Mengulang Masa Keemasan Wanita Aceh
Perubahan zaman menyebabkan adanya perkembangan kesertaraan gender pada era ini semakin pesat. Kesetaraan gender sering menjadi isu yang diskusikan dan diperdebatkan. Persamaan ini tidak aneh lagi bagi masyarakat melihat wanita sudah bisa melakukannya yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan yang diperankan oleh para pria sudah banyak dilakukan oleh seorang wanita pada jabatan-jabatan tertentu seperti pimpinan daerah, kepala sekolah, pimpinan perusahaan, pekerja kasar bahkan sebagai Ojek Online yang marak terjadi belakangan ini dikota-kota besar.
Peran ganda yang dimiliki wanita baik sebagai ibu rumah tangga maupun wanita karier tentunya sangat banyak dilakoni wanita pada zaman sekarang ini. Kemampuan Ganda yang dimiliki seorang wanita merupakan anugerah tersendiri sehingga tidak menjadi kendala bagi wanita dalam mengelola beberapa aktivitas dalam suatu waktu bersamaan. Berdasarkan penelitian dari peneliti Universitas of Pennsylvania yang dipublikasikan pada tahun 2013 membuktikan bahwa wanita memiliki kemampuan multitasking yang terprogram dalam otaknya sehingga tidak heran jika wanita mampu menyelesaikan beberapa persoalan dengan baik.
Masa Keemasan InoengAceh
Sejarah pernah membuktikan bahwa Aceh pernah dipimpim oleh seorang Ratu Safiatudin Seri Ta’jul Alam Syah yang adil dan bijaksana selama lebih 30 tahun. Di masa kepemimpinan Ratu Safiatuddin ilmu pengetahuan mengalami perkembangan secara pesat. Kurun waktu pemerintahannya para ulama seperti Syeh Nuruddin Ar-Raniry, Syeh Abdul Rauf Al-Singkil, Syeh Hamzah Fansury dan lainya, menulis kitab-kitab pengetahuan serta kumpulan sastra, dan syair-syair Aceh.
Keemasaan inoeng Aceh bukan hanya terkenal pada Ratu Safiatuddin. Masih banyak inoeng Aceh terkenal lainnya terutama dalam hal keberanian seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Laksamana Keumala hayati, dan masih banyak inoeng Aceh hebat lainnya. Sejarah membuktikan bahwa Aceh banyak melahirkan wanita-wanita yang memiliki kemampuan hebat baik dari segi politik, milter maupun bidang lainnya yang setara dengan para pria pada zamannya. Kehebatan wanita di zaman dahulu tidak diimbang dengan wanita pada zaman sekarang. Dunia yang semakin milenial membuat wanita terbuai dengan kemewahan era digital. Eksistensi diri lebih berarti dibandingkan kreatifitas. Sebaliknya, tak kurang juga beberapa wanita mampu memanfaatkan dengan baik era digital misalkan dengan berjualan, menulis dan kreatifitas-kreatifitas lain sebagainya. Perbedaan wanita zaman terdahulu sepertihalnya Cut Nyak Dhien dan lain-lainya memiliki kemampuan dan motivasi yang tinggi dalam melawan penjajah, sebaliknya wanita sekarang dihadapkan harus memiliki kemampuan cukup memadai dalam melawan arus globalisasi yang berubah dengan cepat.
Di era millennial ini wanita dituntut untuk memiliki pengetahuan dan pendidikan yang cukup mumpuni. Kemampuan mengakses informasi sudah dapat diraih dengan mudah baik secara online maupun offline. Sudah layaknya wanita mampu untuk berubah dalam mengimbangi perubahan zaman yang cepat. Masa keemasan dulu telah mendorong wanita Aceh untuk tetap mengenyam pendidikan seperti masa sekarang dan harus lebih maju selangkah dibandingkan zaman dahulu. Dengan ilmu yang cukup dan didukung kreatifitas yang tinggi dapat memberikan peningkatan kontribusi bagi pembangunan, bukan hanya pembangunan daerah, melainkan juga bisa mendongkrak pembangunan secara nasional.
Wanita Aceh sebagai Agen Perubahan.
