Gejala Multi Bencana

in #disaster6 years ago

image

Rabu pagi 30 Januari 2019 tadi, saya berkesempatan bertemu dengan Kepala BMKG RI, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D, beserta rombongannya. Pertemuan itu berlangsung Kantor Gubernur Aceh, ruang Humas dan Protokoler. Ada banyak fakta menarik dan data mengenai Kebencanaan yang disampaikan.

Kebencanaan di Indonesia telah memasuki fase 'gejala multi bencana'. Dimana bencana terjadi secara bersamaan dan tidak antri. Selama tahun 2018, ada tiga catatan penting BMKG Republik Indonesia (RI). Ketiga hal itu adalah frekuensi, multi dan anomali.

"Bencana alam tidak hanya frekuensinya saja yang meningkat, tetapi multi bencana, plus anomali," sebutnya.

Selain itu, ia juga menyebutkan, di Indonesia ada empat provinsi yang menjadi perhatian serius, khusus untuk gempa dan tsunami. Meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bengkulu. Karena menyimpan energi kegempaan.

image

"Masih menyimpan energi kegempaan yang bisa lepas sewaktu-waktu. Sudah masuk periode balik. Cuman belum bisa memastikan kapan waktunya," terangnya.

Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir gempa mencapai 4000 hingga 6000 kali per tahunnya. Hal itu tercatat oleh sensor sekalipun tidak dirasakan manusia. Namun dikatakan Prof Dwikorita, terus mengalami peningkatan. Tahun 2017, gempa mencapai lebih 7000 kali dalam setahun. Sedangkan tahun lalu (2018) kembali meningkat, sebanyak 11500 kali gempa. Yang dirasakan manusia sebanyak 36000 kali lebih.

Selain itu, turut pula dibahas soal kecepatan peringatan tsunami. Selama ini, di Indonesia yang bisa diprediksi akan terjadinya tsunami itu hanya karena gempa tektonik. Dengan kecepatan peringatan 3 hingga 5 menit. Sedangkan di Jepang 3 menit. Hal ini menjadi kendala tersendiri.

"Padahal, khusus di pantai barat Sumatera, tsunami bisa terjadi dalam waktu 2 menit," akunya.

image

Namun begitu, hematnya, Indonesia dan Jepang jauh lebih baik jika dibandingkan negara maju seperti Perancis dan Amerika Serikat yang membutuhkan waktu 7 menit. Untuk itu, salah satu yang solusi yang akan dilakukan dalam waktu dekat adalah memasang sensor-sensor bawah laut. Setelah dipasangkan, juga dibutuhkan waktu setidaknya dua tahun untuk uji coba. Untuk diketahui, selama ini sensor dipasang di permukaan batu. Dikatanya, hanya bisa mendeteksi gempa tektonik.

"Ke depan peningkatan teknologi. Untuk saat ini masih teknologi digital, silahkan mengunduh BMKG di playstore, atau mengikuti Instagram, Twitter maupun Facebook. Khusu untuk peringatan gempa, ada bunyi notifikasinya 'kwek'.. 'kwek'," terangnya.

Tak lupa, ia mengingatkan bahwa menggalakkan kearifan lokal dalam kebencanaan merupakan keniscayaan. Sekalipun ia tak menafikkan pentingnya teknologi. Dicontohkannya, saat gempa terjadi di Kobe, Jepang, 95 persen masyarakat yang selamat karena evakuasi mandiri. Baik itu ditolong keluarga, maupun tetangga.

Sort:  

Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq

Sebaiknya kita harus siap membantu atau ikut berpartisipasi dalam penanganan korban bencana

Posted using Partiko Android