Kripto: Bikin Pusing Xi Jinping, Putin, hingga Bank Sentral
- Kripto: Bikin Pusing Xi Jinping, Putin, hingga Bank Sentral
Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping ( Kenzaburo Fukuhara/Pool via REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang digital cryptocurrency atau kripto masih digilai banyak orang di dunia, bahkan kini sudah menjadi alat pembayaran untuk banyak hal karena dianggap memiliki nilai seperti mata uang konvensional dan lebih efisien.
Apalagi para pemuja koin kripto Bitcoin, Solano, Ethereum dkk ini suka dengan kripto lantaran tidak perlu adanya bank sentral sebagaimana aturan mata uang fisik.
Sejumlah tokoh pun buka suara soal penetrasi kripto ini. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan kripto memang makin merajalela, meski ia mengatakan tidak yakin cryptocurrency dapat menggantikan dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan minyak, misalnya.
Hal ini dikemukakannya dalam wawancara di Moskow, Rabu (13/10/2021). "Terlalu dini untuk berbicara tentang perdagangan sumber daya energi dalam crypto," kata Putin, saat ditanya apakah mata uang digital itu dapat digunakan sebagai alternatif dolar AS, dikutip dari CNBC International, Jumat (15/10).
"Saya percaya itu memiliki nilai. Tapi saya tidak percaya itu bisa digunakan dalam perdagangan minyak," lanjutnya.
Putin mengatakan cryptocurrency belum memiliki dukungan apapun. "Ini mungkin ada sebagai alat pembayaran, tapi saya pikir terlalu dini untuk mengatakan tentang perdagangan minyak dalam cryptocurrency," tambahnya.
Pemimpin Rusia itu juga menandai konsumsi energi besar-besaran kripto sebagai penghalang potensial untuk penggunaannya. Bitcoin membutuhkan banyak daya komputasi untuk memproses transaksi dan mencetak token baru.
Namun, Putin tidak berbasa-basi tentang upaya Rusia untuk menjauh dari ketergantungan penggunaan dolar AS.
"Saya percaya AS membuat kesalahan besar dalam menggunakan dolar sebagai instrumen sanksi. Kami terpaksa. Kami tidak punya pilihan lain selain beralih ke transaksi dalam mata uang lain," akunya.
"Dalam hal ini, kita dapat mengatakan Amerika Serikat menggigit tangan yang memberinya makan," tambah Putin. "Dolar ini adalah keunggulan kompetitif. Ini adalah mata uang cadangan universal, dan Amerika Serikat saat ini menggunakannya untuk mengejar tujuan politik, dan akibatnya mereka merugikan kepentingan strategis dan ekonomi mereka."
Bank Sentral
Selain Putin, Deputi Gubernur Bank of England untuk stabilitas keuangan, Jon Cunliffe, memberikan sebuah pesan baru bagi mata uang kripto. Ia menyebut mata uang digital itu harus diregulasikan agar dapat menghindari ancaman keuangan.
Mengutip CNBC International, dalam pidatonya Rabu (13/10/2021), Cunliffe menyebutkan bahwa pertumbuhan kripto sangatlah luar biasa. Lima tahun lalu pasar aset kripto bernilai US$ 16 miliar, namun hari ini kripto berada di level US$ 2,3 triliun.
"Ketika sesuatu dalam sistem keuangan tumbuh sangat cepat, dan tumbuh di ruang yang sebagian besar tidak diatur, otoritas stabilitas keuangan harus duduk dan memperhatikan," katanya.
Ia menambahkan bahwa aset kripto saat ini masih menimbulkan kekhawatiran akan masalah stabilitas keuangan karena aset itu dinilai tidak memiliki nilai intrinsik dan rentan terhadap koreksi harga yang cukup dalam.
"Pertanyaan ke depan adalah apa yang bisa dihasilkan dari peristiwa seperti itu, jika aset kripto ini terus tumbuh dalam skala besar, jika mereka terus menjadi lebih terintegrasi ke dalam sektor keuangan tradisional dan jika strategi investasi terus menjadi lebih kompleks?"
Lebih lanjut, Cunliffe menekankan bahwa regulator keuangan di seluruh dunia harus mengambil sikap dalam mengatur mata uang digital itu secepatnya. Pasalnya ia menyebut kripto telah menjadi minat banyak orang namun kestabilan harga mata uang digital tersebut belum terbentuk sepenuhnya.
"Meskipun keuangan kripto beroperasi dengan cara baru, standar dan peraturan yang dirancang dengan baik dapat dan harus memungkinkan risiko untuk dikelola di dunia crypto seperti yang dikelola di dunia keuangan tradisional," tambahnya.
Selain Putin dan bank sentral, Jamie Dimon, CEO bank investasi terbesar dunia JPMorgan Chase, juga sudah terang-terangan mengungkapkan bahwa dia bukanlah penggemar bitcoin, aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar saat ini.
