Pertempuran kita dengan Jakarta sudah selesai! Tetapi, Perjuangan kita memerangi rasa malas membaca bermacam-ragam kitab dan buku, masih berlanjut!
Pada akhir masa perang, tepatnya di hari penandatanganan Perjanjian Damai Perang Aceh-Jakarta di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005, nun jauh di tengah belantara hutan Aceh, seorang tentara gerilyawan—dengan AK-47 masih siaga di tangan—bertanya pada komandannya: “Maaf, Komandan. Apakah dengan ditekennya janji damai di Helsinki berarti perang kita dengan Jakarta telah selesai?
”Dengan gaya militer penuh, Sang Komandan—generasi pertama tamatan pendidikan militer Libya—menjawab dengan tegas dan nada tinggi:
“Memang betul! Pertempuran kita dengan Jakarta sudah selesai! Tetapi! Perjuangan kita memerangi rasa malas membaca bermacam-ragam kitab dan buku, masih berlanjut!”
“Bagaimana dengan kitab-kitab yang dilarang baca itu, Komandan?”
“Baca saja diam-diam! Jangan takut sesat! Nanti kalau sesat, saya yang luruskan kalian! Kenapa larang-larang membaca! Sudah rakyat malas membaca, dilarang-larang pula!”
“Siap, Komandan!” balas prajurit tentara gerilyawan itu sambil mengangkat tabik ke arah komandannya, kemudian balik kanan dan langsung berjalan dengan langkah-langkah tegap menuju Perpustakaan Gampong di desa kaki gunung terdekat.