Sabar Menanti (Revisi)

in #fiction7 years ago (edited)

27994523_1222959767836354_998523146_n.jpg

Namanya Hayati. Dulu ketika masih kecil, ia tak ubahnya perempuan bak seorang lelaki. Saban hari bermain ketapel, ditembakinya sapi-sapi bantuan pemerintah milik tetangga, berburu serangga di padang ilalang, dan berhura-hura menyemplungkan diri ke anak sungai. Kulit putihnya meredup diterpa sinar matahari. Ramli, ayahnya ngomel-ngomel.

Kerap orang tuanya memperingati Hayati kecil agar membuang jauh-jauh tabiat itu. Namun apalah daya, sungguh ia berhati batu. Apa yang dikatakan oleh sang ayah ditutupinya telinga rapat-rapat. Ramli naik tensi sehingga tak ada pilihan lain. Diberikannya cap telapak tangan, menyambar di pipi kiri Hayati kecil. Ia menangis, tubuhnya tersentak-sentak didekapan ibunya.

“Sudah. Nanti malam kita naik bianglala ya”. Kata Fatimah, ibunya mencoba menghibur. Hayati kecil tidak menjawab selain mengangguk-anggukan kepala. Perlahan bandit kecil itu berubah.

Adapun Ramli setelah melakukan hal tak patut itu, ia kena semprot istrinya. Entah iblis mana yang merasukinya membuat Ramli dihujani ribuan penyesalan. Cukuplah kejadian itu menjadi hal pertama dan terakhir. Maka beberapa hari kemudian untuk menebus rasa bersalahnya, ia memberikan hadiah sepeda dayung terbaru kepada Hayati.

“Hayati, sini”.

“Iya ayah”.

“Ayah harap dengan sepeda ini kamu mau memaafkan ayah”.

“Tak perlulah ayah repot-repot belikan sepeda cam ni. Hayati udah memaafkan ayah, kok”.

“Makasih anakku. Ayah berjanji tidak akan mengulanginya lagi”.

“Iya ayah. Maafkan juga hayati”. Ramli tersenyum riang.

“Izinkan ayah mendekapmu”. Langit sore indah merekah. Tepat di bawah pohon mangga nan rindang itu, berkibar-kibarlah baju anak dan ayah dibelai angin oktober. Nun di beranda rumah sana, Fatimah tersenyum simpul.


Kini Hayati yang berusia kepala empat. Kadang merasa geli, sedih, dan tersenyum mengenang masa kecilnya dulu. Sampai-sampai ia pernah menangis. Ia pun sudah menjadi seorang istri dan sekaligus ibu. Ada harapan yang tertambat di hatinya, tak ingin tabiat masa kecilnya dulu mampir kembali kepada anaknya.

Usai tamat kuliah di Ibu Kota Provinsi, ia pernah bekerja di sebuah perusahaan, tak lama cuma setahun, kena PHK. Akhirnya Hayati mengabdikan diri dalam bisnis baru orangtuanya, yaitu usaha pertenakan sapi perah. Empat tahun kemudian ia mengucapkan wassalam kepada bisnis sapi perah itu setelah dipinang oleh seorang lelaki bernama Riyan. Seorang mantan bedebah yang pernah melalang melintang di dunia persilatan ayam alias penjudi. Menurut informasi, Riyan insyaf karena sering mendapat teguran dari alam mimpi sehingga takut sama api neraka.

Hayati tentu saja mafhum bagaimana sepak terjang Riyan. Baginya masa lalu tetap masa lalu dan dia telah merobek lembaran hitamnya. Benar saja, setelah mengadu nasib di negeri seberang. Pulangnya Riyan menekuni usaha ikan lele di Ibu Kota Kabupaten.

Masih membekas di benak Hayati bagaimana takdir bisa mempersatukan cintanya. Alkisah, dikenalkanlah Hayati kepada Riyan oleh seorang teman, saat sedang menyaksikan pertunjukan sulap badut di Ibu Kota Kabupaten. Pertemuan yang tak pernah diduga-duga itu sungguh indah. Usai pertunjukkan, mereka saling bercerita segala hal. Berikutnya sesekali mereka menyempatkan waktu untuk bertemu. Pada akhirnya mereka sama-sama menyematkan rasa cinta dalam diam.

Setelah berlama-lama menanti dengan kesabaran, akhirnya waktu yang tepat itu tiba. Riyan memberanikan diri mengajak Hayati membangun mahligai cinta yang suci. Cinta yang elok tiada terperi. Anak kedua Ramli dari ketiga bersaudara itu terperanjat.

