(Story) Surat Keyra untuk Amira
Dingin kembali memeluk malam. Semilir angin mengelus lembut seluruh ruang kerja Amira. Hanya teh hijau hangat dan roti rendah kalori teman deadline Amira pada malam itu. Padahal sudah 3 hari ini Jakarta diguyur hujan. Sehingga dingin begitu menyesap tanah dan membuat kaku permukaan pori-pori siapapun.
Namun Amira sengaja memilih menu tersebut di malam hari, demi mengingat resiko kesehatannya bila tidak dijaga sejak dini. Karena ayahnya pergi untuk selamanya di usia 30 tahun tersebab penyakit gula yang diderita. Dan sekarang ibunya juga mengidap penyakit yang sama, sehingga Amira selalu mewanti-wanti dirinya dengan apa yang dikonsumsinya.
Sudah hampir dua bulan ini Amira tidak mengirim uang untuk ibu dan adik-adiknya di kampung. Bahkan telpon dan pesan-pesan dari kampung diabaikan. Karena dia tidak ingin diganggu oleh hal yang sudah jelas permasalahannya, minta uang untuk bayar sekolah adiknya, bayar air, listrik, berobat rutin ibunya, rok seragam Rohana yang kekecilan, susu Bayek habis, sepatu Ulin yang jebol, dan sederet laporan lainnya yang hanya menambah sempit ruang oxigen otaknya. Yang ada dalam pikiran Amira hanya kerja, kerja, kerja.
Namun entah mengapa malam itu Amira ingin sekali membaca pesan terakhir dari Keyra adiknya yang selalu optimis, energik tapi sering kaku bahkan terkadang konyol menurut ukuran rata-rata. Mungkin juga karena sudah terlalu lama tidak ada kontak dengan keluarga, sehingga naluri homesicknya kembali mewujud, walau dia sendiri banyak terbebani oleh tugas kantornya.
........
Kak Amira, alhamdulillah ibu hingga saat ini masih seperti biasa, puasa Senin Kamis, kadang juga puasa Daud ( sehari puasa sehari tidak) seperti saran kakak selama ini untuk menunjang kesehatan ibu. Namun pada Senin kemaren, saat dia puasa tiba-tiba kepala ibu pusing tak terkira pada saat maghrib menjelang tiba.
"Keyra, kamu di mana?"
"Ya bu, aku di kamar sebelah" (sambil berlari kecil mendekati ibu)
"Mengapa kepalaku sakit sekali nak?
"Mungkin tensi ibu sedang turun, karena selalu berpuasa akhir-akhir ini. Bagaimana kalau ibu minum bodrex saja?"
"Loh, ibu kan puasa. Sayang-sayang ah, sebentar lagi waktu berbuka"
" Itulah OKnya bodrex bu, bisa diminum kapan saja"
........
Amira hanya senyum-senyum sendiri membaca tulisan adiknya Keyra yang tak pernah lelah merawat ibu dan kelima adiknya. Dan Amira baru sadar bahwa jam sudah menunjukkan dini hari, sebentar lagi deadline harus segera diserahkan ke pimpinan redaksinya.