Nostalgia Awe Geutah dan Rumah Aceh Berusia Lima Abad

in #history7 years ago

image

Di Gampong Awe Geutah, Bireuen, Aceh. Berdiri kokoh rumah panggung, diperkirakan sudah berusia 500 tahun.

Awal 2014, memanggul rasa penasaran yang cukup besar akan rumah bersejarah, aku bersama beberapa kawan, bersepeda motor masuk pedalaman menuju Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kami bergerak melewati perkampungan, hutan kiri kanan. Aspal itu adalah jalan yang sama, ketika tempo dulu aku duduk diboncengi Ayah dengan sepeda ontel. Sementara kedua kakiku terikat dengan kain di batang besi bawah sadel, untuk keamanan agar kakiku tidak nyangkut di sela jari-jari roda. Itu adalah kenangan yang tidak pernah kulupakan.

Menghabiskan waktu sekira 17 menit ke arah tenggara dari Kota Matangglumpangdua, kami sampai di Gampong Awe Geutah. Masuk sebuah lorong, sampai tepat di ujungnya, bangunan berkontruksi kayu khas rumah Aceh kokoh berdiri. Kami disambut ramah, di bawah panggung rumah itu. Tgk Muksen, tuan tempat sekaligus juru kunci, bercerita banyak perihal latar belakang warisan peninggalan ulama besar Tgk Chik Awe Geutah yang bernama asli Syaikh Abbdurrahim Bawarith al-Asyi. Selagi Tgk Muksen bercakap-cakap dengan beberapa temanku. Aku malah mengitari pandang ke seluruh tempat, tak hanya melepas penasaran, tapi juga membawaku bernostalgia dengan masa kecil tempo dulu.

image


Kala itu sekira 1996, Awe Geutah adalah hari-hari dimana aku sering menghabiskan waktu bermain, saat masih berumur enam tahun. Aku sering kesana tatkala berkunjung dan menginap di rumah nenek dari pihak ibuku. Aku merengek tidak ingin pulang ke rumah ayah di Matangglumpangdua, sebab Awe Geutah tempat berbagi ceria bersama kawan-kawanku. Pernah suatu kali, aku bermain acara nikah-nikahan, kebetulan aku di daulat jadi pengantin pria, pedamping wanitanya bernama Eva, kawanku. Layaknya sebuah pesta nyata, aku duduk di singgasana bekas pohon kelapa yang sudah ditebang. Aku memakai mahkota yang di rangkai dari daun pohon kakao, lembar belakang menjulang ke atas, persis berbentuk ikatan kain di kepala Wiro Sableng.

Bersama si Eva aku duduk bersanding, ia memakai mahkota yang dijalin dari rumput Gletang. Seorang kawan lainnya bertindak sebagai petua, meniru ritual, menepungtawari pernikahanku dan Eva. Jika kubayang sekarang ia tampak cantik sekali waktu itu. Sayangnya, aku tidak pernah bertatap muka sampai sekarang, persis wajahnya juga tidak kuingat lagi, entah juga hidupnya kini. Terus terang agak geli juga jika bertemu dengannya, kalau-kalau ia menyinggung peristiwa pernikahan bohongan itu. Duh. Barangkali aku akan mengatakan, "Eva, kita melewatkan malam pertama waktu itu, bisakah kita melakukannya sekarang?" Asem betul.

Kisah lain yang lebih konyol pernah terjadi di Awe Geutah, saat aku membetulkan resleting celana pendek, tak sengaja menjepit ujung kulit si otong yang belum sunat waktu itu, seketika aku menangis keras dan panik memegang resleting yang serba salah jika ditarik ulur. Kukira lelaki sejati pernah merasakan ini pada zamannya, hehe. Lalu seorang perempuan tua tetangga nenekku, yang tidak kuingat lagi namanya, beranjak menghampiriku. Ia membantu melepas jeratan resleting sialan itu. Aku lega si otong baik-baik saja, untung tak terkelupas dari batang, mirip zombie nantinya.

Bertahun-tahun setelah kejadian itu, hingga sampai aku sedang di senja semester bangku kuliah, aku sempat bertemu lagi dengan perempuan tua itu. Peristiwa resleting jahannam membuat ia ingat jelas dengan sosok wajahku, "Drokeuh yang uro jéh mukumat cre't siluweu kan?" Membekas betul itu kenangan. Celakanya, ia bertanya didepan banyak orang, saat hajatan kenduri di rumahku Matangglumpangdua sedang berlangsung.

Terakhir kudengar, perempuan tua itu sudah meninggal dunia, semoga ia mendapat jatah di surga, dan tentunya tak membawa kenangan resleting itu lagi bersamanya. Aku tak mau terulang lagi, jika kebetulan bertemu dengannya di alam lain, bukan tak mungkin ia akan bertanya lagi perihal resleting itu, sudah malu hadapan dunia, diketawai juga di akhirat. Duh. Sudah cukup kiranya aku malu gegara tragedi yang cukup perih dan menyakitkan itu.

