Hassan Hussein (2001): Sebuah Karya Musik Aceh Yang Layak Dikenang

in Steem SEAyesterday

Ada Apa Dengan Syiar & Syair Hassan Hussein?

rhh-.png
Koleksi Pribadi.

Catatan: Putar lagu dari YouTube ini untuk menemani Anda membaca artikel ini.

Dari YouTube

Di dalam masyarakat Aceh, seni tari dan nyanyian juga senandung sudah berumur cukup lama. Nyanyian sering dipakai untuk menyebarkan pesan-pesan moral dan agama, dan merekam realitas sosial sehingga menjadi salah satu cara sejarah diabadikan untuk generasi selanjutnya.

Salah satu seniman yang namanya masih dikenal sampai saat ini dan mungkin sampai beberapa lama ke depan adalah Rafly. Pria yang lahir di Samadua, Aceh Selatan pada 1 Agustus 1967 itu identik dengan grup Kande di mana dia pernah menghasilkan album bersama dan bertindak sebagai vokalis di dalamnya, bahkan dia pun lebih dikenal dengan panggilan “Rafly Kande”.

Rafly telah memiliki beberapa album, termasuk bersama Kande dan album solo, yaitu di antaranya: -Syiar & Syair- Hassan Hussein (2001, solo), Asai Nanggroe (2002, bersama Kande), Kande: The Fighting Spirit (2003, bersama Kande), dan Gisa Bak Punca (2012, solo). Di tengah keadaan dunia musik Aceh yang saat itu sedang lesu dan cenderung terseret irama pop dengan lirik-lirik romans, Rafly dan Kande muncul dengan semangat yang seakan merestorasi kembali kedudukan musik di dalam masyarakat Aceh: alat hiburan sekaligus pengajaran. Kekuatan musikalitas mereka tidak hanya pada lirik-lirik yang berisi tema-tema sejarah (agama dan kebangsaan), tetapi juga pada pemaduan penggunaan alat-alat musik modern dengan alat-alat musik tradisional Aceh seperti Seurunee Kalee dan Rapa-i.

Album Syiar & Syair (Hassan Hussein) termasuk di antara album Rafly yang paling laris, bahkan mungkin termasuk salah satu di antara album musik Aceh terlaris yang pernah ada. Dirilis pada 2001 di bawah label Kasga Record, album ini langsung mencuri hati banyak orang Aceh penikmat musik pada saat itu. Album ini berisi 10 lagu dengan 1 track akustik minus one (karaoke), yaitu:

  1. Aneuk Yatim: lagu ini bercerita tentang seorang anak yang kehilangan Ayahnya karena perang yang berkecamuk, bahasa Aceh;
  2. Hassan Hussein: menceritakan tentang peristiwa meninggalnya dua cucu Nabi Muhammad SAW, bahasa Aceh;
  3. Hana Lon Sangka: Sebuah lagu romans tentang pengkhianatan, bahasa Aceh;
  4. Jak Meudikee: Lagu tentang kegiatan meudikee, yaitu menyanyikan puji-pujian kepada Tuhan, bahasa Aceh;
  5. Yaa Rabbana: Lagu yang berisi penyerahan diri kepada Tuhan di dalam keadaan konflik yang seakan tak berkesudahan, bahasa Aceh;
  6. Haha Hihi: sebuah lagu berbahasa Aneuk Jamee (mirip bahasa Minang) yang berbicara dalam bahasa yang puitis tentang kondisi keamanan di Aceh (khususnya Meukek) pada saat itu;
  7. Mungkar wa Nangkir: Lagu tentang keadaan setelah mati di alam kubur, bahasa Indonesia;
  8. Merpati Putih: Lagu berbahasa Indonesia tentang perdamaian, bahasa Indonesia;
  9. Sepasang Lembu Tua: Lagu tentang derita sepasang lembu, yang bisa ditamsilkan ke dalam kehidupan manusia, bahasa Indonesia;
  10. Nafsu: sesuai judulnya, ini lagu tentang nafsu, dan kecenderungan manusia dan pilihannya dalam hidup, bahasa Aceh;
  11. Aneuk Yatim (akustik, minus one).

