Cerpen: Bisco

in STEEM INDONESIA2 years ago (edited)

1669984035454.jpg Sumber: Dokumen pribadi

Dari kaki gunung, awan-awan lembut itu terlihat begitu jelas. Terentang ke segala penjuru cakrawala dan membuatnya lebih indah. Gumpalan putihnya terlihat seperti kapas halus yang nyaman untuk disinggahi. Apabila malaikat memang ada, pasti mereka bermain-main santai di atas sana.

Pun pohon-pohon yang tumbuh di kaki gunung terlihat begitu kokoh. Lebat dan hijau subur. Memang haruslah seperti ini adanya. Keindahan dan kehidupan harus selalu tumbuh dan luas.

Dua orang lelaki terlihat melakukan perjalanannya. Berbekal satu carrier besar di punggungnya masing-masing. Terlihat lelah. Namun terus melangkah dengan tersenyum menuju puncak gunung. Mereka tidak menyerah.

Bisco dan Edo. Dua orang yang punya cukup banyak pengalaman hidup. Sepasang sahabat sejak lama yang akhirnya menikmati akhir pekan mereka bersama-sama. Perjalanan penuh kenangan setelah sekian lama tidak melakukannya bersama-sama.

Mereka berjalan berdampingan dengan pemandangan yang indah, udaranya segar, dan berpapasan dengan orang-orang ramah penghuni desa. Bertukar senyuman, dan tetap berjalan.

"Ayo, bisa." Bisco mengulurkan tangan kanannya ke Edo. Membantu agar sahabatnya bisa melewati jalanan yang curam dengan batu besar menghadang.

Edo menerima bantuannya. Melewati tumpukan batu besar dengan cukup mudah. Hal yang sulit akan terasa lebih ringan jika orang mau saling membantu.

Jalanan curam dengan sisi kanan atau kiri adalah jurang. Begitu pula dengan tanah yang berlumpur atau duri-duri dari tanaman lebat yang menghadang. Bertemu dengan beberapa hewan liar. Monyet. Tupai. Ular. Hingga hampir dikejar anjing. Mereka tidak menyerah.

Tapi perjuangan itu terbayar lunas setelah berjalan beberapa jam susah payah. Mereka bisa sampai di puncak gunung. Seolah rasa capeknya hilang seketika dan berubah menjadi segar kembali setelah melihat pemandangan menakjubkan. Mereka berdiri lebih tinggi daripada awan! Pemandangan yang hanya bisa dilihat dari puncak. Sepanjang mata memandang adalah awan dan awan dan awan seperti gumpalan kapas lembut berterbangan ke sana kemari. Dengan cahaya matahari dan angin yang ternyata begitu indah saat dilihat oleh mata biasa.

Beberapa bendera terlihat telah tertancap. Terlihat mengagumkan dengan terpaan angin yang membuatnya berkibar dengan gagah. Menunjukkan kebanggaannya dan kesenangannya setelah perjalanan cukup panjang.

"Lihat itu Bisco! Akhirnya kita sampai puncak!" Edo terlihat senang. Dia segera berjalan ke tempat dengan pemandangan yang paling indah dan dengan penuh semangat berteriak sekencang-kencangnya menghempaskan semua emosi yang tertahan selama perjalanan. Hingga rasa lelah dan kebahagiaan bersatu padu dalam hatinya. "Kita nanti harus foto-foto di sini!" ucap Edo menambahi.

Bisco terlihat lebih tenang. Dia membalas ucapan itu dengan senyuman. Dia merasakan kelegaan tersendiri setelah sampai di puncak perjalanannya. Tujuannya sudah hampir tercapai.

Edo menancapkan bendera kebanggaannya. Pertanda apabila dirinya telah berhasil menakhkukkan puncak. Juga segera berniat untuk mengabadikan momen itu dengan kamera yang ada di ponselnya.

Hanya saja saat Edo berusaha memikirkan posisi dengan pemandangan paling bagus. Bisco tiba-tiba memukulnya. Pukulan yang sangat kuat. Tepat di antara pipi dan hidung Edo.