“Izinkan aku menjadikanmu sebagai kekasih halalku”. Kata Riyan lewat perbincangan telepon.

“Aa.. baang”. Terbata-bata suara Hayati.

“Jangan diragukan. Cinta ini lahir dari niat yang baik”.

“Bang, jika engkau benar mencintaiku, datanglah ke rumah. Mintalah restu ke ayah dan ibu”.

Maka beberapa hari berselang datanglah Riyan bersama abangnya ke kediaman Hayati. Berpuluhan kilometer dari Ibu Kota Kabupaten menuju ke sebuah Ibu Kota Kecamatan.

“Maksud tujuan kedatangan saya kemari ingin bersilahturahmi sekaligus meminta restu agar kiranya bapak mengizinkan saya meminang Hayati”. Kata Riyan dihadapan Ramli.

Ramli tentu saja tidak kaget ketika mendengar permintaan pria itu. Sebab beberapa hari sebelumnya ia sudah diberi kabar oleh anaknya, bahwa akan ada sosok pria yang bertujuan baik hati datang ke rumah.

“Nak, apa yang bisa kauberikan kepadanya agar barangkali ia tidak menyesal memilihmu di kemudian hari ?”.

Riyan menghirup nafas pelan. Keringatnya bertimbulan di pelipis. Dengan suara penuh keyakinan ia berucap.

“Pak, cinta saya lahir dari niat yang baik dan terdalam. Maka, dengan rasa itulah yang bisa saya berikan kepada Hayati agar ia tidak menyesal menerima saya”.

Air mata Hayati berlinang. Ia bahagia. Begitu juga ibunya. Ada pun Ramli tidak dapat berkata apa-apa selain mendekap pria itu. Pernikahan mereka dilaksanakan pada minggu depannya.


Riyan sudah memiliki rumah untuk keluarga kecilnya di tanah kelahiran sang istri. Bisnis ikan lelenya ia percayakan kepada abangnya.

Riyan sangat beruntung menjadi sosok imam bagi Hayati. Mereka bisa saling melengkapi kekurangan masing-masing. Kehadiran seorang anak laki-laki bermata indah, bernama Zein, menjadi pelengkap bahtera rumah tangga mereka. Hayati pun mengajak Riyan untuk menekuni usaha kedai kopi di samping rumah. Riyan setuju.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Dalam kurun waktu sebulan lebih, Kedai Kopi itu sudah terbangun dengam kokoh. Saat peresmian yang dihadiri para pemuda kampung. Sebuah papan tipis bertuliskan “Sabar Menanti” diterbangkan ke langit biru bersama lima balon gas usai Riyan memotong tali pita. Suara tepuk tangan beriuh-riuh.

“Nama yang unik”. Kata seorang pemuda bernama Wahyu. Di sampingnya, Riyan tersenyum.


Kedai Kopi Sabar Menanti menjadi tongkrongan terbaik bagi para pemuda kampung. Belum lagi kedai kopi itu menyediakan fasilitas Wi-Fi. Suatu hal yang membuat pengunjung betah berjam-jam.

Di kedai kopi itu pula segala macam topik dibahas mulai dari perihal sepak bola, catur, tenis meja, film, suara knal pot motor bisingnya minta ampun, petani, sawah, tambak, kebun, pengangguran, bujang lapuk, kandang bebek, kisruh rumah tangga, stabilitas politik negeri, dan paling asyik asmara.

“Kak Hayati, kopi hitam satu ya, pakai gula setengah sendok saja”. Salah satu pemuda memesan.

Soal membuat kopi jangan diragukan. Hayati adalah rajanya. Tangannya begitu gesit memainkan saringan. Menyaring kopi memang dunia barunya. Tidak memerlukan waktu lama bagi Hayati untuk mempelajari teknik menyaring kopi. Dari saringan itu keluarlah cairan hitam, tertampung ke dalam cangkir di bawahnya. Aroma yang menggoda melayang di udara. Si kecil Zein mengantarkan kopi kepada pemuda itu.

“Nikmati kebaikan kopi hitam buatan mama hayati, abangda”. Zein tersenyum manis.


Tidak terasa enam bulan sudah Kedai Kopi Sabar Menanti menunjukkan eksistensinya. Segala ucapan penuh syukur dilantukan Riyan dan Hayati. Maka sepasang suami istri itu berniat mempercantik kedai kopinya.

