Keude Klep

Entah kenapa, sudah seminggu ini aku rindu duduk di "keude klep". Keude klep yang aku maksud adalah warung kopi kecil nan sederhana. Berdinding kayu, serta meja dan bangku yang sudah terlihat tua. Di sana tidak ada Wifi, dan kebanyakan para penikmat warung tersebut adalah orang sekelas "Tuha peut yang peci bak ulee ka meuboh sutui"( khusus untuk istilah nyan, hana get nyoe kutuleh ngen bahasa indonesia. Hana rôh kheun ureung tuha)😅

Keude klep dan sebuah televisi jadul di tengahnya

Aku tidak tahu kenapa orang menyebutnya "Keude Klep". Mungkin untuk soal ini, aku perlu bertanya pada kanda @isnorman. Apa pasal nama warung seperti itu. Sekilas yang aku tahu, "Klep" dalam bahasa aceh adalah, ketika layang terlalu lembek rautan kerangka-nya. Sehingga ketika seseorang melepaskan ke udara, layangan tersebut tak mampu mengimbangi angin yang tak kalem😅. Jatuhlah layang tersebut lagee manok agam ret sayeup. Dan istilah itu sering aku mendengarnya saat masih main layang-layangan "iklep". Nyoe meunan bang @isnorman?? Banyak istilah lain yang berhubungan dengan kata-kata klep tersebut. Misal "bocho klep, atau meuklep-klep".

Di google, aku juga menemukan kata 'Klep' dalam bahasa Belanda yang artinya dalam bahasa indonesia adalah "Katup". Sedangkan Katup dalam kamus bahasa indonesia memiliki arti "Penutup" (biasanya hanya dapat terbuka ke satu arah saja). Peu dari nyan asal jih? Hom syit hai!!

Nyan neu kalen, dum sidom galak jep kupi bak keude klep

Intinya yang perle kupeugah syedara meutuwah, aku bosan dengan suasana warung kopi yang tumbuh mewah dalam ketiak kota, dan penuh kesombongan. Warung-warung kopi tersebut kian banyak dianut oleh kalangan anak muda dan orang-orang dewasa yang hedonis. Terciptalah kelas-kelas para penikmat kopi yang mendesak cita rasa menurut ukuran kebahagiaannya. Lalu lahirlah filosofi-filosofi kopi yang sebenarnya tak butuh sama sekali. Sementara keude klep akan menjadi kelas terendah bagi kehidupan warung kopi sendiri.

Walau demikian, aku adalah seorang peminum kopi yang beurangkari jeut. "Phet jeut, mameh pih leupah. Encer atau kental pih hana jeut keu masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika harga dan rasa tidak searah. Seperti Banda Aceh, kota yang aku singgahi misalnya. Di sana warung kopi berkembang biak dan meu-jeuramphak. Setengah gelas atau biasa disebut kupi pancong, seharga lima ribu rupiah. Kue sepotong dua ribu(Rasa jih watee ta pajoh ken le mangat, tapi le saket hatee teuh). Meuka di tran laju ladom di peuget kuweh. Belum termasuk UKIR alias uang parkir. Perlu syedara meutuwah tahu bahwa itu semua bukan masalah yang sangat aku perhitungkan. Tetapi ketidak sesuai-an antara harga dan rasa ( adak mangat puas teuh, hana that bingkeng teuh keu harga).😅

Para pengunjung keude klep

Ikee tunu kuh kadang-kadang kungieng Bak Wan lagee silop jeupang teucroh. Dan kupi ngen bakwan panee na cocok, ken peutumuen droe ih!!! Di risol saboh lagee, watee takap, rab hi ija lingkue maksyik. Apa boleh buat teuma, nyan yang le bak kidee kupi. Hom neuh nyoe ka kutran ngen bahasa aceh. Bah meujampu-jampu laju inan.

Aku rindu bergabung dengan orang-orang di keude klep. Mendengar pandangan-pandangan sederhana dari para petani, tukang kebun, peternak, bileu menasah, pedagang rempah-rempah, yang nyatanya sangat ahli dari pada ahli itu sendiri.