Pak Sen si Pengusaha Sukses
Tinggi badannya semampai. Walaupun dibalut jaket, tubuhnya masih nampak berisi. Dialah Ahmad Husen, atau lebih dikenal dengan sebutan Pak Sen. Ia merupakan salah satu pengusaha gorengan di kawasan Peuniti, Banda Aceh. Bermula dari bantuan modal Rp500 ribu dari saudaranya, kini omsetnya mencapai 5 -10 juta per hari.
Konsisten dan kerja keras benar-benar ia terapkan untuk merintis usahanya. Awal mula berjualan, ia menggunakan gerobak. Ia dibantu oleh enam orang rekannya. Mereka adalah anak kuliahan. Sekarang, total pegawainya mencapai 20 orang yang terbagi pada dua tempat usahanya, 14 orang di Peuniti dan 6 orang berada di Batoh.
Gorengan Pak Sen sudah dikenal luas. Pelanggannya terdiri atas berbagai kalangan masyarakat Banda Aceh. “Dulu saya jualan di pinggiran jalan. Jika malamnya hujan, saya basah kuyup ketika membawa pulang gerobak,”kisah lelaki yang lulus menjadi guru PNS pada tahun 2005 ini.
Ada beberapa macam gorengan yang tersediakan Pak Sen di kedainya, seperti pisang goreng, tahu, tempe, sukon, risol, bakwan dan bebrapa macam goreangan lainnya.
Pak Sen menjual Rp1.000 per gorengan. Untuk gorengan jenis pisang, dalam sehari ia mampu menghabiskan hingga 50 tandang pisang atau setara Rp2 juta. 50 tandang itu ia bagi lagi ke tempat jualannya di Batoh sekitar 10 tandang.
Selain itu, menu utama lainnya di tempat Husen ada bandrek. Per gelasnya ia jual Rp6.000. Jika pakai susu jadi Rp7.000. Di sana, Husen juga menyediakan martabak yang diberi nama martabak Pak Sen.
Ia mulai berjualan pada pukul 14.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Pagi harinya, bersama pegawainya, ia mempersiapkan bahan-bahan untuk digoreng. Husen tidak segan-segan menegur pegawainya dalam bekerja. Terlebih lagi jika tidak memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan.
Empat orang di antara pegawainya adalah anak kuliahan. Bahkan pegawainya ada yang sudah menjadi PNS dan memiliki keluarga. Tapi tetap bekerja di tempat Husen.
Rahasia kelezatan gorengan Husen terletak pada cita rasanya. Bumbu gorengan ia racik sendiri. Ia tidak pernah belajar khusus membuat gorengan yang enak. Tapi ia banyak melakukan berbagai eksperimen sebelum membuka usahanya dari awal.
Hasilnya selalu diujicobakan dulu sebelum dipromosikan kepada pelanggan. Salah satu pencicipnya adalah orang Padang. Setiap sore, Husen memintanya mampir untuk mencicipi bumbu gorengannya.
“Ketika ia (orang Padang) itu bilang sudah pas bumbunya, langsung saya bakukan jadi bumbu untuk gorengan saya,”pungkasnya.
Akhirnya, dari awal ia berjualan, dagangannya laris manis. Tidak jarang pula ia kehabisan bahan pembuatan gorengan karena banyaknya pembeli. Sifat entrepreneurship Husen ternyata sudah ia miliki semenjak kelas VI SD. Motivasi ia membuka usaha sendiri dilatarbelakangi oleh lemahnya perekonomian keluarga. Di usia yang belia itu ia sudah menjual gorengan.
Ide menjual gorengan muncul setelah ia lulus D3 FKIP Olahraga Universitas Syiah Kuala. Setelah lulus, ia menganggur selama tiga tahun. Dihimpit oleh keadaan ekonomi yang tidak menentu.
“Kalau saya menunggu pegawai negeri, saya akan mati kelaparan. Lebih baik ambil uang ini, jual cabe-cabe aja di pasar,”katanya mengenang ucapan nasehat saudaranya yang turut membantu pendanaan saat itu.
Pada tahun 1995, tempat usahanya sempat digusur petugas penertiban. Namun pada akhirnya, usahanya ini terpaksa ia mulai dari nol lagi. Salah satu orang yang sangat berjasa dalam hidupnya adalah Cut Mehran. Cut Mehran memilih Husen sebagai penyewa tempat untuk berjualan. Padahal, banyak orang lain yang ingin menyewa di sana. Tapi tidak ia diberikan.
Bahkan, Cut Mehran membantu pembuatan tempat usaha Husen. Biaya sewa pertama dikenakan sebesar Rp100 ribu per tahun.
Pada tahun 2002, Husen melanjutkan pendidikan S1 jurusan olahraga di Abulyatama. Lulusan tahun 2004 ini mencoba peruntungannya dengan ikut tes menjadi PNS. Tahun 2005, ia sangat lega, namanya tertera pada pengumuman kelulusan. Kini dia mengajar sebagai guru olahraga di SMP 12.
“Model saya bukan tidur bangun kuliah, tapi saya bekerja, bekerja untuk dapat duit. Bahkan saya mampu membiyai pendidikan adik saya selama tujuh tahun,” terang ayah lima anak ini.
Husen mengakui bahwa pendapatannya lebih banyak dari jualan gorengan dibandingan gaji PNS. Selama berjualan, kebutuhan keluarganya selalu berkecukupan. Sehari, untuk kebutuhan keluarga, ia menggelontorkan uang lebih dari Rp200 ribu.
Akan tetapi, akhir-akhir ini ia merasa sedikit kewalahan ketika berjualan. Sebab, harga alat yang dibutuhkan untuk menggoreng mengalami peningkatan, seperi gas. Ditambah lagi oleh upah karyawannya per hari. Hal ini berdampak kepada pedapatan Husen.
Selama merintis usahanya, motivasi terbesarnya berasal dari pribadinya sendiri. Ia selalu mengingat jasa-jasa orang yang telah membantu usahanya. “Saya tidak mau saudara saya susah seperti saya,” pungkasnya.
Di Lambhuk nampaknya sudah dibuka cabang ketiga
lebih menarik yang di Lambhuk memang bang, kalau malam lebih enak.
Kapan-kapan kita ke sana, Bang.
Iya, Bang.