Between Tradition, Economy, and Nutrition: Meugang: Steemit Engagement Challenge Week 2 | Bilingual |

in STEEMIT PAKISTAN3 years ago (edited)

01.jpg
Meugang celebration in Krueng Geukueh, Aceh Utara, Indonesia.

The traditional market in Aceh looks busy the day before Eid Al-Fitr 1443 Hijri ago. The merchants pitched their tents to the side of the road. In some cities, makeshift tents are set up using open fields, making the streets narrow and well, a bit chaotic.

Such a sight is seen in all cities in Aceh, Indonesia's westernmost province. The people of Aceh carry out the meugang tradition, a tradition that has existed since 1607 during the leadership of Sultan Iskandar Muda.

At that time, the meugang tradition had socio-economic and health functions. Acehnese people cook meat, beef, or buffalo in some areas, the day before Ramadan, the day before Eid al-Fitr, and the day before Eid al-Adha. At least three times a year meugang celebrations are held, but due to the demanding situation, in some places, residents hold meugang for two or three days to welcome Ramadan, Eid al-Fitr, and Eid al-Adha. It could be, in a city meugang held for six days a year.

“The meugang tradition in the past strengthened brotherhood because the Sultan distributed beef to the poor. This tradition also has an impact on improving the nutrition of the lower-class people who cannot afford meat. All past financial costs were borne by the royal treasurer," said Malikussaleh University anthropologist Teuku Kemal Fasya when asked for a response, Friday, May 6, 2022.

The social, economic, and health impacts of the meugang celebration are still being felt in the Acehnese community. In the midst of the Covid-19 pandemic which is at its peak, the meugang celebration continues in Aceh, especially since 2022 when the pandemic began to slow down.

This tradition also has an economic impact. The price of beef in Aceh during the Meugang celebration, some time ago, reached Rp. 200,000 per kilogram (kg). Please compare this with the price of beef in the nearest province in Aceh, North Sumatra, which is only Rp. 135,000 per kg.

"Even though the price is expensive, the people of Aceh will still buy beef when trading because they feel there is less if there is no meat," added Teuku Kemal Fasya.

Our family also meugang celebrates although it is not a must. On Eid al-Fitr, a few days ago, we bought meat at a “surprise market” (a market that appears suddenly at a certain moment) which is open at night. We bought two kilograms of beef the day before the emerging tradition at a price of IDR 180,000 per kg, cheaper than buying the next day.

The people of Aceh prefer traditionally treated beef compared to fattening cattle by giving them concentrates that encourage cows to eat more.

Not only in Aceh, in several other provinces in Indonesia there is also a tradition of cooking meat the day before Ramadan or the day before Eid al-Fitr and Eid al-Adha. But only the name is different. For example, in Pasuruan, there is a tradition of Manten Sapi, where a cow is dressed like a bride before being slaughtered.

How about your city or your country?[]


02.jpg


03.jpg


Antara Tradisi, Ekonomi, dan Nutrisi: Meugang

PASAR tradisional di Aceh terlihat sibuk sehari sebelum Idul Fitri 1443 Hijriah yang lalu. Para pedagang mendirikan tenda sampai ke pinggir jalan. Di beberapa kota, tenda darurat didirikan dengan memanfaatkan lapangan terbuka sehingga membuat jalanan menjadi sempit dan yah, agak semrawut.

Pemandangan seperti itu terlihat di semua kota di Aceh, sebuah provinsi paling barat Indonesia. Masyarakat Aceh melaksanakan tradisi meugang, sebuah tradisi yang sudah ada sejak 1607 di masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda.

Ketika itu, tradisi meugang memiliki fungsi sosial ekonomi serta kesehatan. Masyarakat Aceh memasak daging, sapi atau kerbau di beberapa daerah, sehari sebelum Ramadhan, sehari sebelum Idul Fitri, dan sehari sebelum Idul Adha. Minimal tiga kali dalam setahun perayaan meugang digelar, tetapi karena situasi yang menuntut, di beberapa tempat warga menggelar meugang dua atau tiga hari untuk menyambut Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Bisa jadi, di suatu kota meugang digelar selama enam hari dalam setahun.

