(Story) The Watch

in #esteem7 years ago

Ini adalah kisah fiktif. Pelaku, lokasi dan waktu hanya khayalan semata

22:00

Tumpukan file berserakan tanpa ada yang dirapikan. Seorang pria muda sedang sibuk menganalisis tumpukan berkas di hadapannya.

Ia menganalisis dengan seksama, sesekali ia mencoba mempertajam sorot matanya, mengulangi analisisnya di berkas itu. Tidak ada yang salah, ia yakin itu.

Jemarinya lantas mengetik dengan cepat.

'Harusnya ini sudah benar', batinnya.

Ia lantas merogoh HP di kantong celananya.

"Aishhh, sudah jam 10 malam, aku harus bergegas pulang"

Ia bergegas merapikan mejanya, mengambil tas kerjanya berkemas untuk pulang.

...

Ia berjalan di pelataran parkir kantornya dengan tergesa. Ia menjinjing tas kantornya, lantas menekan kontak mobilnya.

Sesaat ia melihat sekelilingnya, ia merasakan aura yang aneh. Namun ia abaikan itu.

Ia segera masuk ke dalam mobil MPV nya, sejenak ia memasang belt-safe dan memacu mobilnya perlahan.

Namun, ....

Sebuah truk dari arah samping mobilnya berkecepatan penuh mengarah ke mobilnya. Ia panik seketika.

"A. . Apa-apa an ini !!", teriaknya sembari mencoba melepas belt-safe.

'BRAKKKKK !'

Mobil itu terhempas jauh. Sementara truk itu berlalu pergi.

Pria itu bersimbah darah. Sesaat sebelum ia kehilangan kesadarannya, ia mencoba merogoh tasnya.

Namun, ia telah lemas dan meregang.

"Seorang Detektif tewas diakibatkan rem blong hingga terguling"

Suara itu menggema di seantero televisi negeri.

Ia lantas mematikan televisinya.

"Menjemukan", ucapnya sembari melangkah ke arah balkon apartemennya.

Ia menyeruput sedikit kopi Americanonya, lantas menyebulkan udara dari mulutnya. Ada uap panas mengepul berbau kopi pekat.

"Ini aneh", ia seakan menyadari ada yang ganjil dari kejadian di televisi tadi.

Ia lantas bergegas pergi ke TKP.

...
Kerumunan orang melihat TKP sudah nampak di kejauhan. Banyak yang menduga jika detektif ini dibunuh atau sengaja ditabrak, namun bukti yang ada adalah 0.

image

Ia turun dari mobilnya. Lantas berjalan ke arah TKP. Sesekali sorot matanya tajam menyisir setiap sudut bangunan.

"Indonesia! Negara yang jarang bahkan di jalan rayanya tak ada CCTV sama sekali dan jalan ini semalam kosong melompong", ujarnya.

Ia melihat ruas jalan dengan saksama. Bahu jalan dengan gedung sekitar, jaraknya cukup jauh. Sehingga kemungkinan adanya CCTV yang merekam sangatlah kecil.

"Hmmm. Aku harus berpikir lebih jeli"

Ia menghampiri seorang petugas polisi.

"Bagaimana menurut laporan hasil autopsi?"

"Nihil! Murni kecelakaan tunggal dan ia sepertinya mabuk"

"Aneh. Seakan terlalu sempurna untuk itu"

"Si. . Siapa kamu?"

Ia merogoh kantongnya. Menunjukkan ID Card nya.

"Ma. . Maafkan kami, Pak"

"Saya adalah detektif Finz", ucapnya sembari memasukkan kembali ID Cardnya ke dalam bajunya.

"Apa yang bisa saya bantu, Pak?", ucap Polisi itu dengan tingkah gagap penuh salah.

"Tolong jawab semua pertanyaanku"

Finz. Adalah seorang detektif pria berusia 23 tahun. Pendek, berambut putih dan memiliki bola mata berwarna merah di sisi kiri dan biru di sisi kanan. Kelainan ini menyebabkannya terkadang mengalami auto-halusinasi akut, sehingga ia tak dapat lepas dari obat-obatan.

Finz mendapatkan beberapa keterangan dari Petugas Polisi itu.

"Ia mati pukul 22:05 dengan keadaan mabuk berat"

Ia berpikir dengan penuh keganjalan di hatinya.

"Dimana aku bisa mendapatkan data riwayat hidupnya?"

