya untuk sarapan dan kemudian balik ke kantor untuk urusan adminitrasi. Setelah selesai urusan kantor, ia akan kembali mengurus indukan atau benih ikan di tempat pemijahan. Seharian ikan berhadapan dengan berbagai macam persoalan ikan dan aktivitas budidayanya di balai tempat ia bekerja. Dalam kehidupannya dia tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan semua yang disukainya. Malah ia dibayar untuk semua yang disukainya.
Apa yang terjadi pada abangku ternyata berbanding terbalik denganku. Demi menjalankan hobiku aku rela mengelurakan uang. Belakangan aku menyadari bahwa aku memiliki kegemaran berladang dan beternak. Sejak aku berumah tangga, aku selalu berupaya menanami pekarang rumahku dengan berbagai tanaman yang bisa dikonsumsi. Sejak aku memiliki rumah sendiri, kegemaran ini berlanjut dan bahkan bertambah dengan berbagai hewan periharaan. Ayam, burung dan ikan adalah sebagian hewan yang kupelihara. Untuk melancarkan hobiku, sebagian pendapatanku sebagai pengajar harus kucurahkan untuk hewan dan tanamanku. Bukan tidak senang sebagai pengajar, namun aku merasa hidupku jadi terbagi. Setiap kali aku gajian, aku sudah berfikir untuk menyisihkan sebagiannya untuk keperluan hewam peliharaan dan tanamanku. Kemudian aku membandingkan pekerjaanku dan pekerjaan abangku. Jelas aku merasa abangku adalah orang yang beruntung karena bekerja sesuai dengan hobi atau kegemarannya. Sementara aku, sekedar beruntung punya pekerjaan dan bisa menikmati hobinya dengan menghabiskan sebagian gaji yang kuperoleh dari pekerjaanku. Bukan tidak bersyukur memiliki pekerjaan ya...he...he...
Halaman Rumah: tempat aku menyalurkan hobby yang tanpa sadar juga menyedot sebagian penghasilanku
Apa yang mau ku sampaikan dalam tulisan ini adalah bahwa dalam bekerja, keberuntungan bukan sesuatu yang tidak bisa diciptakan. Bila setiap orang sedari kecil dengan dibantu orang tua bisa paham dan tahu apa hobinya, maka ia dan orang tuanya harusnya bisa merencanakan pengembangan hobi atau kegemarannya menjadi pekerjaan. Bila itu terjadi, maka persoalan lapangan kerja yang tidak muncul tidak akan berpengaruh. Sebab setiap anak akan bisa menginisiasi untuk bisa mengembangkan karir sesuai dengan hobinya dengan membuka lapangan kerja, minimal untuk dirinya sendiri. Namun demikian proses menuju kesana tidaklah selalu mulus. Akses pendidikan dan informasi tampaknya masih menjadi penghambat bagi sebagian kita untuk bisa menjadikan hobi sebagai pekerjaan. Belum lagi nilai sosial dan budaya kita yang masih menganggap pekerjaan memiliki gengsi. Sehingga ada pekerjaan yang dianggap tidak ideal dan ada pekerjaan yang dianggap referensi. Begitulah hidup, kadang kita memang butuh keberuntungan. Namun dengan memahami karakter diri anak sejak kecil maka semua orang tua akan bisa menciptakan keberuntungan melalui perancangan pekerjaan. Merancang anak agar bisa mendalami hobi dan menjamin dia untuk bisa menikmati pendidikan sesuai dengan hobinya adalah pekerjaan yang sulit namun orang tua harus melakukannya. Kalau itu berhasil, ganjarannya adalah keberuntungan dalam bekerja. Apakah bukan beruntung namanya jika setiap orang sangat menikmati hidupnya dan ia dibayar untuk itu? Semoga akan banyak orang yang bisa seberuntung abangku yang entah kebutulan namanya juga Lucky dan semakin sedikitlah orang seperti aku
Kami upvote..
Thansk ya mas..
Follback
bagi bagila untungnya bang hehe