Wakil Rakyat Sang "Malaikat"

in #dpr7 years ago

image

Beberapa waktu yang lalu negeri demokrasi dengan ideologi pancasila yakni Indonesia diguncangkan oleh para penikmat Undang-Undang di Senayan, yaitu di sahkannya Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau yang sering disebut dengan Undang-Undang MD3. Berbagai reaksi anak bangsa mulai bemunculan dengan mengecam Dewan Perwakilan Rakyat yang telah merusak tatanan demokrasi yang kita agung-agungkan selama ini. Bagaimana tidak, dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa siapa saja yang menghina anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat dipidana, sehingga dalam benak saya muncul sebuah pertanyaan “apakah Dewan Perwakilan Rakyat itu malaikat?” yang suci dan tidak berdosa dalam menjalankan tugasnya mewakili rakyat di parlemen.
Berbicara pasal penghinaan, kita jangan lupa demokrasi yang digagas oleh ariestoteles itu ada dua, yakni demokrasi secara langsung dan demokrasi secara tidak langsung, karena Indonesia menganut sistem demokrasi secara tidak langsung maka lahirlah lembaga perwakilan rakyat yaitu Dewan Perwakilan Rakyat. Nah karena Dewan Perwakilan Rakyat adalah perwakilan rakyat, kenapa rakyat yang mengkritik bisa dipidana? Ini adalah suatu hal yang tidak rasional secara teoritis.
Melihat kondisi dan situasi lembaga perwakilan rakyat yang mulia hari ini, saya jadi teringat dengan apa yang dikatakan presiden ke empat republik Indonesia yaitu Abdurrahman wahid atau yang sering dikenal dengan sebutan gus dur, beliau mengatakan bahwa ada tiga jenis setan di dunia ini yaitu :
Setan jenis pertama dari golongan JIN, setan jenis ini kalau dibacakan ayat suci atau ayat kursi langsung kabur terbirit-birit, pokoknya langsung minggat.
Setan jenis kedua kurang lebih sama, kalau dibacakan ayat-ayat suci dan mendengar adzan akan kabur alias minggat.
Setan jenis ketiga, setan jenis ini agak bandel, dibacakan ayat-ayat suci atau ayat kursi tidak pergi, malah matanya mendelik dan nantang, mulutnya ngomyang (Jawa) atau ngomong tidak jelas, di ruqyah juga tidak mau pergi jenis setan ini, malah nantang-nantang. Saking jengkelnya dilempar kursi sekalian, eee malah jadi rebutan kursinya.
Anacaman lain dengan disahkannya Undang-Undang MD3 yaitu Dewan Perwakilan Rakyat atau wakil rakyat ingin punya Hak Imunitas yang tidak bisa dituntut atau dipidanakan dalam menjalankan tugasnya. Padahal seorang Presiden dan Wakil Presiden saja tidak punya Hak Imunitas, kalau dipanggil oleh penegak hukum baik sebagai saksi atau dimintai keterangan wajib hadir. Masyarakat kembali bertanya Apakah perwakilan rakyat ini sangat otoriter? Kalau aturan hukumnya seperti ini tentu saja masyarakat berpandangan demikian.
Berbicara lembaga perwakilan rakyat, tentu tidak terlepas dari partai politik sebagai moda transportasi demokrasi. Partai politik sangat berperan dalam mewujudkan ruh demokrasi di negeri ini. Akan tetapi kembali lagi bagaimana konsep demokrasi yang sebenarnya, ahli filsuf dari yunani Ariestoteles dalam salah satu teks karyanya yang disebut dengan Politeia,atau Politics menyebutkan bahwa negara adalah ciptaan dari alam, dan manusia secara alamiah adalah binatang yang politis, dalam artian bahwa manusia adalah mahluk yang membentuk polis, atau kota, atau komunitas politis. Adapun negara demokratis menurut ariestoteles adalah komunitas orang-orang bebas, arti bebas disini bukan hanya bebas memilih akkn tetapi juga bebas untuk berbicara. Penguasanya mengabdi pada kepentingan rakyat, bukan karena Tuhan memerintahkannya, melainkan karena ia tahu, pola semacam itu juga baik untuk dirinya.
Di Indonesia sekarang ini, demokrasi adalah sistem politik yang digunakan. Karena Indonesia menggunakan demokrasi sebagai sistem politiknya, maka konsepnya adalah komunitas orang-orang bebas. Melihat perkembangan demokrasi hari ini di Indonesia maka argumen sentral Aristoteles, yakni demokrasi sebagai komunitas orang-orang bebas, belumlah menjadi roh demokrasi di Indonesia.
Biasanya dalam suatu negara di belahan dunia manapun yang mempunyai sifat otoriter dan anti kritik atau punya kekebalan hukum adalah penguasa suatu pemerintah negara tersebut. Bisa seoarang Raja, Sultan, Amir/Emir dan atau Presiden. Jadi yang punya sifat otoriter dan anti kritik adalah eksekutif, bukan legislatif. Tetapi dengan disahkannya Undang-Undang MD3 ini di negara kita jadi terbalik, legislatif yang otoriter dan antik kritik, bukan eksekutif, yaitu Presiden. Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak ke empat di dunia yaitu lebih dari 250 juta penduduk, apakah ini pertanda Indonesia bakal menuju negara yang otoriter dan antikritik.
