Bibit dan janda
“Bibik ketemu sama perempuan yang kebetulan tetangga bibik. Dia itu janda sama kayak bibik, bedanya dia punya empat anak. Tapi kok bisa ya dia menuhi semua kebutuhan anaknya, dia kan cuma pembantu. Dari situ bibik belajar dari pengalaman dia”
“Tergerak lah hati bibik ngeliat dia. Masa bibik cuma bawa satu anak ga bisa menuhi kebutuhannya, sedangkan dia empat enak bisa”
Pertemuan dengan wanita tersebut telah mengubah kehidupan Wati. Pola pikir, prilaku, dan semua kebiasaannya berubah semenjak ia berjumpa dengan Wanita tersebut. Wanita tersebut akhirnya menjadi sesosok figure yang ingin ia tiru dan ia sangat berharap bisa menjadi seperti perempuan itu. Proses belajar dari pengalaman orang lain membuat ia menjadi merasa percaya diri dengan kehidupannya pada saat itu. Ia akhirnya melakukan vicarious learning.
“Kamu kan bisa, sementara kamu hanya bawa anak satu. Sedangkan aku, ko tengok aku, aku bawa anak empat. Kenapa aku bisa membesarkan anak saya dengan hasil gaji saya sebagai pembantu? Kan gitu..jadi kau harus bangkit. Jadi, jangan kau terpuruk seperti ini.Itulah omongan tetangga saya tadi, teman saya kerja tadi.Jadi sehingga dari situlah saya bisa istilahnya bergiat lagi, istilahnya gimana bilang ya, bangkit itu tadi, bangkit lagilah hatiku ini tadi. Iya,gitu lah itu istilahnya.”
Satu hal yang dipelajari Wati pada saat itu adalah emotion focuses coping yaitu belajar mengontrol perasaannya. Ia belajar bahwa perasaan sedih dan stress bisa berkurang jika ia mengingat anaknya. Ketika ia mengingat anaknya, ia mendapatkan motivasi untuk berusaha lebih giat dalam mengubah kehidupannya demi masa depan anaknya.
“Kalau kau stress, langsung saja kau ingat anakmu. Gak mau kau dia susah kan. Jadi kalo dia langsung kau ingat, pasti kau makin semangat. Itu yang dibilang dia sama bibik.”
“Semenjak bibik jumpa sama dia, bibik sudah bisa ngontrol emosi bibik. Bibik ga mau lagi sedih-sedih, stress-stress, ntah kyakmana pun itu. Yang penting anak bibik bisa bahagia sudah cukup.”
Setelah beberapa hari bersama-sama dengan Wanita tersebut, kekhawatiran yang selama ini ia rasakan sedikit demi sedikit mulai hilang. Ia tidak lagi cemas dalam berinteraski dengan orang lain. Di tambah lagi, ia telah mendapatkan seorang teman yang sangat mengerti mengenai dirinya. Wanita tersebut merupakan teman pertama Wati semenjak ia berhenti sebagai PSK.
“Bibik sudah ga khawatir lagi semenjak bibik ketemu sama Ani. Kondisinya sama kayak bibik, dan dia nerima bibik apa adanya. Dia juga yang membuat bibik jadi kayak gini sekarang.”
Ia juga telah mampu memandang dirinya dengan positif sesudah mendapatkan nasihat dari wanita tersebut (positive self perception). Ia merasa jika ia terus memandang dirinya negatif maka ia akan tetap terjebak di masa lalunya. Akhirnya ia sudah tidak lagi memandang dirinya hina dan mulai merasa bahwa dirinya juga berharga sama seperti orang lain.
“Yaa, bibik sudah mandang diri bibik, kayakmana ya… ya positif gitu. Dulu aja nya gak. Sekarang bibik dah ngerasa berharga gitu.”