"Di Kantor Pusat DPN*. Harus ada akses dari petinggi untuk itu dan prosesnya sangat sulit"

*Dewan Petinggi Negara.

"Bagaimana dengan vivre-card*?"

*Vivre-card adalah kartu akses khusus yang diberikan Presiden kepada seseorang atas tugas yang ia pikul.

"Vi. . Vivre-card?"

Finz menunjukkan kartu itu kepada petugas di hadapannya. Kartu berwarna hitam pekat dan hanya ada garis emas timbul lurus horizontal di sisi atas kartu.

"Ba. . Bagaimana Anda bisa memilikinya, Pak?"

"Kau tak perlu tahu itu. Dan sepertinya kartu ini bisa kupakai"

Gedung DPN

Finz melangkah masuk dengan langkah cepatnya. Ia seakan terburu-buru.

"Aku harus menyisir biodatanya terlebih dahulu"

Ia lantas bertanya pada petugas yang ia temui di dalam gedung. Menanyakan dimana tempat home database di gedung ini.

Finz lantas melangkah ke lift menuju lantai tiga. Baru saja ia sampai di lantai tiga, ia dihadapkan pada belasan petugas penjaga berbadan kekar dan memakai helm pelindung lengkap layaknya anti huru-hara.

"STOP ! ", seorang petugas menghentikan langkahnya. Segera ia mengacungkan vivre-cardnya.

Petugas langsung membukakan jalan untuknya tanpa bertanya lebih banyak.

Finz menemukan banyak kejanggalan setelah ia melihat biodata petugas ini. Hingga akhirnya ia mendapati sesuatu yang membuatnya terkesiap beberapa saat.

"Ia sedang menangani kasus Gedung Hudatama?"

*Hudatama adalah gedung apartemen bercampur dengan mall. Gedung ini memiliki banyak kasus. Kasus penggelapan pajak, penyelewengan dana anggaran hingga kesalahan pada perizinan pembangunan. Hanya saja akibat sokongan yang sangat kuat, gedung ini tetap dilanjutkan pembangunannya hingga selesai.

Finz beberapa saat men-scroll mousenya.

Ia membaca dengan seksama biodatanya.

"Benar, dia bukan melakukan bunuh diri. Tapi ini pembunuhan berencana"

Finz melanjutkan analisisnya. Ia teringat sesuatu.

"Bukankah ini database paling lengkap se-Indonesia"

Idenya menjalar ke permukaan. Seakan ia menjulurkan kailnya ke air.

Finz lantas mengetikkan alamat kecelakaan tadi.

Beberapa data berisikan informasi bangunan di sekitarnya muncul.


>**Gedung A7. Memiliki luas: 3000 m2 CCTV : 27 Lahan parkir: 800 m2**

Gedung Firlizer
Memiliki luas: 6700m2
CCTV: 9
Lahan parkir: 6700m2 (basement)


Gedung Budi Raharja
Memiliki luas: 1200m2
CCTV: 35
Lahan parkir: 300m2


Itu adalah tiga gedung di hadapan kantor polisi detektif itu tewas.

"Anehnya, mengapa tidak ada satupun petugas polisi yang melihat kejadian ini"

Finz merogoh HP-nya. Sebelumnya ia mencoba menghubungi rekannya, meminta ia melaporkan hasil kesaksian petugas lain yang berjaga.

"Halo? Bagaimana hasil kesaksian mereka?"

"Nihil, Finz. Mereka semua berkata jujur. Bahkan ketika menggunakan alat pendeteksi kebohongan, mereka berkata benar adanya"

Finz terdiam.

"Mengapa semua seakan-akan ini bunuh diri padahal secara naluri ini pekat bau pembunuhan"

Finz mengecek ketiga gedung itu. Desain gedung itu ia amati dengan seksama.

CCTV type L36X.

Tertera jelas di gedung Budi Raharja. Tepatnya gedung dari arah truk datang menabrak sang detektif.

"Bukankah ini CCTV yang memiliki pendeteksi suara jarak jauh?"

Finz seakan mendapatkan ilham. Ia bergegas menuju gedung Budi Raharja.

Finz tiba di Gedung Budi Raharja.

Ia memantau sekeliling gedung berbentuk L itu. Beberapa CCTV memang mengarah ke jalan raya, namun sudut pandangnya tidak sampai ke jalan raya.