"Saya pribadi berpikir bahwa bitcoin tidak berharga," kata Dimon dalam acara Institute of International Finance pada hari Senin, dikutip CNBC Pro, Selasa (12/10/2021).
Tapi, "saya tidak ingin menjadi juru bicara (bagi masyarakat yang kontra bitcoin/aset kripto) - saya tidak peduli. Bitcoin tidak memiliki arti apa pun bagi saya," ujarnya.
Search
HOME
MARKET
INVESTMENT
NEWS
ENTREPRENEUR
SYARIAH
TECH
LIFESTYLE
INSIGHT
OPINI
PROFIL
MARKET DATA
MARKET FLASH
WATCHLIST
CNBC TV
TOPIK
FOTO
VIDEO
INFOGRAFIS
INDEKS
REGISTER LOGIN
IKUTI KAMI
HOME MARKET INVESTMENT NEWS ENTREPRENEUR SYARIAH TECH LIFESTYLE OPINI PROFIL MARKET DATA MARKET FLASH WATCHLIST CNBC TV TOPIK INDEKS
FOTO VIDEO INFOGRAFIS
Home Market Berita Market
Internasional
Kripto: Bikin Pusing Xi Jinping, Putin, hingga Bank Sentral
Tommy Sorongan & Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
MARKET 15 October 2021 11:20
- Apa Kata JPMorgan?
JPMorgan CEO Jamie Dimon (Photo: AP)
Foto: JPMorgan CEO Jamie Dimon (Photo: AP)
Selain Putin dan bank sentral, Jamie Dimon, CEO bank investasi terbesar dunia JPMorgan Chase, juga sudah terang-terangan mengungkapkan bahwa dia bukanlah penggemar bitcoin, aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar saat ini.
"Saya pribadi berpikir bahwa bitcoin tidak berharga," kata Dimon dalam acara Institute of International Finance pada hari Senin, dikutip CNBC Pro, Selasa (12/10/2021).
Tapi, "saya tidak ingin menjadi juru bicara (bagi masyarakat yang kontra bitcoin/aset kripto) - saya tidak peduli. Bitcoin tidak memiliki arti apa pun bagi saya," ujarnya.
"Klien kami sudah dewasa. Mereka tidak setuju. Itulah yang membuat pasar. Jadi, jika mereka ingin memiliki akses untuk membeli sendiri bitcoin, kami tidak dapat menahannya tetapi kami dapat memberi mereka akses yang sah, sebersih mungkin," ujarnya menambahkan.
Dia memegang teguh pernyataan tersebut. Kendati demikian, pada Februari 2019, JPMorgan mengakomodasi keinginan sebagian nasabah dan disebutkan akan meluncurkan mata uang digital yang disebut JPM Coin, dan pada Oktober 2020, perusahaan menciptakan unit baru untuk proyek-proyek blockchain.
Pada bulan Agustus, perusahaan yang ia nakhodai mulai memberikan klien manajemen kekayaannya akses ke dana kripto, berdasarkan laporan CNBC.
Meski aset kripto telah mengalami turbulensi serta naik turun di pasar kelas aset dalam beberapa waktu terakhir, Dimon tetap memegang teguh pandangan anti-crypto-nya.
"Klien kami sudah dewasa. Mereka tidak setuju. Itulah yang membuat pasar. Jadi, jika mereka ingin memiliki akses untuk membeli sendiri bitcoin, kami tidak dapat menahannya tetapi kami dapat memberi mereka akses yang sah, sebersih mungkin," ujarnya menambahkan.
Dia memegang teguh pernyataan tersebut. Kendati demikian, pada Februari 2019, JPMorgan mengakomodasi keinginan sebagian nasabah dan disebutkan akan meluncurkan mata uang digital yang disebut JPM Coin, dan pada Oktober 2020, perusahaan menciptakan unit baru untuk proyek-proyek blockchain.
Pada bulan Agustus, perusahaan yang ia nakhodai mulai memberikan klien manajemen kekayaannya akses ke dana kripto, berdasarkan laporan CNBC.
Meski aset kripto telah mengalami turbulensi serta naik turun di pasar kelas aset dalam beberapa waktu terakhir, Dimon tetap memegang teguh pandangan anti-crypto-nya.
logo
Search
HOME
MARKET
INVESTMENT
NEWS
ENTREPRENEUR
SYARIAH
TECH
LIFESTYLE
INSIGHT
OPINI
PROFIL
MARKET DATA
MARKET FLASH
WATCHLIST
CNBC TV
TOPIK
FOTO
VIDEO
INFOGRAFIS
INDEKS
REGISTER LOGIN
IKUTI KAMI
HOME MARKET INVESTMENT NEWS ENTREPRENEUR SYARIAH TECH LIFESTYLE OPINI PROFIL MARKET DATA MARKET FLASH WATCHLIST CNBC TV TOPIK INDEKS
FOTO VIDEO INFOGRAFIS
Home Market Berita Market
Internasional
Kripto: Bikin Pusing Xi Jinping, Putin, hingga Bank Sentral
Tommy Sorongan & Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
MARKET 15 October 2021 11:20
- Apa Kata JPMorgan?