“Ga guna bibik rasa lemas-lemas ga jelas gitu.. harus semangat lah, anak satu. Kayakmana pun bibik kan punya anak, jadi bibik ga boleh lagi mandang diri sendiri hina gitu. Gitu pun dulu bibik kan sekarang ga lagi”
Alhasil, setelah beberapa bulan tinggal bersama dengan wanita tersebut. Stress yang dirasakannya mulai berkurang dan ia tidak merasa terbebani lagi oleh permasalahan yang dihadapinya. Wati akhirnya melakukan resiliensi dan mampu bangkit dari keterpurukannya. Ia sudah tidak lagi pasrah menerima kehidupannya, melainkan ia mulai yakin kembali untuk merubah kembali kehidupannya.
“…saya memikirkan ini tadi kan, orang terpuruk ini tadi kan ga selamanya. Jadi, jadi dari keterpurukan saya ini tadi, saya bangkit kembali.Saya bisa, sedangkan orang yang mempunyai anak dua anak tiga saja bisa dihidupkannya.Kenapa saya membawa satu anak saja saya tidak bisa.Gitulah dalam hati saya.”
Sesudah ia dapat bangkit kembali, ia melakukan stress appraisal. Ia menyadari bahwa sumber permasalahn yang ia hadapi selama ini bukanlah statusnya sebagai mantan PSK, melainkan karena ia tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Dengan demikian, Wati berprinsip bahwa satu-satunya cara untuk mengubah kehidupannya menjadi lebih baik adalah dengan bekerja.
“Bibik ngerasa kalo masalah bibik itu bukan karena bibik pernah kerja jadi itu. Kurasa karena ga kerja nya, ga ada uang. Tau lah kalo ga ada uang, pasti stress kan.”
Dengan berbagai usaha yang dilakukan oleh Wati dalam mencari pekerjaan, akhirnya ia memperoleh pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Penghasilan yang diperoleh memang tidak banyak, tetapi Wati sudah merasa cukup bahagia dengan apa yang ia peroleh pada saat itu; uang dari pekerjaan yang halal. Selain itu, Wati mempunyai pemikiran bahwa bekerja merupakan satu-satunya cara yang dapat dia lakukan untuk menghilangkan stress. Dengan bekerja, ia dapat melupakan semua permasalahan dan masa lalunya. Ditambah lagi, focus utama ketika Wati bekerja adalah anak. Sehingga semua pemikiran negatif langsung teralihkan ketika ia mengingat anaknya.
“Semakin bibik serius kerja waktu itu, seakan-akan hilang semua stress bibik. Ga lagi macam dulu bibik”
“Memang kan kalau masa lalu ini kan tidak segampang kita membalikkan telapak tangan.Sedikit banyaknya itu tadi pasti ada teringat masa lalunya itu tadi. Cuma, ga saya bawa ambil hati, ga saya ambil hati, saya bekerja dengan kesibukan saya sendiri, gitu.”
“Bibik kan kerja untuk anak bibik. Jadi Cuma dia yang ada di pikiran bibik waktu kerja. Jadi stress karena semuanya tu jadi hilang”
“Yang saya pikirkan tadi cuma satu, anak saya.Gimana dia supaya dia maju, gimana dia supaya biar bisa ini, gimana dia bisa seperti temannya gitu.Itulah dalam hati saya.”
Hal – hal positif yang dirasakannya pada saat itu telah membuat Wati manerima dirinya apa adanya. Ia telah melakukan self acceptance. Ia menerima bahwa dulunya ia pernah bekerja sebagai seorang PSK, tetapi sekarang ia sudah berubah. Ia merasa bahwa masa lalu akan menjadi pengalaman berharga di masa sekarang.
“Waktu itu,… waktu itu.. ya bibik dah bisa nerima semuanya dari bibik. Apa.. yang dulu bibik lakukan ya sudah bibik terima. Orang memang benar kan. Tapi bibik kan gak selamanya di situ. Sekarang bibik dah berubah kali, kali pun”
pinterest.com
Sesudah lima bulan bekerja sebagai PRT, ia mulai sadar bahwa Tuhan pasti memberikan jalan yang terbaik bagi dirinya. Ketika ia terpuruk, ia sama sekali tidak mengingat Tuhan. Tetapi, ketika ia sudah memeproleh kehidupan yang lebih baik, ia merasa bahwa Tuhan masih bersama-sama dengannya.