Edo terpelanting. Pukulan keras yang bertenagakan lengan kuat itu sukses meremukkan wajah. Menyisakan memar biru dan juga tetesan darah dari hidung. Bahkan wajahnya hampir bertabrakan dengan tumpukan batu yang ada di tanah.

"APA MAKSUDMU? BISCO!" Edo berteriak marah. Sambil kesakitan. Tangannya meraba wajahnya yang perih setelah dihantam dengan kepalan.

"AYO KITA SALING BUNUH. JANGAN DIAM SAJA SAAT DIPUKUL. AYO KITA ULANGI KEBIASAAN LAMA KITA. MEMBUNUH ORANG YANG PANTAS DIBUNUH. SEPERTI SAAT KITA MASIH KRIMINAL."

"Kau sudah gila! Kita sudah berubah."

"Kau yang gila. Kau teman dekatku dan menyetubuhi istriku padahal kau sudah kupercaya! Kamu bajingan!"

"Bukankah hal wajar jika kita saling berbagi? Seperti saat dulu kamu meniduri Siska!"

"Tapi Mega istriku. Bukan pacar. Dan tentang Siska, itu sudah sangat lama!"

Edo hanya diam menatap Bisco.

"Ayo pukul aku. Jangan diam saja. Aku memukul wajahmu dan kamu memukul mataku. Kita saling bunuh. Kita balik ke aturan lama. Menyelesaikan masalah dengan darah."

Edo mulai marah. Dia tidak menyangka jika Bisco akan melakukan hal itu.

"Kuajari cara memukul jika kau sudah lupa caranya!" kata Bisco sambil berjalan ke Edo. Dia menghantamkan kepalan tangannya dengan keras. Namun kali ini berhasil dihindari.

Bahkan Edo berhasil membalas pukulan itu dengan cepat. Dia menghantam wajah Bisco dengan siku kanannya. Keras. Hingga Bisco terlihat pusing sekian detik.

Bisco kehilangan kendali. Dia terlihat kesakitan dan kesulitan bergerak.

"Baiklah jika itu maumu!" ucap Edo. Sambil dengan segera dia meraih batu yang ada di sisinya. Lalu menghantamnya ke kepala Bisco dengan keras saat dia lengah.

Bag!

Darah mengalir dari kepala. Berwarna merah segar dan jatuh dari sela-sela rambut. Bisco kesakitan. Dia berteriak dengan keras dan marah.

Bisco tidak menyia-nyiakan waktu lagi. Menghantamnya lagi dengan pukulan yang keras. Pukul dan pukul lagi dan pukul lagi. Terus melawan dan melawan.

Mereka saling menghajar satu sama lain. Memukul, menangkis, menghindar, dan membalas.

Beberapa kali tendangan mereka juga saling beradu. Saling bertabrakan antara kaki dan kaki yang keras. Saling berdarah dan saling kesakitan. Mereka saling berteriak dan saling marah.

Saat akhirnya cukup lelah beradu, Edo berhasil memukul kepala dan membuat Bisco terlihat pusing. Dia tidak melewatkan kesempatan beberapa detik yang berharga itu. Langsung menghantam wajah Bisco dengan tangan kanannya yang mengepal, dilanjut pukulan dengan tangan kiri hingga membuat Bisco sedikit tersungkur sebelum akhirnya lutut Edo menambah hantamannya tepat di wajah. Lalu pukulan bertubi-tubi dengan ayunan yang cepat dan hantaman yang kuat ketika Bisco kehilangan keseimbangan.

Perut. Dada. Wajah. Perut lagi. Wajah. Wajah. Kepala. Kepala. Kepala. Kepala, dan tendangan kuat ke dada.

Bisco tersungkur.

Tapi Edo langsung melompat ke tubuh Bisco yang tergeletak. Bersiap memukul wajah lawannya. Posisinya yang sangat menguntungkannya. Dia bisa memukul dengan leluasa. Sedangkan Bisco hanya bisa menahan dan menerima serangan.

Wajah. Wajah. Wajah. Kepala. Pipi. Hidung. Mata! "Rasakan! Rasakan! Mampus!"