“Tradisi meugang di masa lalu memperkuat persaudaraan karena Sultan membagikan daging sapi kepada masyarakat tidak mampu. Tradisi ini juga berdampak terhadap perbaikan nutrisi masyarakat kelas bawah yang tidak mampu membeli daging. Seluruh biaya meugang di masa lalu ditanggung oleh bendahara kerajaan,” ungkap antropolog Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya saat diminta tanggapannya, Jumat, 6 Mei 2022.

Dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan dalam perayaan meugang sampai saat ini masih terasa di tengah masyarakat Aceh. Di tengah pandemi Covid-19 yang sedang memuncak, perayaan meugang tetap berlangsung di Aceh, apalagi sejak 2022 ketika pandemi mulai melandai.

Tradisi ini ikut berdampak secara ekonomi. Harga daging sapi di Aceh saat perayaan meugang, beberapa waktu lalu, mencapai Rp200.000 per kilogram (kg). Bandingkan dengan harga daging sapi di provinsi terdekat di Aceh, Sumatera Utara, yang hanya Rp135.000 per kg.

“Meski harganya mahal, masyarakat Aceh tetap akan membeli daging sapi saat meugang karena merasa ada kurang kalau tidak ada daging,” tambah Teuku Kemal Fasya.

Kami sekeluarga juga merayakan meugang meski bukan sebuah keharusan. Dalam Idul Fitri, beberapa hari lalu, kami membeli daging di sebuah “pasar kaget” (sebutan untuk pasar yang muncul seketika pada momen tertentu) yang buka pada malam hari. Kami membeli dua kilogram daging sapi sehari sebelum tradisi meugang dengan harga Rp180.000 per kg, lebih murah dibandingkan membeli keesokan harinya.

Masyarakat Aceh lebih menyukai daging sapi yang dirawat secara tradisional dibandingkan dengan sapi dari hasil penggemukan dengan memberinya konsentrat yang mendorong sapi makan lebih banyak.

Bukan hanya di Aceh, di beberapa provinsi lain di Indonesia juga ada tradisi memasak daging sehari sebelum Ramadhan atau sehari sebelum Idul Fitri dan Idul Adha. Hanya namanya saja yang berbeda. Sebut saja di Pasuruan, di sana ada tradisi Manten Sapi, di mana seekor sapi didandani layaknya pengantin sebelum disembelih.

Bagaimana dengan daerahmu?


04.jpg


9172a01e-ba72-4b0f-973c-60f66397036e.jpg

Sort:  

This meugang has indeed become a local tradition for us area aceh, from the time of Sultan Iskandarmuda!! Good luck

That's right. A tradition that gives a multiplier effect in various aspects. The local government should also pay for the poor, such as during the Iskandar Muda Sultanate. I hope you can enjoy meugang times happy with your family. Thank so much @yuliadi.

Ada sedikit perbedaan antara tradisi meugang ini dimasa kerajaan dulu dengan sekarang. Dulu, tradisi ini lebih ke sosial dengan membantu rakyat miskin, tradisi itu tidak kita jumpai lagi sekarang.

Sepakat @albertjester. Harusnya tradisi di masa lalu kita tumbuhkan kembali agar meugang juga kental nuansa sosial dan kebersamaan. Bisa dimulai dari komunitas kecil sampai mendesak pemerintah berada di garis depan.

Tahun ini keluarga kami merayakan meugang tidak dengan beli daging di pasar, tapi dari geureupoh (kandang) sendiri. Nikmatnya beda, walaupun secara ayam dan sapi/kambing harganya lumayan jauh juga.

Menikmati daging meugang dari kandang sendiri juga menjadi tradisi di Aceh. Saya ingat, tetangga di Bireuen dulu memotong ayam sendiri setiap meugang, entah dengan alasan apa. Daging meugang dari kandang sendiri tentunya memberikan suasana berbeda dibandingkan dengan membeli. Kalau @firyfaiz memotong rusa saat meugang, jangan lupa undang saya, ya...? Hehehehe....

Kalau daging rusa adanya di kampung saya.😀

Saya paling suka, lebih empuk dibandingkan daging sapi. Kalau ke Banda Aceh, sering makan mie Zakir dengan daging rusa.

