Pengabdian Tiada Henti di Jalur Seni |

in Steem SEAlast year

Rubrik Jejak Alumni.jpg
Pementasan drama "Jejak Putroe Neng" karya @ayijufridar yang disutradarai oleh Harry Koko Priutama.


PERSIAPANNYA sangat mendadak. Ketika sejumlah pengurus Dewan Kesenian Aceh (DKA) Kota Lhokseumawe berembuk, muncul gagasan untuk menggelar Lhokseumawe Art Festival, akhir 2021 lalu. Sebuah pementasan yang menggabungkan berbagai jenis kesenian, mulai dari tradisional sampai modern.

Di dalamnya terdapat seni tradisi seperti rapai Pase, tarian tradisional Aceh, adat seumapa, dalail khairat, meurukon, seudati, sampai seni peran. Lhokseumawe Art Festival yang berjudul Jejak Putroe Neng tersebut, diadaptasi dari novel karya Ayi Jufridar.

Menyutradarai seni panggung sudah biasa bagi alumni Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh tersebut. Sederet prestasi sudah diukir Koko—panggilan akrabnya—dalam dunia seni panggung, baik sebagai sutradara maupun pemain. Namun, menggelar sebuah karya yang menggabungkan sejumlah seni modern dan tradisional dengan melibatkan banyak seniman, menjadi tantangan tersendiri.

“Apalagi, Jejak Putroe Neng dimainkan secara langsung. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun,” ungkap Koko dalam perbincangan dengan Unimal Magazine, baru-baru ini.

Lhokseumawe Art Festival yang melibatkan 69 pemain menjadi momentum mengaktifkan kembali kegiatan seni di Lhokseumawe setelah pandemi Covid-19. Pementasan yang digelar gratis tersebut, mendapatkan apresiasi dari banyak pihak, terlebih sudah lama tidak berlangsung pementasan kolaborasi seni di Aceh.

Namun, kesuksesan itu tidaklah mudah. Di tengah berbagai tekanan yang harus dihadapi Koko di luar kapasitasnya sebagai sutradara seperti masalah listrik dan honor kru, pemuda itu sempat tak sadarkan diri karena kelelahan. Ia tumbang beberapa jam sebelum pementasan sehingga sempat membuat suasana menjadi tegang.

Ketua DKA Kota Lhokseumawe, Muhammad Nur, juga ikutan tegang dengan kondisi tersebut. Namun, Koko dengan sigap mengatur berbagai hal ketika kesehatannya pulih. “Ketegangan tersebut berakhir karena pementasan berjalan lancar sesuai rencana,” ungkap Muhammad Nur yang akrab disapa Syeh Nun.

Pembina DKA Kota Lhokseumawe, Dr Wesli, juga memuji kinerja Koko dkk sehingga Lhokseumawe Art Festival bisa berjalan sukses. “Di tengah persiapan dan anggaran minim, kesuksesan seni panggung sungguh luar biasa,” ujar dosen Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh tersebut.

Koko mengakui, hal yang paling sulit dalam menggelar Lhokseumawe Art Festival adalah menyatukan berbagai kepentingan seniman yang terkenal sulit diatur. “Ada seniman tradisi senior yang tidak mau tampil dalam durasi singkat. Padahal, semuanya harus diatur dalam durasi dan komposisi yang tepat agar seni tradisi tersebut tidak terlihat sekadar tempelan,” ungkap Koko yang juga mantan pegiat di UKM Seni Budaya Meurah Silue Universitas Malikussaleh.

Wesli dan Muhammad Nur mengakui kiprah Koko sebagai seniman panggung. Roda DKA Kota Lhokseumawe yang berderap menampung energi kreatif generasi muda beberapa tahun terakhir, tak lepas dari peran Koko yang bekerja dengan tulus dan ikhlas.


Harry Koko Priutama_01.jpg


Dari seni Kampus

Keterlibatan Koko dari dunia seni sudah mulai sejak SMP melalui bebagai perlombaan baca puisi dan penulisan. Bakatnya semakin terasah ketika masuk UKM Seni Budaya Meurah Silue Universitas Malikussaleh, pada 2007.
“Saat itu saya langsung diperkenalkan dengan teater oleh pengajar saya, yaitu Bang Ale yang didatangkan langsung dari Universitas Al Muslim. Beliau salah satu lulusan dari STSI Bandung. Bang Ale yang memperkenalkan teater dan memunculkan kecintaan saya terhadap teater pertama sekali,” ungkapnya.