Bisco babak-belur. Dia kesakitan karena kesulitan menyerang balik. Dia hanya bisa bertahan dan menangkis.

Tapi akhirnya Bisco berhasil menghindar dari pukulan Edo setelah mendorong dengan tubuh dan kakinya sekuat tenaga. Lalu menggeser kakinya hingga dapat mencekik leher Edo beberapa saat. Hingga membuatnya jatuh terpelanting.

Kini Bisco tidak menyia-nyiakan kesempatannya sama sekali. Ganti menghajar wajah Edo saat dia terjatuh. Tepat seperti posisi yang tadi dilakukan Edo kepadanya.

Bag! Bag! Bag!

Bisco menyerang dengan sekuat sisa-sisa tenaganya. Dia menghabiskan seluruh energinya. Daripada acak. Bisco memilih terus menyerang di satu titik. Pipi kanan Edo. Bahkan Bisco tetap bisa memukul meski matanya sudah kesakitan untuk melihat. Beberapa serangannya meleset. Namun dia tetap memukul dan memukul dan memukul dan memukul.

"Hancur! Hancur! Hancur! Rasakan! Ini untuk istriku! Bedebah! Balasan! Balasan! Balasan! Untukmu!" Sambil memukul dia keluarkan kata-kata dari mulutnya.

Edo hanya bisa menangkis pukulan Bisco dengan tangannya sebelum menghantam wajah. Namun pukulan itu mengarah ke satu titik. Membuat tangan yang menangkis kesakitan untuk digerakkan. Apalagi posisi Edo tidak diuntungkan. Setiap dia ingin melepaskan diri. Bisco menahan tubuhnya dan tetap membuat Edo tergeletak. Dia terkunci dan tidak bisa berbuat apa-apa selain menangkis. Dan dia tidak mungkin menangkis setelah tangannya menerima pukulan bertubi-tubi di tempat yang sama.

Dan Bisco terus memukulnya.

"Ayo balas aku! Jangan diam saja saat dipukul! Ayo pukul! Ayo kita saling membunuh!" Bisco berteriak sambil marah dan mengeluarkan seluruh emosinya. Dengan kata-kata, dan dengan pukulan keras ke sisi wajah Edo. Terus, dan terus.

Edo terkapar. Dia tidak bisa membalas balik. Bahkan dia sudah tak mampu melihat atau berbicara dengan jelas.

Saat Bisco bertanya sambil memukul dan memukul wajahnya. Balasan yang dia terima hanyalah percikan darah yang berwarna merah. Tidak ada suara sama sekali.

Hingga akhirnya Bisco merasa lelah setelah banyak memukul tanpa perlawanan. Keringat, debu, dan darah telah bercampur ke kulit dan tangannya. Beranjak untuk berdiri dan berjalan ke suatu tempat meninggalkan Edo yang tergeletak.

"Kau boleh menikahi istriku setelah ini. Aku akan menceraikannya," kata Bisco. "Itupun jika kau bisa bertahan hidup dan pulang," tambahnya, sambil melemparkan tas berisi perlengkapan yang dia bawa pada tubuh Edo yang sudah lemah.

Lalu lelaki itu pergi meninggalkan sahabatnya begitu saja. Pulang melewati pemandangan alam yang indah dan megah.
Berjalan di antara tumbuhan-tumbuhan hijau yang penuh dengan kehidupan.

Sort:  
 2 years ago 

mantap bro, aku repost ya. buat bahan bacaan ulang,. hehe

 2 years ago 

Dengan senang hati bro.
👍

Congratulations! This post has been upvoted through steemcurator09.

C3TZR1g81UNaPs7vzNXHueW5ZM76DSHWEY7onmfLxcK2iQCSedsGaDyEdcsTpYR8cbN72cwBGdiTbX9B8gvoRUCsomvqwooqWqyfAFUzA1Cbkf7VHS1bFeW.png

Curated By - @juichi
Curation Team - Team Newcomer
.

 2 years ago 

Thank for curating my work.
Have a nice day