Was-was Menanti Hasil Tes PCR - Isoman #1

in Indonesia3 years ago

IMG_20210728_105140.jpg
Senin (26/7/2021) sore, saya dan keluarga balik ke Banda Aceh. Kondisi istri saya sedang kurang fit: batuk dan demam. Ia juga kehilangan penciuman. Sementara kondisi saya biasa-biasa saja, meski mulai merasa pusing dan meriang.

Tiba di kawasan Saree, hawa dingin mulai menyerang. Tubuh saya menggigil kedinginan. Karena butuh istirahat dan perut juga perlu diisi, kami mampir di warung pak is. Kata istri, menu di warung tersebut lebih lengkap. Begitu turun dari mobil, saya bergegas ke toilet yang berada di sisi kiri warung untuk buang air kecil.

Selesai buang air kecil, saya siram bekas kencing dan ketika cipratan air mengenai kaki, sekali lagi saya menggigil kedinginan. Sebagai orang sudah dua kali terkena DBD, saya sudah terbiasa dengan kondisi begini. Hawa dingin itu saya lawan dengan menggerakkan badan ke kiri dan kanan.

Lalu saya bergabung dengan istri dan anak-anak yang meriung di meja bagian luar. Saya dikasih lihat menu dan tidak satu pun yang mengundang selera. "Saya pesan teh hangat saja, tapi agak panas," kata saya pada istri.

Sebenarnya kami bawa banyak bekal: minuman kaleng, nasi penyet dan daging. Tapi karena tidak mungkin hanya duduk doang, makanya istri pesan juice, teh hijau dingin dan satu piring mie. Saya sendiri sama sekali tidak menyentuh mie tersebut. Saat itulah selera makan saya hilang.

Ketika melanjutkan perjalanan, kondisi tubuh saya sudah mulai parah. Sepanjang jalan saya mengeluh kalau saya kedinginan dan butuh kain selimut anak untuk menutupi tubuh dan kedua tangan. Untung saja, sikecil sedang kantuk berat, sehingga kainnya bisa saya gunakan dengan leluasa.

Dengan kondisi tubuh yang tidak fit tersebut, akhirnya kami tiba di Banda Aceh dengan selamat. Barang yang tidak begitu perlu kami biarkan saja di dalam mobil. Soalnya, saya sudah tak sanggup lagi mengangkat barang. Kepala juga sudah mulai berat. Saya hanya mau rebahan.

Malam itu, untuk pertama kalinya saya tidak bisa tidur nyenyak. Saya mengigau sepanjang malam, dan sebentar-bentar bangun untuk minum atau buang air kecil. Istri meski kurang fit, ia bisa tidur nyenyak. Selera makannya pun masih normal. Hanya penciuman yang hilang total.

Hari Selasa, kami tidak kemana-mana, hanya di rumah saja. Siang kami sempat keluar sebentar untuk membeli lauk: yee madu (hiu madu), salah satu kuliner yang sangat saya gemari. Hanya saja, ketika saya mencicipinya, mulut saya menolak. Tidak satu sendok pun nasi masuk ke mulut saya.

Selasa malam, sekali lagi tidak bisa tidur. Seperti malam sebelumnya, saya mengigau sepanjang malam, mengingatkan saya ketika terkena tipes dua tahun lalu. Dalam hati, saya mulai yakin kalau saya terkena tipes. Setidaknya itu yang saya bilang pada istri.

Hari Rabu, saya membawa istri ke Puskesmas Lampaseh Kota. Soalnya, penciumannya belum kembali normal sejak dari kampung. Apa saja yang diciumnya, tidak ada baunya sama sekali. Keluhan itu disampaikan ke dokter umum yang memeriksanya, dan kemudian disarankan untuk tes antigen.