Selain Bang Ale, orang yang paling berpengaruh dalam kehidupan berkesenian Koko selama ini adalah seorang tokoh teater di Aceh, yaitu almarhum Mustika Permana. Dari Mustika, Koko belajar tentang totalitas dan keikhklasan dalam berkesenian serta berkarya.

Soal keikhklasan berkarya, memang terlihat ketika siang malam Koko mempersiapkan berbagai pementasan tanpa mengharapkan imbalan. Ia justru sedih ketika beberapa seniman muda berbicara soal imbalan sebelum menunjukkan karyanya.

Dari Mustika, Koko belajar bahwa suatu karya seni itu mahal harganya, tetapi bukan dari sudut materi tapi dari sudut pandang usaha dan kerja keras. Koko menilai kesenian tak bisa diukur dari materi dan nominal uang, tapi bagaimana seniman itu mengeksekusi suatu karyanya sehingga menjadi sebuah karya yang bisa dinikmati banyak orang.


Harry Koko Priutama_04.jpg
Koko sedang melatih drama anak-anak.


Berbakti bagi almamater

Nilai itulah yang membuat Koko masih tetap menjalin hubungan dengan mahasiswa di bawa UKM Seni Budaya Meurah Silue, sampai saat ini. Dalam menghadapi berbagai festival seni, Koko sering kembali ke kampus, mendampingi pegiat seni meski dengan imbalan yang tidak jelas.

Kondisi ini, menurutnya, perlu mendapat perhatian dari pejabat terkait di kampus. Para mahasiswa harus mendapatkan dukungan agar bisa fokus mengikuti berbagai perlombaan seperti di Peksimida dan Peksiminas. “Jangan lagi, mahasiswa lebih pusing memikirkan uang yang belum cair daripada kegiatan perlombaan,” kritik Koko.

Disinggung soal impiannya yang belum terwujud, Koko ingin berkolaborasi dengan teman-teman kesenian di Aceh serta nasional untuk memperkenalkan kebudayaan Aceh di dunia karena masih banyak kebudayaan dan serta kesenian Aceh yang belum terangkat ke permukaan.

Ia berharap kesenian di Aceh dapat dilestarikan serta diperkenalkan pada generasi muda sehingga mereka dapat mengenal serta berkarya bahkan mengembangkan karya seni yang sudah ada. Adanya hubungan harmonis terhadap seniman senior terhadap anak-anak muda yang berkarya.

“Saya inginkan ke depan pemerintah daerah atau Pemerintah Aceh memasukkan kesenian daerah sebagai kurikulum dari mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Ini kekayaan untuk menunjukkan jati diri bangsa yang berbudaya sekaligus menjadi aset menarik wisatawan,” pungkas Koko.[]


MRP_5268.JPG
Latihan pementasan "Jejak Putroe Neng" di Lhokseumawe.

Sort:  

Thank you, friend!
I'm @steem.history, who is steem witness.
Thank you for witnessvoting for me.
image.png
please click it!
image.png
(Go to https://steemit.com/~witnesses and type fbslo at the bottom of the page)

The weight is reduced because of the lack of Voting Power. If you vote for me as a witness, you can get my little vote.

 last year 

Thank you @steem.history.

 last year 

Waaaah... banyak ya wan kesinian yang di pentaskan, saya ter tarik dengan kesenian 'dalail khairat', itu seperti apa ya wan, ada unsur unsur sholawat kah?
Soalnya yang saya tahu, dalail khairat itu kitab kumpulan sholawat karya Syaikh Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli yang wafat pada tahun 870 H

Salam indonesia
Jangan lupa bahagia
@newby

 last year 
Club75
DescriptionAction
Plagiarism-Free✅️
Bot-Free✅️
Verified User✅️
Beneficiary Rewards✅️
Support burnsteem25❌️
Voting CSI2.9

Terimakasih telah berbagi bersama disini.