"Angle-nya kurang untuk bisa sampai ke sudut jalan raya"

Finz berlari ke lantai 2. Namun semua CCTV-nya tidak ada yang menghadap ke arah jalan raya.

Lantas ia bergegas ke lantai 3.

Di sana, sorot mata Finz kembali tajam. Ia memasang sebuah penutup mata untuk mata kanannya. Kini mata merahnya menyorot tajam CCTV itu.

Seketika, sebuah siluet jalanan di depannya terpantul di mata Finz.

Ini adalah salah satu kelebihan yang dimilikinya, dimana mata kirinya dapat menjadi lensa yang ia sorot. Sekarang mata itu menjadi CCTV itu.

Finz terdiam beberapa saat.

"Jadi seperti ini CCTV tipe L36X. Angle-nya sempit namun menyerap suara dengan baik"

"Seharusnya ada bukti"

Finz bergegas ke arah ruang Control.

"Aku adalah detektif Finz, izinkan aku mengecek CCTV di lantai 3 pada tenggang waktu pukul 22:00 hingga 22:30"

image

"Silahkan", ucap operator di ruang Control.

Finz mengetikkan beberapa kata untuk menemukan kunci data yang ia perlukan.

"Hm, jadi ini hasil rekamannya"

. . . . .
On Record 22:00

(suasana lengang)

Twitt Twittt (suara kunci mobil)

Brettttt Deppp Deppp (suara mobil dipanaskan)

(suara itu terus terdengar)

DRAKKKKKKK! (Suara hantaman yang begitu jelas)

BRUUUKKKK BRUKKKKK BRUUKKKK! (suara benda terguling beberapa lamanya)

. . . .

Finz terbelalak.

"Ini buktinya!"

Finz menancapkan sebuah flashdisk. Mengcopy rekaman itu.

Beberapa kali ia mengulanginya dan memperhatikan dengan jeli. Hingga di rekaman 22:03:47, sebuah biasan cahaya samar terlihat dari arah samping gedung.

Finz mencatat histori itu, lantas ia melanjutkan rekamannya.

Dan di waktu 22:03:55, Finz menemukan sedikit cahaya dari arah berlawanan dan cahaya itu mengarah ke sisi gedung ini.

Finz mulai berspekulasi.

"Ada dua mobil. Satu mobil pelaku dengan cepat mengarah ke arah mobil korban yang sepertinya baru keluar dari parkiran gedung Kepolisian. Tapi buktiku belum kuat"

Finz mulai menemukan kebuntuan.

Malam itu tumpukan koran bersisian dengan kopi americano. Kepulan asapnya menandakan kopi itu baru diseduh.

Finz membaca beberapa artikel berita tentang Gedung Hudatama. Gedung yang menjadi kunci kasus kecelakaan detektif ini.

Finz terlalu larut dalam analisisnya, hingga kepulan asap di kopinya sudah tiada. Beberapa spekulasi bermunculan di benaknya.

Spekulasi pertama.
Detektif itu dibunuh oleh komplotan pesuruh para petinggi Gedung Hudatama.

Spekulasi kedua.
Detektif itu dibunuh oleh komplotan Polisi yang tak ingin kasus itu dibuka kembali dengan alasan tertentu.

Spekulasi ketiga dan terakhir.
Detektif dibunuh karena alasan pribadinya.

Beberapa skenario telah bermunculan di otak Finz. Namun, ia yakin jika alasan yang paling kuat ini berkaitan dengan Gedung Hudatama.

"Aku ingat!", Finz terperanjat. Ia bangkit dari tempat duduknya. Bergegas ia memakai mantelnya kemudian ia pergi meninggalkan apartemennya.

Finz menghentikan mobilnya. Ia meminggirkan sejenak.

Ia melangkah keluar dari mobilnya lantas berjalan ke seorang tunawisma berpakaian sangat lusuh.

"Permisi, tuan", ucap Finz penuh hormat pada pria tua tunawisma itu.

"Hm? Ada apa, Finz?", pria itu menjawab dengan nada meremehkan.

"A. . ku butuh informasi tentang Hudatama"

"Untuk apa?"

"Ada kasus yang ingin aku pecahkan"

"Bukankah itu sudah dilaporkan kecelakaan tunggal?"

Finz tercekat.

'Bagaimana dia tahu yang aku tangani?'