Sejauh ingatanku, masih ada petaka lain, yang terjadi di Awe Geutah, yaitu ketika menyusuri jalan setapak menenteng setrika besi. Aku yang masih ingusan waktu itu, kepayahan membawa setrika yang beratnya minta ampun. Tiba-tiba saat lewat di bawah pohon manggis, seekor kambing jantan terbangun berlari ke arahku, entah kegilaan apa yang menimpanya, tak segan-segan ia langsung menyerudukku saat pas lewat dihadapannya. Aku terhempas ke belakang, setrika melambung entah kemana. Sambil berjalan pulang ke rumah nenek, aku meraung tangis sejadinya. Setrika tidak kupedulikan lagi. Masih untung, itu kambing terikat tali, ia tak bisa mengejarku. Nahas memang.

Cerita-cerita lain tentang kesan di Awe Geutah adalah perihal kitaran hutan, seperti saat aku pergi memancing bersama kawanku di sungai, kemudian sesekali memasang alat tipuan dari tali dan ranting mencoba menjerat burung Cempala. Selebihnya perihal konflik senjata yang masih berlangsung waktu itu. Awe Geutah salah satu kawasan kekuasaan pasukan GAM. Sekali waktu saat aku pergi ke kebun bersama pamanku, aku pernah melihat pasukan bersenjata duduk santai saling mengobrol. Lain waktu, aku menatap polos iring-iringan truk besi yang lewat di jalan depan rumah nenekku, mengangkut banyak pasukan Inong Balee, nama lain GAM berkelamin perempuan.

image


"Oh ya, so rouh nan droneuh, katuwoe long!" ujar Tgk Muksen beralih pandang padaku, membuyar nostalgia masa laluku. "Nan Long Zulham teungku!" kujawab seadanya saja tanpa balik bertanya. Aku masih larut dengan kenangan masa laluku. Rumah Aceh yang dibangun berabad-abad lalu itu ternyata sangat dekat dengan kehidupan masa kecilku. Di lingkungan yang sama, ada satu lagi rumah panggung Aceh, di sana tepat di kolong rumah itu, aku ingat sekali pernah bermain dengan Undur-undur, serangga yang bersarang dalam lubang tanah kering. Aku memancingnya keluar menggunakan getah tangkai pohon jarak, berumpan semut merah. Seru sekali rasanya mengelabui makhluk tak berdosa, hehe.

Baiklah, cukup sudah cerita masa itu, mari kuberitahu sedikit soal rumah Aceh itu. Cerita legendanya baru kuketahui saat hampir khatam kuliah. Sebalnya, aku malah mendengar kabar rumah tua itu dari mulut orang lain, bukannya dari pihak keluargaku sendiri. Bagaimana tidak, sepenuturan Tgk Muksen, keluarga ibuku merupakan keturunan ketujuh Tgk Chik Awe Geutah, satu keturunan dengan keluarga berbeda pihak Tgk Muksen.

"Meunyo long keturunan ketujuh berarti drokeuh keturunan ke delapan" jawab ibuku, suatu kali kutanya perihal keturunan. Benar atau tidak, aku keturunan kedelapan Tgk Chik Awe Geutah, sungguh aku tidak tahu. Sulit sekali melacak moyang yang sudah berabad-abad ke belakang. Jikapun benar, maka merunut silsilah jauh maka aku keturunan dari bangsa Irak, tempat asal Syaikh Abbdurrahim Bawarith al-Asyi. Ulama besar yang mengembara jauh dari timur tengah, yang akhirnya memilih menetap di sebuah pedalaman perkampungan yang diberi nama Awe Geutah.


Tulisan ini sudah terlalu panjang, aku akan bercerita tentang rumah Aceh lebih khusus di postingan terpisah. Jangan ditunggu, memangnya saya angkutan?

image

image

image

Sort:  

Bereh cerita nyoe guree..bakna ek itangen ikat aki ukee..

Based on true story nyan, haha

Suruh mamiku bawa aku ke aceh bang.

Oke. Mbak @mariska.lubis mohon sempatkan bawa @marranarayan aka batikman ke aceh ya?

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by zeds from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Roen mangat keturunan ke lapan...
Mantong na darah-darah raja mengalir.. hehe

Ke lapan hana murni le, ka terkuras keu keturunan 1-7, haha, choh darah keu 8, lage upvote ubeut level. Haha

Maaf bang @zeds bolehkah saya numpang tertawa lepas krn membaca tulisan bg @zeds?

Silahkan kak @santiintan, memang itu tujuan tulisan ini. hehe

WHAHAHAHAHA...
Upss...
Terima kasih bg @zeds

Sama-sama, jgn sampai tetangga bangun, haha

"Eva, kita melewatkan malam pertama waktu itu, bisakah kita melakukannya sekarang?"

Na hawa keunong cr'et siluweue sigo teuk?..hhhhhh

Haha, that geupap.

Kisah yang meu-Aceh. :D

Thanks bro, :)

Mnatraaap, folback brooo, haha

Thenks, kaleuh lon polow gata, katrep ka, that na teuh.