Tradisi meugang menjadi hari penting untuk menyambut perayaan keagamaan di Aceh. Semoga tradisi ini bisa tetap terus ada dan tidak punah...

Kalau melihat budaya generasi muda sekarang, terutama di kota besar di Aceh, perlahan tapi pasti tradisi itu mulai tergerus. Makanya, merawat tradisi tersebut harus dimulai dari keluarga yang terus mewarisi kepada anak cucunya.

Betul sekali, saya setuju...

Tradisi meugang ini juga yang membuat Aceh berbeda dengan provinsi di Indonesia lainnya. Sehari sebelum puasa Ramadhan, dan juga sehari sebelum Idul Fitri, juga Idul Adha, masyarakat akan ramai-ramai ke tempat penyembelihan hewan untuk membeli daging. Ini sudah seperti hal yang wajib, menurut saya ini juga unik.

Namun disisi lain, saya juga sedih melihat keluarga yang kurang mampu, mereka tidak bisa merasakan nikmatnya "sie meugang." Hanya
bisa mencium aroma sie dari tetangga 😥

Membeli daging di hari meugang memang sudah menjadi kewajiban yang tidak bisa ditolak, seolah ada yang kurang kalau tidak membeli daging meugang.

Di sinilah terkadang miris kalau ada keluarga tidak mampu yang tidak bisa menikmati daging meugang. Kalau di masa Sultan Iskandar Muda, kan ada dana kesultanan untuk masyarakat tak mampu. Sekarang mana ada seperti itu....

Menurut saya, di sinilah dibutuhkan kepedulian orang mampu untuk memberi sedekah kepada keluarga kurang mampu. Jangan hanya di Idul Adha saja yang memang sudah menjadi kewajiban memberi daging kurban.

Terima kasih @midiagam. Semoga daging meugang kemarin cukop meurasa....

Betul sekali bang Ayi, balasan komentar yang bang Ayi berikan sangat bijak dan itu membuat saya puas.

Meuketam mangat bang sie meugang barosa, sie unta kamoe pesan dari Timur Tengah 😅

Omak, saya belum pernah makan daging unta. Kalau ada, saya tunggu undangannya.

Wate acara meet up eunteuk bang, ta pesan lom sie unta hehe

Jeut, ta peugit mie aceh, beuh!

Ok, siaappp 😀

Sepertunya, acara Meugang semeriah ini hanya ada di Aceh. Ini keunikan dan sekaligus kearifan lokal yg harus dijaga dengan baik oleh masyarakat muslim di Aceh.

Dengan tradisi yang sudah berlangsung sejak 1607, harusnya tata kelola perdagangan sapi untuk kebutuhan meugang menjadi lebih baik, tidak mahal seperti sekarang. Sayangnya, pemerintah tidak mengambil inisiatif ini, dunia usaha juga, terutama sektor peternakan. Terima kasih @bahagia-arbi.

 3 years ago 
PlagiarismNo
SteemexclusiveYes
Club statusClub5050
Bid BotsNo
Num of words951

Inilah yang ditakutkan sapi ketika hari meugang. Pertumpahan darah dimana" 😂

Sapi pasrah @mollymochtar. Andai bisa bicara, ia akan mengatakan bahwa dagingnya yang empuk dan bergizi menjadi sumber energi bagi mukmin yang taat. Hehehehe.....

Kolesterol loh bg 😂

Hasil penelitian terbaru, Bunda @mollymuchtar, kambing dan sapi tidak mengandung kolesterol. Tapi yang benar, tahu nggak, mengandung apa....?

Enggak tau ????

Kambing dan sapi tidak mengandung kolesterol, melainkan mengandung anak kambing dan anak sapi. Betul?

semakin mahal semakin bernilai. karena jika tak bawa pulang daging meugang, status sosial bakal merosoot tajam :D

Ada menantu yang di-bully keluarga istri karena tidak membawa pulang daging meugang, sungguh menyedihkan. Bagaimana kalau sang menantu sudah memberikan uang kepada mertua untuk membeli daging? Suami milenial seperti kita kan tidak mau repot membeli daging....?