"Baiklah ikut aku"

Lantas Finz mengikuti pria itu, berjalan menyisiri gang sempit yang kumuh. Hingga ia sampai di suatu tempat layaknya gubuk tua tak terawat.

Pria itu menekan sesuatu.

Sebuah pintu besar terbuka. Finz terperangah.

"Inilah mansionku"

Sebuah rumah megah dengan banyak barang langka di dalamnya. Barang yang menjadi rebutan para miliarder.

"Duduklah"

Finz mengangguk lantas duduk dengan sikap santun. Pria itu mengambilkan botol minuman bersoda dan melemparkannya pada Finz.

"Pak Gatot, aku butuh bantuanmu"

Gatot adalah seorang pionir ulung di negeri ini. Dia adalah pengintai kelas legenda. Ada jutaan anak buahnya dari berbagai profesi yang menjadi mata, hidung, mulut, telinga bahkan tubuh bayangannya. Ia tak bisa dilacak.

Dia dikenal sebagai sang bayangan. Menemukannya hanyalah mitos. Bahkan anak buahnya yang bisa menemuinya hanya sekitar belasan. Mereka disebut Eleven Captain atau EC.

Berkat koordinasi EC dan Gatot yang apik, menghasilkan jaringan bayangan yang menakutkan.

. . .
"Katakan apa yang bisa aku bantu, Finz?'

" Aku ingin mengetahui siapa dalang pembangunan Hudatama"

"Itu sangat pelik, Finz. Menyelidikinya akan meregangkan nyawamu"

Finz kaget. Berarti salah satu spekulasinya benar.

"Baik akan aku jelaskan"

Finz mengangguk.

"Hudatama adalah gedung yang akan menjadi simbol utama untuk memengaruhi perekonomian negera ini. Jadi semua kebijakan perekonomian pemerintah akan bergantung pada perkembangan Hudatama"

"Ja. . Jadi ini adalah dalang dari para pemerintah?"

Gatot menggeleng.

"Bukan mereka. Tapi ini adalah dalang dari Naga Sembilan. Dalang yang lebih kejam daripada diriku, Finz"

Finz terdiam.

"Jika aku hanya dapat memengaruhi beberapa ribu saja di satu kota. Salah satu Naga Sembilan dapat mempengaruhi semua satu kota untuk membunuhmu. Contohnya detektif yang tewas saat ini. Mereka menggerakkan opini jika dia tewas karena kelalaiannya sendiri, padahal mereka telah merasuki opini dari berbagai sektor"

Finz tercengang. Yang ia hadapi adalah para monster.

"Hentikan usahamu ini, Finz. Jika kau tak ingin seperti detektif itu"

"A. . Apa maksud dari sebutan Naga Sembilan?"

"Naga Sembilan artinya adalah ada sembilan otoriter yang mempunyai wewenang menggerakkan wewenangnya. Mereka naga angin, naga air, naga api, naga tanah, naga kayu, naga es, naga cahaya, naga kegelapan dan yang tertinggi adalah naga emas. Mereka bergerak sesuai bidang dan keahlian mereka. Mereka bukan lagi pro, namun legenda"

"Si. . Siapa mereka, Tuan?"

"Aku pun tak bisa melacak keberadaan mereka. Tiap agen yang kusuruh melacaknya, esoknya hilang tanpa kabar. Jadi kuhentikan semua usaha itu"

Finz terdiam.

"Benar tidak ada celah?"

Gatot menggeleng.


tunggu kisah selanjutnya..

Sort:  

Sangat seru, seperti cerita detektif conan, lanjutkan @clea, saya tunggu kelanjutannya.

Terimakasih @ny-yuti, ini memang cerita sebuah kasus.
Akan saya lanjutkan ya, tapi butuh waktu yang tepat untuk melengkapi kisah ini, terimakasih atas apresiasinya

Cerita yang sangat menarik kawan, saya pikir ini seperti dalam film action james bond "007", pantau terus...

Saya merasa tersanjung, saya sangat senang anda bisa menyukai alur cerita yang saya kisahkan. Terimakasih.

Saya sangat semangat membaca dan menyimaknya, tapi saya penasaran dengan apa yang nantinya akan terjadi, lanjutkan kisah ini secepatnya, saya dukung anda dengan upvote dan resteem.

Wow, terimakasih atas dukungan anda baik upvote maupun resteem, ini dukungan penuh dari anda, tunggu saja kisahnya di postingan yang akan datang.