JPMorgan CEO Jamie Dimon (Photo: AP)
Foto: JPMorgan CEO Jamie Dimon (Photo: AP)
Selain Putin dan bank sentral, Jamie Dimon, CEO bank investasi terbesar dunia JPMorgan Chase, juga sudah terang-terangan mengungkapkan bahwa dia bukanlah penggemar bitcoin, aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar saat ini.
"Saya pribadi berpikir bahwa bitcoin tidak berharga," kata Dimon dalam acara Institute of International Finance pada hari Senin, dikutip CNBC Pro, Selasa (12/10/2021).
Tapi, "saya tidak ingin menjadi juru bicara (bagi masyarakat yang kontra bitcoin/aset kripto) - saya tidak peduli. Bitcoin tidak memiliki arti apa pun bagi saya," ujarnya.
"Klien kami sudah dewasa. Mereka tidak setuju. Itulah yang membuat pasar. Jadi, jika mereka ingin memiliki akses untuk membeli sendiri bitcoin, kami tidak dapat menahannya tetapi kami dapat memberi mereka akses yang sah, sebersih mungkin," ujarnya menambahkan.
Dia memegang teguh pernyataan tersebut. Kendati demikian, pada Februari 2019, JPMorgan mengakomodasi keinginan sebagian nasabah dan disebutkan akan meluncurkan mata uang digital yang disebut JPM Coin, dan pada Oktober 2020, perusahaan menciptakan unit baru untuk proyek-proyek blockchain.
Pada bulan Agustus, perusahaan yang ia nakhodai mulai memberikan klien manajemen kekayaannya akses ke dana kripto, berdasarkan laporan CNBC.
Meski aset kripto telah mengalami turbulensi serta naik turun di pasar kelas aset dalam beberapa waktu terakhir, Dimon tetap memegang teguh pandangan anti-crypto-nya.
Baca: Pecinta Kripto, Ada Pesan Bank Sentral Inggris ke Bitcoin Cs
Baru-baru ini, dia memberi tahu CEO dan jurnalis portal berita Axios, Jim VandeHei, bahwa bitcoin "tidak memiliki nilai intrinsik."
Meskipun dia berpikir bitcoin akan ada dalam jangka panjang, Dimon mengatakan "selalu percaya bitcoin akan menjadi ilegal di wilayah tertentu, seperti jadi saya pikir itu seperti fool's gold."
Dengan kata lain baginya bitcoin adalah sesuatu yang terlihat menjanjikan daripada kondisi sebenarnya, layaknya penambang tertipu dengan menganggap pirit - mineral tembaga sulfida berwarna keemasan - sebagai emas.
Dimon juga memberi tahu VandeHei bahwa menurutnya "regulator akan mengatur bitcoin."
Dimon bisa saja benar, baru-baru ini, pemerintah AS semakin fokus untuk mengatur pasar cryptocurrency.
Apalagi AS kini jadi penyumbang terbesar aktivitas penambangan Bitcoin di dunia, menyingkirkan China. Ini merupakan riset dari Pusat Keuangan Alternatif Cambridge Inggris.
Ini pertama kalinya AS menguasai pasar penambangan Bitcoin. Menurut penelitian tersebut AS kini menyumbang 35,4% hash rate global Bitcoin pada Agustus lalu, kemudian diikuti Kazakhstan dan Rusia.
Adapun China, hash rate-nya jatuh menjadi nol pada Juli lalu. Sebulan sebelumnya, hash rate Bitcoin di China mencapai 44%. Pada 2019 hash rate Bitcoin di China menyentuh 75%, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (15/10/2021).
Hash rate bisa diartikan sebagai ukuran daya komputasi per detik yang digunakan dalam menambang uang kripto. Hash rate penting bagi penambang Bitcoin, semakin cepat maka semakin besar para penambang memecahkan algoritma matematika rumit guna mendapatkan keuntungan.
Saat ini China di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping melarang aktivitas penambangan Bitcoin. Banyak pusat penambangan ditutup paksa oleh pemerintah. Lembaga keuangan, non keuangan, hingga fintech juga dilarang memfasilitasi transaksi uang kripto.
"Jika Anda ingin merelokasi ratusan juta dolar penambang keluar dari China, Anda ingin memastikan wilayah itu memiliki stabilitas geografis, politik dan yuridiksi. Anda juga ingin memastikan adanya perlindungan hak milik pribadi atas aset yang direlokasi," terang Darin Feistein, pendiri Core Scientific, dikutip CNBC International.