Saat tes dilakukan, muncul keanehan. Salah satu garis muncul dengan terang (negatif) sementara satunya lagi muncul samar-samar. Dokter yang memeriksa bingung. Katanya, kalau positif, biasanya langsung keluar dua garis. "Mungkin virusnya sudah lemas," katanya, pelan. Lalu, kami diminta untuk tes PCR ke Lab Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh, biar hasilnya lebih akurat

"Besok, pukul 7.30 sudah harus standby di Lab. Kalau telat tidak dilayani lagi," kata dokter Puskesmas.

Dengan hasil tes antigen yang membingungkan itu kami pulang ke rumah. Tapi, sebelumnya kami sempat singgah membeli nasi padang, karena istri mengaku mau makan nasi padang. Sepanjang jalan kami sudah membuat rencana, jam 7 pagi sudah harus ada di Lab. Soalnya dalam sehari mereka hanya melayani 100 orang.

Meski rencana sudah kami susun sempurna, sorenya masuk telepon dari dokter Puskesmas bahwa kami tidak usah ke Lab. Kami diminta datang kembali ke Puskesmas besoknya. Saya tidak tahu mengapa mereka berubah.

Hari Kamis, kami datang ke Puskesmas seperti diminta. Mendaftar seperti calon pasien lain. Ketika petugas memeriksa suhu badan saya, muncul keanehan. Saat dicek bagian tangan, suhu tubuh saya mencapai 56,7 derajat celcius, sementara ketika dites di tangan satu lagi, hasilnya 38,6 derajat celcius. Lalu alat cek suhu diarahkan ke kening, dan hasilnya 37,7 derajat celcius. Sementara suhu badan istri saya sudah normal.

Setelah itu, kami menuju kursi di ruang tunggu, di mana banyak pasien lain sudah di sana. Saya memilih di pojokan biar bisa bersandar. Karena kepala terasa berat, saya topang menggunakan tangan. Dengan kondisi begitu, saya pun bisa memejamkan mata sebentar. Rupanya, dokter melihat kondisi saya yang sedang drop, dan dia tidak tega. Dia minta berkas milik saya dan istri, biar bisa diproses lebih cepat.

Benar saja, tidak berapa lama menunggu, saya dipanggil ke ruang Lab untuk tes PCR. Tes pertama dilakukan terhadap istri saya, baru setelah itu saya. Prosesi tes PCR tidak sempat kami dokumentasikan. Yang saya ingat, ada jarum dimasukkan di kedua lobang hidung, dan mulut. Saya sampai bersin-bersin dan batuk-batuk. Ketika pulang sakitnya masih terasa.

Dokter bilang hasil tes PCR akan keluar dalam dua hari. Mulailah saya harap-harap cemas menanti hasil. Dalam hati kecil saya berharap hasilnya negatif. Harapan itu seketika buyar, karena sehari setelah tes, saya tidak bisa merasakan bau apa-apa lagi. Saya cium bawang di dapur, nggak ada bau; saya cium balsem, juga tidak ada bau; bahkan minyak wangi pun hambar. Dari situ saya mulai yakin kalau saya positif COVID-19.

Hasilnya baru dikirim oleh dokter pada Sabtu malam. Dan hasilnya: positif.

IMG_20210802_090117.jpg

Note: Tulisan ini saya buat ketika menjalani isolasi mandiri di rumah. Saya berharap dukungan teman-teman semua, karena inilah satu-satunya yang masih memungkinkan saya lakukan untuk mencari rezeki. Terima kasih.

Sort:  

Insyaallah bagah puleh, bang.

Droe kiban barosa wate positif? Pue mantong ka konsumsi? @bookrak

Kutakat peu2 nyang na uroenyan, bang. Bu, boh kayee, eungkot, yang jeut keu peukong imun kuhambo aju. Lheuhnyan kutamah lom ngon jep rutin vitamin merk Blackmores Bio C 1000.

Ka bereh, lon harus kucoba cit munyoe meunan

Semoga cepat sehat kembali...

Amien, Fuadi.

Harus istirahat. Semoga bagah sehat.

Bagah puleh, bang.