Dalam daftar lagu di atas kita bisa melihat cakupan tema dalam album ini: realita sosial (Aceh saat itu masih dalam keadaan konfli yang seakan tak akan pernah berakhir), romans, adat, relijiusitas. Selain itu, bahasa yang digunakan juga ada tiga: Aceh, Indonesia, dan Aneuk Jamee. Gaya bahasa penulisan lirik juga bervariasi dari puitis, prosa, dan tamsilan. Dan penggunaan alat musik tradisi mengiringi alat-alat musik moderen juga menjadi dimensi tersendiri. Tidak salah jika saat itu, kemunculan Rafly dan Kande begitu mudah diterima, karena selain datang untuk menghibur, mereka juga seakan datang untuk menyelamatkan satu sisi dari identitas keacehan melalui seni musik.

Fitur Album Hassan Hussein

  • Judul Album : Syiar & Syair Hassan Hussein
  • Seniman : Rafly
  • Tahun : 2001
  • Label : Kasga Record
  • Jumlah Track : 11

Sedikit Tentang Rafly

Rafly lahir di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan pada tanggal 1 Agustus 1967, menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Air Sialang pada 1982, SMP Negeri 1 Samadua (1985) dan SMK Negeri Tapaktuan (1988). Rafly memiliki 7 orang anak dari seorang istri bernama Dewi Lisnadia. Saat ini Rafly adalah anggota Komisi 6 DPR RI (membidangi perdagangan, kawasan perdagangan, dan pengawasan persaingan usaha) dari fraksi PKS untuk tahun kerja 2019-2024. Sebelumnya dia adalah anggota DPD RI dari Aceh (periode 2014-2019). Rafly pernah berprofesi sebagai guru pada 1994 – 2004.

Bacaan

Terimakasih.

Artikel Perkenalan Saya | Telegram | Discord

Picture created by @aneukpineung78


Thanks for stopping by.

Sort:  
 yesterday 

Di Taman Budaya Banda Aceh, dia dipanggil pak rep. Beberapa tahun lalu sebelum covid, beliau sempat buka kedai kopi di Banda Aceh, dekat Penyeurat. Aku sudah pindah waktu itu, jadi jarang ngobrol.

Keputusannya untuk terjun ke politik adalah yg paling cocok dgn jiwanya, meski album terakhirnya tiidak meledak meletup seperti album pertama yang sampai belasan kali dicopy.

Tahun 2001-2004, bergek belum mulai dia. Akun steemitnya pun sudah pingsan😆 aku ingat, main di warnet, sepanjang hari operatornya putar mp3 lagu ini. Di Radio tempat aku kerja saat itu, album nyawoung lebih sering diputar ketimbang Rafly. Mungkin karena musisi yang kerjasama dengan kita bukan kasga record.

Aku pribadi suka lagu hahahihi dan sepasang lembu tua, dalam banget maknanya.

 yesterday 

Many thanks and big hugs to @wakeupkitty 😘

We have a saying:

Wie schrijft, die blijft!

 yesterday 

Wah, ini mengingatkan tulisan berseri saya zaman darurat militer dulu. Judul besar yang paling saya ingat "Tak Dapat Panglima GAM, Seniman Pun Jadi", kalau tak salah begitu judulnya. Berita itu tayang di acehkita.com. Sepertinya lagu Nyawong, salah satu lagu yang dilarang putar masa itu.

Karena syairnya memang mengajak pendengarnya untuk tak setia, hehehe. Tapi, intinya musisi pun dianggap separatis saat itu. Padahal, mereka mengekspresikan kondisi yang ada di lingkungan sosial mereka. Apa yang mereka lihat, ya, mereka senandungkan.

Tapi faktanya, mereka bukan saja takut bentrok antara pasukan di hutan-hutan. Lagu-lagu pun terpaksa disensor. Saat itu, Rafly sepertinya belum mencapai masa jayanya, meski lagu dia sudah mulai beredar di bawah bendera kasga record..

 yesterday 

lagu Terbaik Aceh yang sarat akan makna luhur dan penyejuk jiwa, salah satu musik berbahasa lokal Aceh dan Indonesia yang akan diputar sepanjang masa terutama di prov Aceh.

Bang Rafly bernyanyi sambil berdakwah sambil memasukkan Hikayat-hikayat terdahulu yang sungguh luar biasa.
Terbaik untuk musisi satu ini.