Petuah Nyak Kaoey #8 : Ini Tentang Haba Paleh
Negeri ini haru-hara karena semakin banyaknya orang paleh. Tingkah paleh pun macam-macam. Dua hari lalu ketika Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Taqwallah dan Kepala Dinas Perhubunan Aceh Junaidi dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) haba paleh bersileweran di media sosial hingga ke meja-meja warung kopi.
Ada media yang terang-terangan secara bombastis memberitakan itu, tanpa mencari tahu duduk perkaranya, terjadilah trial by the pers alias penghakiman oleh media. Tanpa mempertimbangkan dan mengedepankan presumption of innocence alias praduga tak bersalah. Clickbait telah meraja lela di media.
Dan setelah kedua pejabat itu kembali ke Aceh, maka irama berita berubah lagi. Ada media yang menulis seolah itu pertama dalam sejarah pejabat yang dipanggil KPK bisa kembali, dan ini sebagai tanda pejabat yang jujur. He he he mengalir kemana-mana, bukan pada subtansi masalahnya.
Nah, bicara soal paleh itu, Nyak Kaoey jadi teringat pada petuah Endatu tempo dulu. Katanya, paleh tanoh cot teungoh kureung asoe, paleh inong jiteumanyong ‘oh lakoe woe, paleh rakyat jimeuupat rata sagoe, paleh raja jideungo haba beurangkasoe. Dan, mencermati kasus dua pejabat Aceh dipanggil KPK itu, Nyak Kaoey tambah satu paleh lagi, paleh media jituleh berita galak-galak droe. Tidak berimbang, tak memenuhi kaidah cover both side. Begitulah kalau berita sudah dipengaruhi oleh like and dislike tidak lagi melihat sesuatu berdasarkan fakta.
Lalu timbul pertanyaan Nyak Kaoey, mengapa media bisa terbelah melihat fakta? mengapa ada framing dalam pemberitaan? Jawaban sederhananya adalah karena afiliansi media itu sendiri, berdiri ke arah mana yang menguntungkan secara materi, bukan lagi berdiri pada kebenaran fakta, tapi pada motif. Kata Endatu, keureuleng eunggang heut keu abeuek, keureuleng kuek heut keu paya, meunyoe kon sinan le peu jipathuek, pubuet kuek keunan teuka.
Setelah ini entah apa lagi, yang jelas persoalan di Aceh ini tak habis-habisnya, lheuh bak mise meukumat bak janggot, lheuh bak angkot meukumat bak taba. Hikayat surak tupe pun tak habis-habisnya, lagee musem keunong sa, rata paya cangguek meudoda.
Yang tak habis pikir Nyak Kaoey, itu mereka-mereka yang cang panah di warung kopi, tanpa tahu duduk persoalannya, langsung bicara analisa bak pengamat jebolan Harvard University menggebu-gebu sampai tijoh ie babah setelah diperiksa tem soh semua. Lawan debatnya yang beda afiliansi juga tak mau kalah, berapi-api membela junjungannya, ujung-ujungnya kupi sikhan glah gob bayeu.
Melihat tabiat para pengamat warung kopi yang terpapar berita media kurang sehat itu, Nyak Kaoey hanya bisa bilang, kedua pihak tak ubahnya seperti kata Endatu, bohru pirak tasawak bak lungkee leumoe, sinoe geujak sideh pih geujak, ‘oh meurumpok ka sabe-sabe pungo. Bagaimana menurut Anda?
Eunggang keureuleng abeuk hasil jepretan @m-yasir lihat di sini
Tekhem long wate long baca tulisan dro neh nyow, salam kenal pak @isnorman. Kreatif that .
Salam kenal kembali, bek hem sidroe, hireuen gob intreuk @safridafatih terimakasih sudah berkunjung ke blog saya.
Ya pak, nyow jino tingoh bingong sidro long karena urow nyow jatah vaksin. Galom ji vaksin ka Saket dada karena ye😂😂😂😂. Sama-sama pak @isnorman
Semoga semuanya lancar bu @safridafatih
Aamiin. Terimakasih
sama-sama
Saya jadi teringat sebuah cerita nyata yang kejadiannya beberapa tahun yang lalu di Rumah Sakit Sigli. Di Poliklinik ada oknum yang mengaku bekas pentolan Awak Droe teuh minta dilayani lebih dulu tidak sabar menanti antrian. Alhasil, keluarlah kata-kata "Beuna ka teupue, lon di thei pungo jameun watee picrok awak si pai, ku poh keuh baro ka teupeu"...
Dari kejauhan seorang pasien yang sedang antri di Poli Jiwa langsung menimpali dan mengatakan "Hai bang, bek lakee droe jeut ke ureung pungo, kei yang ka pungo han puleh2 le.." 😀😀😀
Ureung ilhap memang harus talawan ngon jurus mabok brader @anroja
😀😀😀😀