“…dengan bekerja sebagai ibu rumah tangga sebagai kerja rumah tangga lah seperti pembantu lah bisa dibilang seperti itu, katakan kerja pembantu gitu, memang ya tidak mencukupi, Cuma ya, ya sudah saya syukuri daripada saya menjalankan itu selamanya, dosanya tadi tak terampuni.”
“…Cuma ya saya berdoa juga, dengan diiringi dengan sholat, mudahmudahan lah itu tadi terjalani semua.”
“Setiap bibik berdoa, bibik ngerasa semua masalah bibik pasti selesai. Jadi ampuh kali untuk ngilangin stress.“
Bulan berikutnya, Wati mendapatkan pekerjaan baru yang memiliki penghasilan lebih besar, yaitu sebagai pelayan restoran. Wati merasa bahwa usaha yang ia lakukan selama ini tidak sia-sia.
“Bersyukur kali bibik. Ga sia-sia bibik serius kerja dari dulu. Pasti ada hasilnya”
Keseriusan Wati dalam bekerja membuat ia menjadi seseorang yang workaholic. Ia menjadi seorang wanita yang hanya focus dalam bekerja tanpa memperhatikan lingkungan. Ia tidak peduli dengan hubungan interpersonal dengan orang lain. Wati merasa bahwa pada saat itu, tidak ada yang lebih penting selain bekerja, bahkan teman pun sama sekali tidak penting. Ia menajadi sesosok wanita yang sangat individualis. Telah transisi pada kehidupan Wati dalam hal menghadapi pekerjaan yang baru.
“Ga penting kali sih orang lain untukku kemarin itu. Mau gimanalah, mereka ga ada yang bantu, ga ada yang bisa buat aku sama anakku bahagia. Jadi buat apa lah…Yang paling penting aku kerja, anakku senang, sudah cukup lah itu.”
Sikap Wati seperti itu membuat dirinya mengabaikan hubungan soisal dengan orang lain. Interaksi dengan orang lain hanya sebatas komunikasi saja tanpa berupaya membangun hubungan yang lebih dekat.
“Komunikasi sih komunikasi, tapi ga terlalu dekat sih.. bibik memang ga khawatir lagi, Cuma bibik kan malas kalau mereka ntar tau bibik dulu gimana. Jadi… jadi.. eh..mending ga usah akrab kali, sebatas ngomong aja”
Sikap individualis Wati didorong oleh tuntutan menjalankan peran sebagai seorang ayah bagi anak (role change). Ia merasa dengan ia bekerja dengan sangat keras ia dapat membahagiakan anaknya.
“Yang penting untuk bibik waktu itu ya kerja.. Buang –buang waktu sama orang lain. Bibik orang susah, jadi mau ga mau harus kerja keras”
“Orang lain itu ga bantu pekerjaan kita, justru bikin lambat. Bikin susah kalo dekat-dekat sama orang kayak gitu.”
“Orang lain kan ga tau hidup kami gimana, jadi ga penting juga berhubungan sama orang kayak gitu.”
pinterest.com
Meskipun ia telah menjadi seseorang yang individualis, ia merasa kehidupannya menjadi lebih baik. Berkat sikapnya yang seperti itu, ketakutannya akan masa lalu mulai menghilang. Ia sama sekali tidak peduli jika orang lain mengetahi kehidupannya di masa lalu.
“Ya..itu ya…. Ga masalah… terserah… kalau memang mau ngomong apa sama saya ya… saya pun bisa menjawab, gitu… urusan saya kok kamu campuri…gitulah gitu omongan saya itu.”
