Kontes cerita Ramadhan Saya- Mengaji Perdana Menggunakan Microphone Menasah

in Indonesia3 years ago
Bulan puasa hampir berlalu. Temanku yang baru belajar ngaji duduk di pojok menasah membuka hp. Dia sedang menyelidiki beberapa huruf hijaiyah dengan hukum-hukum bacaannya. Bulan puasa ini, dia begitu serius dan punya niat sangat kuat untuk memperlancar baca alquran. Betapa tidak, sehabis lebaran dia akan menikah dengan kekasih hatinya. Dan diantara persahabatan kami berlima, dan begitu sering bersama, hanya temanku itu seorang yang tidak bisa mengaji. Semoga dengan menulis cerita ini, tidak membatalkan pahala puasaku. Hehe

Namanya adalah Jile. Orangnya tinggi, kurus. Memiliki hidung mancung dan mata yang melotot keluar. Kami selalu terhibur mendengarnya bicara. Nada suaranya lembut, tapi matanya tetap melotot. Itu hal yang paling tidak cocok sama sekali antara suara dengan lototan mata yang seperti orang terbakar amarah. Seharusnya jika bicara dengan nada lembut, ekspresi matanya, ya biasa-biasa saja. Dan tentu kami kadang-kadang meniru gayanya saat sedang butuh hiburan, lantas ketawa terbahak.

Walau bagaimanapun, kami adalah teman sejati. Jile adalah orang yang menyuburkan pohon pertemanan kami tumbuh dengan indah. Kehadirannya ditengah kami membuat hubungan persahabatan bertambah erat.

20210416_170032.jpg

Di sudut menasah, kepala Jile masih menunduk dengan mata khasnya yang melotot melihat alquran. Mulutnya kadang-kadang bergerak-gerak cepat. Tentu dia menghafal. Dibandingkan dengan hari pertama bulan puasa kali ini, kelancaran membaca alqurannya semakin meningkat. Bahkan dia sudah tidak malu lagi menggunakan irama walau kadang selalu ketukar antara huruf jim dan kha. Ada beberapa huruf yang sering bertukar ketika jile mengaji. Nun sering di baca Ba, shad sering disebut Dhat. Ada satu lagi yang lucu ketika dia baca; wallazi....tapi dia sering membaca wallaji.

Walau bagaimanapun Jilelah orang yang mengajak kami menghidupkan tadarus pada malam ramadhan, dari pertama sampai melewati malam yang ke dua puluh saat ini. Jujur, kami sebenarnya malas mengaji meskipun sangat bisa. Misalnya, si Ramet dia memang lulusan pesantren. Suaranya saat mengaji sangat bagus. Kita seperti mendengar irama-irama ngaji dari padang pasir di toa menasah, saat bilal menghidupkannya sebelum memasuki jadwal shalat. Nirman, walau tak bagus suaranya dia, begitu teliti tentang hukum bacaan. Sapur, dan aku adalah masih mengaji gaya khas irama di kampung-kampung yang naik turun suaranya tidak terkontrol dengan baik.

Awalnya ketika Jile mengajak menghidupkan tadarus, Ramet tidak terlalu yakin. Begitu juga si Sapur. Tapi dengan bujukan si Jile, akhirnya malam pertama hingga tanpa terasa seminggu setelahnya lancar. Malah Ramet, Sapur, dan Nirman menjadi semangat untuk tidak berhenti tadarus sampai tamat. Kami tidak menggunakan microphone jika membaca alquran tengah malam. Karena bagi si Ramet yang paham lebih tentang agama, akan berdosa jika membuat orang terganggu tidurnya. Kita harus menghormati sesama manusia jauh lebih mulia ketimbang beribadah tapi mengganggu oran lain. "Tuhan tanpa kita bersuarapun bisa mendengar. Jadi untuk siapa kita menggunakan pengeras suara? Biar di dengar oleh orang kampung atau biar di naksir oleh si mini anak kepala desa?" Kata si Ramet kepada kami. Maka kami bersepakat tidak menggunakan pengeras suara.

20210416_165256.jpg

Nirman kemudian berkata, untuk merayakan Sijile yang udah bisa ngaji, nanti pada malam terakhir kita tadarus sekali aja menggunakan microphone. Sekalian tes mental si jile katanya Hehe. Itu kesepakatan awal kami. Dan malam kemaren ketika Sijile merasa dirinya yakin sudah bisa membaca alquran, dia meminta untuk tadarus menggunakan mic. Maka disinilah semua berawal hingga cerita ini tidak bisa kutulis persis selucu malam kejadian. Malam pukul Satu. Udara terasa dingin. Gema suara si Ramet ketika membaca alquran menjadi nikmat dengan dinginnya malam. Dia membaca dengan suara pendek-pendek, tapi iramanya membuat kita betah menyimaknya.

20210419_125458.jpg

Lalu tibalah giliran Si jile. Jile dengan senyum malu-malu melihat ke arah kami. "Kheun ju beuraya". Sahut si Nirman. Ditariknya nafas dalam dalam. Dengan suara lantang dia membaca dan hendak menyamakan suara dengan si Ramet tadi.
"...Walatafarraku bit...bit....bit...bit... "
Kami semua tertawa melihat lototan matanya saat bacaannya tersendat pada :bit...bit...bit...."
"Peu ka meubit bit that inan". Sebut si Ramet😅. Kemudian ramet membutulkan bacaan
" Bittikhati wala uksimu..."
Lantas Si jile menyambungnya lagi.
" Walam...walam...walam...."
Hingga terdengar suara seseorang dari luar. Yang ternyata bilal menasah.
"Nyansoe walam...walam...walam...inan?"
Jile segera memberikan mic pada Nirman yang disampingnya. Dia kemudian berkata, baca Alquran memang tidak boleh riya. "Padahai kajeut kuh buklam. Malam nyoe ka hanjeut kuh le"...

Sort:  

Hahahaha.. rhap beureutoh pruet loen khem😂😂😂🤣🤣🤣 nyan bek tabayangkan watee meumat jaroe malem teuma, na can pangsan wali ngon saksi

Asli kak. Hahah....

Malam nyoe meunyoe lagee nyan lom @fooart, baju u baroh, seunom laju lam krueng, lheuh nyan peurunoe lom beut, bek sampe han jeut mat jaroe malem rakan nyan. he he he he asli teukhem kubaca. endingnya sesuatu banget.

Bang @isnorman, bek hai. Sayang teuh sit nyoe ta sunyok lam krueng. Karena jih get that akai. Oya bg...Wate na di gampong neupakat long sige jep kupi. Hawa meuduek ngen droeneuh.

Get @fooart, hawa syit long poh cakra ngon rakan-rakan di gampong

Haaaa! That terbuang Si Jile :D

Nyoe le ngen lagee jile, jeut keu ubat awet muda bg...😅