Belajar dan mendalami ilmu telah digaungi oleh wanita Aceh sebelumnya. Di masa kejayaan kesultanah Saifiatuddin, Perempuan dianjurkan untuk menuntut ilmu di dayah-dayah atau pesantren. Hal ini dikarenakan budaya Aceh kental dengan budaya Arab sehingga mengadopsi pepatah Arab yaitu “Alummu Madrasatol Uulaa” dimana ibu adalah sekolah utama bagi keluarganya. Bagaimana mungkin jika wanita yang notabenya seorang ibu tidak mengenyam pendidikan, mampu memudahkannya dalam mengajarkan anak-anak dan keluarganya dengan baik. Hal ini juga senada dengan nasihat yang dituturkan oleh Saidina Ali, Khulafa Rasyidin, untuk mendidik anak sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu seorang ibu diharapkan mampu mengikuti perubahan zaman dan mendidik sesuai dengan perkembangan yang dibutuhkan seorang anak.
Seorang wanita selayaknya menjadi agen perubahan dari segi pandangan, pemikiran, dan arah hidup yang jelas bagi keluarganya seperti halnya yang dituturkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, bahwa pendidikan yang cukup yang dimiliki seorang perempuan sehingga mampu melahirkan generasi muda yang kreatif, inovatif, prestatif, edukatif, dan produktif. Bagaimana mungkin hal ini bisa terwujud jika tingkat pendidikan perempuan di Aceh masih rendah. Menurut data statistik yang dikeluarkan BPS tahun 2017 mengenai potret pendidikan di Indonesia secara nasional tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh perempuan masih rendah di setiap jenjangnya dibandingkan laki-laki. Namun, hal ini diharapkan kesenjangan tidak akan terjadi lagi karena akses pendidikan sudah ada dimana-mana. Pemikiran perempuan harus ditanamkan seiring perubahan zaman yang semakin cepat agar tidak terseret oleh perubahan zaman.
Hari Wanita Sedunia yang jatuh pada tanggal tanggal 8 Maret ini mengusung tema Balance for Better atau kesetaraan menjadi lebih baik, realitanya kita masih berada pada tema tahun sebelumnya yaitu Press for Progress yaitu mendorong beberapa para wanita untuk mempercepat kesetaraan terutama di daerah Aceh. Kuatnya pemikiran sebagian masyarakat dengan garis kultur patriarki maka agak tabu jika wanita melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh seorang laki-laki. Berdasarkan hasil statistik tahun 2018 pangsa pasar tenaga kerja Aceh didominasi oleh laki-laki sebesar 62,13% dan wanita hanya menguasai setengahnya sebesar 37,87%. (www.aceh.bps.go.id). Secara global Indeks ketimpangan gender juga menunjukkan cukup tinggi antara laki-laki dan perempuan dimana Indonesia berada posisi keenam diantara Negara-negara Asean.(Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, BPS: 2017).
Disamping itu, pemerintah juga telah membuka peluang bagi wanita untuk mewakilkan suaranya di dewan legislative yaitu dengan memberikan kuota 30% dalam dunia politik. Pada kenyataannya tidak sesuai harapan dari kuota yang diberikan saat pemilihan umum tahun 2014 masih belum cukup terwakilkan suaranya di dewan pemerintah.(www.news.detik.com). Kesempatan suara yang diberikan oleh pemerintah setidaknya tidak disia-siakan terutama saat ini menjelang Pemilu 2019. Semoga Suara Perempuan mampu mengusung program-program yang mendorong peningkatan kapasitas perempuan menjadi lebih baik di masa mendatang.
Berdasarkan hasil survei antar Sensus Penduduk Indonesia jumlah wanita diperkirakan akan mengalami kenaikan setiap tahunnya, sehingga diperkirakan akan mengalami kenaikan 21 ribu kali lebih banyak dari pria pada tahun 2032 (SUPAS, 2015). Dengan hasil survei ini sudah selayaknya wanita menjadi agen perubahan bagi bangsa dengan mempersiapkan diri dengan baik terutama dalam hal pendidikan. Perubahan mindset Wanita Aceh untuk berubah harus segara dilakukan seperti halnya yang pernah dilakukan pada masa keemasan di bawah kesulthanah Ratu Shafiatuddin terdahulu. Semoga wanita mampu melakukan pekerjaan apa saja demi membantu perubahan yang bukan hanya bagi dirinya sendiri, akan tetapi bagi keluarga, dan bangsa dalam rangka untuk mewujudkan kesetaraan yang lebih baik di masa mendatang. Insha Allah.
Congratulations @mainasara! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Thank you so much steemit