“Kalau bisa di dindingnya ada gambar manusia laba-laba, ma”. Zein memberikan saran kepada hayati.

“Nggak cocok, Zein”.

“Mama maunya gedung-gedung kantoran“

“Boleh saja. Tapi kalau mau keren lagi ada manusia laba-labanya”. Riyan menambah.

“Hmm, bisa juga”.

“Hore”. Seraya Zein mengangkat kedua tangannya ke langit.

Kedai Kopi Sabar menanti mulai diperindah. Dua hari kemudian semua tampak elok di pelupuk mata.


Pagi esok hari. Seperti saban biasa Hayati dan Riyan membuka kedai. Membuat kopi untuk para pelanggan. Si kecil Zein menyembul, mencium tangan kedua orangtuanya, lalu digayunginya sepeda menuju sekolah bersama teman-temannya.

“Hati-hati nak di jalan” Pinta Hayati.

Arah panah jarum jam menunjukkan angka sepuluh. Satu persatu pelanggan kedai itu keluar, hingga menyisakan dua orang. Sekonyong-konyong muncul seorang lelaki muda bertubuh kurus. Rambutnya cepak. Pakaiannya macam mau pergi ke kondangan. Di tangan kanannya ia memegang sebatang rokok. Dihisapnya rokok itu, lalu keluarlah asap berbentuk lingkaran.

“Eh, Wahyu ke mana saja dirimu selama ini ?”. Riyan bertanya.

“Maaf bang, usai dari peresmian kedai ini, malamnya aku berangkat ke Ibu Kota Provinsi. Mendadak sekali perginya, sebab ada tawaran pekerjaan. Sulit rasanya kalau ditolak”.

“Kerja apa kamu di sana ?”

“Tukang jaga toko eletronik, bang”.

Maka terurailah pembahasan demi pembahasan, yang paling menarik sekaligus pahit ialah tentang asmara. Sekonyong-konyong raut wajah Wahyu yang semulanya riang benderang, kini macam orang kena penyakit tipes. Ia pun berterus terang.

“Aku sedang jatuh cinta dengan wanita satu profesi di sana, tapi melirikku saja dia tidak”.

“Pernah pula aku diam-diam membuntutinya sewaktu pulang kerja”. Wahyu menambah.

“Untuk apa kaulakukan itu, Yu ?”.

“Aku hanya ingin memastikan bahwa dia tidak bersama laki-laki lain”.

“Astaga. Wahyu, apa kau masih ingat dengan perkataanmu sewaktu peresmian kedai ini ?”

“Yang mana bang ?”.

“Kau bilang kedai ini memiliki nama unik”.

Wahyu berpikir-pikir.

“Ya, aku ingat sekarang bang”.

“Kau harus tahu ada makna yang tersembunyi dibalik nama kedai ini!”.

“Apa itu ?”. Wahyu bertanya lagi.

“Tentang jodoh. Kau harus tahu jodoh itu penuh misteri. Kita tidak pernah tahu siapa persis sosok pendamping hidup ini kelak”.

“Maka bersabarlah dalam menanti. Jangan dikejar-kejar wanita itu. Percuma Yu, bikin habis tenaga. Lebih baik memantaskan diri, kerjakan hal-hal positif, dan percayalah jika waktunya telah tiba, cinta yang akan mempertemukan dengan sendirinya. Begitulah kurang lebih makna tersebut”. Wahyu terdiam seribu bahasa. Hatinya tersihir, kini ia sudah mafhum semuanya.

“Cerdas”. Kata Hayati.

Sort:  

Tepat sekali nasehat d penghujung tulisan bg,
Jodoh itu misteri.
Hal yang harus dilakukan adalah memperbaiki diri terlebih dahulu, smoga yang didoakan akan segera d pertemukan dalam ikatan halal dengan cara Allah yang sangat Indah.

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://sikulipena17.wordpress.com/

Ngga masalah cheetah. Lagian itu blog punya gua sendiri hhh

Hayati ❤ itu aku kan yuu hahaha.. btw saran nur kalo cerpen buat part nya saja yu. Biar postnya bertahap wkwkw.

Saran aja sih yuu.. selebihnyaa cerpen ini mah sudah bisa di bukukan..

Bisa jadi, nur hhhh
Iya makasih sarannya. Kebetulan wahyu lagi mempersiapkan cerita bersambung, nur. Doakan saja.

Amiin.. di tunggu postingan selanjutnyaa yuu

Okay Hayati 😁