Yang paling miris sekali dalam Undang-Undang MD3 yang baru adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menjadi tersangka oleh penegak hukum, yaitu kepolisian atau kejaksaan harus izin presiden. Kita ketahui bahwa kedudukan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat adalah setara, dan Presiden bukan atasan Dewan Perwakilan Rakyat, kalau harus izin Presiden, terus kalau Presiden dan Wakil Presiden mau diperiksa oleh penegak hukum, harus izin siapa? Padahal setiap lembaga tinggi Negara memiliki check and balances.
Dewan Perwakilan Rakyat Wajib Fokus Pada Tupoksinya
Dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa hubungan antara Majelis Permusayawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat itu merangkap sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu, anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat akan menggunakan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai sarana untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan politik dan strategi Majelis yang harus dilaksanakan oleh lembaga-lembaga lainnya. Dengan diberikannya hak angket, hak amandemen, hak interpelasi, hak budget, dan hak Tanya Dewan Perwakilan Rakyat dalam melakukan pengawasan tersebut.
Sebagai partner legislatif dari Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan persetujuan setiap pembentukan Undang-Undang (PasaL 20 ayat (1) UUD 1945). Jika suatu rancangan Undang-Undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan Undang-Undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat masa itu, ( pasal 20 ayat (2) UUD 1945). Demikian juga halnya dalam menentukan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara harus ada persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Jika Dewan Perwakilan Rakyat menolak untuk memberikan persetujuannya terhadap anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu (pasal 23 ayat (10) UUD 1945).
Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya memaksimalkan kewenangan yang diberikan oleh konstitusi yaitu undang-undang dasar 1945 tersebut untuk menjamin terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat. Sebagai lembaga perwakilan rakyat Dewan Perwakilan Rakyat wajib memberikan kepercayaan kepada rakyat dalam hal menyuarakan aspirasi rakyat, bukan malah membuat aturan hukum yang pada intinya “mengunci” mulut rakyat.
Lembaga Perwakilan Rakyat Harus Dinamis
Kalau hari ini Dewan Perwakilan Rakyat menjadi salah satu lembaga tinggi negara yang anti kritik, bagaimana negara mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan digital dan era milenial ini. Bayangkan berapa banyak orang akan masuk BUI hanya karena dengan menggerakkan jarinya di keybord komputer atau dilayar smartphone dengan menulis sedikit kata-kata yang menyinggung perasaan angota Dewan Perwakilan Rakyat yang mungkin kesal dengan kinerja wakilnya sendiri di parlemaen.
Kita sebagai rakyat tentu sangat prihatin dengan disahkan Undang-Undang MD3 ini, padahal sangat banyak Undang-Undang lain yang harus diperbaharui atau di revisi karena sudah tidak up to date lagi dalam masyarakat, dan masih banyak hal-hal lain yang memerlukan suatu payung hukum yang kuat. Masyarakat menilai Dewan Perwakilan Rakyat cendrung lebih mengedepankan kuantitatif daripada kualitatif dalam pembentukan undang-undang, hal ini terbukti dengan disahkan beberapa undang-undang oleh dewan perwakilan rakyat langsung ada pihak yang mengajukan judicial review ke mahkamah konstitusi.
Salah satu fungsi dewan perwakilan rakyat adalah mengawasi kinerja pemerintah, yang seharusnya lebih banyak memberikan kritik kepada pemerintah terhadap kinerja yang tidak sesuai dan tidak dirasakan manfaat secara langsung oleh rakyat. Akan tetapi kenyataannya hari ini banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang “no coment”, hanya beberapa anggota saja yang berani memberikan kritik secara lantang kepada pemerintah. Apakah mereka tidak tau fungsinya atau memang duduk di parlemen bukan mewakili rakyat akan tetapi mewakili kepentingannya sendiri.
Semoga wakil rakyat di parlemen di berikan petunjuk dan harus banyak memberikan kritik kepada pemerintah sebagai lembaga yang diawasinya, bukan sebaliknya dewan perwakilan rakyat yang anti kepada kritik.

Sort:  

Congratulations @ibnuwahid! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 1 year!

Click here to view your Board

Support SteemitBoard's project! Vote for its witness and get one more award!

Congratulations @ibnuwahid! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!