SEJARAH dan KONDISI DEFORESTASI dan DEGRADASI LAHAN (bilingual)

in #esteem7 years ago

DSC_0017.JPG

ENGLISH

Seeing the condition of the forest area today must have the cause of the various processes of good treatment of human behavior and policy factors of the government. Dynamic changes in forest management impact on deforestation and land degradation, and related rehabilitation programs implemented in the past and present. The forest management policies in Indonesia over the last fifty years are included in four major periods with their respective priorities. During the 1950s to 1975 the main concern was the expansion of agriculture, whereas the issuance of forest concession rights was a top priority from 1975 to the 1990s, while the early 1990s to 1997 focused on forest management outside forest areas. In the last period from 1998 to the present, Indonesia experienced a major political change with the turn of the New Order into the Reform Era. Changes in forest management policies are always in line with the aim of improving national economic conditions. These dynamic changes also have an impact on increasing deforestation rates, on ecological and livelihood aspects of communities, and on past and present rehabilitation programs.

The drivers of deforestation and land degradation are becoming increasingly complex and encompassing various aspects. There are two kinds of driving factors that cause deforestation, which are direct drivers and indirect drivers. The immediate cause is illegal logging, illegal logging, and wildfires that can not be controlled and often occur, especially during long dry seasons. Indirect causes, among others, are market failures (eg improper timber pricing), policy failure (eg 20 years of non-inclusive concession permit for enrichment planting), and other socio-economic and political issues in general . Since the mid-1990s to the present, apart from the ongoing forest fires, and errors in the management of forest concession areas, other complex issues include the transition period from a centralized government system to a decentralized system, forest conversion to other uses (eg coconut plantations palm oil, illegal logging, and massive forest encroachment, usually with the aim of forest conversion, especially for agricultural and plantation development.

INDONESIA

Melihat kondisi kawasan hutan dewasa ini tentunya memiliki penyebab dari berbagai proses perlakuan baik itu dari tingkah laku manusia maupun faktor kebijakan dari pemerintah. Perubahan yang dinamis dalam pengelolaan hutan berdampak pada deforestasi dan degradasi lahan, serta program rehabilitasi terkait yang dilaksanakan pada masa lalu dan masa sekarang ini. Kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia selama lima puluh tahun terakhir termasuk dalam empat periode utama dengan prioritasnya masing-masing. Selama tahun 1950-an hingga tahun 1975 perhatian utama tertuju pada perluasan pertanian, sedangkan penerbitan ijin hak pengusahaan hutan menjadi prioritas utama dari tahun 1975 sampai tahun 1990an, sementara awal tahun 1990-an hingga 1997 terfokus pada pengelolaan hutan di luar kawasan hutan. Pada periode terakhir dari tahun 1998 sampai sekarang, Indonesia mengalami perubahan besar di bidang politik dengan pergantian dari Orde Baru ke Era Reformasi. Perubahan dalam kebijakan pengelolaan hutan selalu sejalan dengan tujuan perbaikan kondisi perekonomian nasional. Perubahan yang dinamis tersebut juga berdampak pada peningkatan laju deforestasi, pada aspek ekologi dan penghidupan masyarakat, dan pada program rehabilitasi yang dilaksanakan pada masa lalu dan masa sekarang ini.

Faktor pendorong deforestasi dan degradasi lahan menjadi semakin kompleks dan mencakup berbagai aspek. Ada dua macam faktor pendorong yang menyebabkan deforestasi, yaitu faktor pendorong secara langsung dan faktor pendorong tidak langsung. Penyebab langsung adalah kegiatan penebangan hutan, penebangan liar, dan kebakaran hutan yang tidak dapat dikendalikan dan sering terjadi, terutama pada musim kemarau yang panjang. Penyebab tidak langsung, antara lain, adalah kegagalan pasar (misalnya penetapan harga kayu yang terlalu rendah), kegagalan kebijakan (misalnya pemberian ijin HPH selama 20 tahun yang tidak menjadi insentif untuk melakukan penanaman pengkayaan), serta persoalan sosial-ekonomi dan politik lainnya secara umum. Sejak pertengahan tahun 1990-an hingga sekarang, selain dari kebakaran hutan yang terus terjadi, dan kesalahan dalam pengelolaan areal konsesi hutan, masalah yang kompleks lainnya termasuk periode transisi dari sistem pemerintahan yang sentralistik ke sistem desentralistik, konversi hutan untuk penggunaan lain (misalnya perkebunan kelapa sawit), penebangan liar, dan perambahan hutan secara besar-besaran, biasanya dengan tujuan konversi hutan, terutama untuk pengembangan pertanian dan perkebunan.

Regards,
@alkhalidi92