“saya gak ada merasa takut, khawatir pun ga.. kalo memang istilahnya ketahuan itu ya sudah. Seperti yang saya katakana tadi , seandainya dia ngomong sama saya, kan saya bisa menjawab, saya bisa ngomong, urusan saya kan saya, jadi kenapa kamu campuri, uruslah urusanmu, jangan kau sok mengurusi diriku. Gitulah istilahnya jawaban saya ini tadi. Jadi kan sudah ada saya siapkan jawaban gitu. Seandainya orang tau, gitu.”
Seperti itulah kehidupan yang dijalani Wati selama 1 bulan bekerja sebagai pelayan restoran. Bukan berikutnya, muncul teman dan klien Wati pada saat ia masih bekerja sebagai PSK mulai mengganggu dirinya lagi. Klien-klien tersebut meminta Wati melayani mereka kembali dengan imbalan yang sangat besar. Hal tersebut mengakibatkan munculnya konflik dalam diri Wati, antara ia harus bertahan di pekerjaan dengan gaji pas-pasan atau melayani mereka dengan imbalan yang sangat besar. Hal tersebut membuat Wati merasa stress kembali, ditambah lagi ia harus mengingat kembali masa lalunya.
“Kemaren itu bibik sempat stress kali. Bibik diajak lagi melakukan itu. Bayarannya pun besar kali. Kalau misalnya bibik lakukan, kan cepat kali dapat uang kemaren itu. Bingung juga milihnya kemarin”
Tidak ada teman-teman Wati yang membantunya menghadapi permasalahan tersebut. Hal ini dikarenakan karena sikap Wati yang juga tidak memperdulikan lingkungannya.
“Ga ada juga kawan bibik yang peduli sama itu, diamnya semua. Tapi bibik ga peduli kali..”
Tidak mau terjebak untuk kedua kalinya membuat Wati menolak ajakan tersebut. Walaupun imbalan yang diperoleh besar, Wati merasa bahwa melakukan itu akan merusak semua hal yang dilakukannya selama ini.
“Bibik gak mau berdosa lagi, jadi bibik tolak aja. Bibik bilang sama mereka kalau bibik sudah tobat.”
“Kalau bibik layani lagi mereka, apa gunanya perjuangan bibik selama ini. Daripada semua rusak, anak pun ada masa kecil, lebih baik ga usah lagi lah.”
pinterest.com
Penolakan yang ia lakukan tersebut akhirnya membuat ia sadar bahwa ia harus membuang semua masa lalunya. Akhirnya, Wati memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan satu orangpun dari masa lalunya dan memilih untuk menjalani hidupnya yang sekarang.
“iya, sudah membuang, mengubur masa lalu saya lah.. saya ini sudah … kalau bisa jangan orang lain tahu, hanya saya lah yang tahu gitu.”
“Ya, saya memandang memang sudah istilahnya… sudah… sudah… kayakmana di bilang ya… memang saya anggap itu tadi ya… angin lalu gitu aja….”
“Anggap aja ga pernah ada lah, secara hidupku sudah baru sekarang”
Setelah lima bulan bekerja sebagai pelayan toko, Wati memutuskan pindah dan bekerja dalam sebuah pabrik karena penghasilannya lebih tinggi. Di tempat itu lah ia bertemu dengan seorang pria. Pada saat itu, ia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan pria tersebut dan akhirnya menikah. Pada saat itu, Wati merasa bahwa semua yang dilakukan olehnya selama ini adalah salah, karena ia telah mengabaikan perannya sebagai seorang ibu. Sesudah ia menikah, ia memutuskan untuk berhenti bekerja dan memberikan perhatian khusus pada anaknya.
“Lama-lama bibik ngerasa ga ada bedanya yang sekarang sama dulu. Bibik kerja keras sekarang memang untuk anak, tapi perhatian ke anak kan jadi kurang juga. Jadi bibik berhenti kerja siap nikah, supaya bisa jadi mamak yang baik.”
“Waktu bibik sudah nikah, kan sudah ada yang jadi bapak. Jadi ya bibik tinggal ngasuh anak sama jadi istri saja.”
THE END
Congratulations @bidari! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!