Pendidikan,Apa, Mengapa dan Buat Apa?
Dari tahun 1993 sampai 2008 saya berprofesi sebagai guru di SDN Sampoiniet Baktiya (sekarang Baktiya Barat) Aceh Utara. 15 tahun menjadi guru membuat saya punya pengalaman yang luarbiasa. Pandangan saya tentang dunia pendidikan kita mungkin agak nyeleneh. Jujur saat menjadi guru saya tidak benar benar tunduk atas garis kurrikulum. Saya cenderung berekplorasi untuk hal hal tertentu. Mendidik murid murid saya menggunakan logika mereka. Mendorong mereka lebih banyak berpikir dan berekspresi. Itu juga menjadi sarana membunuh kebosanan saya mengajar. Saya malas menoton. Saya ingin meyakinkan bahwa pendidikan itu penyelesaian masalah. Bukan masalah baru setelah tamat sekolah.
Suatu ketika saya ingin anak anak sadar untuk melakukan shalat. Saya membuat kuis dengan satu pertanyaan. Apa beda manusia dengan hewan. Saya minta anak kelas 5 untuk menulis jawaban sebanyak banyaknya. Tugas itu saya beri tenggat waktu seminggu. Mereka juga saya izinkan bertanya pada siapapun. Ternyata setelah masa tiba jawaban mereka tidak memuaskan saya. Semua jawaban saya bantah sesuai logika. Misalnya mereka menulis hewan tidak punya akal. Bantahan saya coba saja kamu kencingi makanan dia. Apakah dia akan melanjutkan makan? Atau coba mandikan kambing. Terakhir mereka menyerah. Memang ini tujuan saya. Maka saya menjawab bahwa jawaban yang benar adalah hewan tidak punya agama. Mereka mengakui benar jawaban saya. Lalu saya beri mereka pertanyaan baru. Apakah orang percaya kamu punya baju yang banyak kalau kamu ternyata tidak pakai baju? Begitu juga manusia. Supaya membedakan mereka dengan hewan maka harus beragama. Apa bukti beragama? Seperti orang berbaju ya memakai baju. Orang beragama yang menjalankan agama. Shalat dan lain lain. Kesimpulan yang ditarik anak anak saya kemudian. Siapa yang tidak shalat adalah hewan. Hampir setiap hari sabtu kemudian saya mendapat laporan ada saja murid laki laki yang tidak shalat jumat. Kemudian saya minta kedepan kelas. Mereka umumnya mengaku tanpa saya minta. "Kemarin saya menjadi hewan" begitulah kira kira pengakuan mereka. Dan mereka minimal berusaha untuk shalat atau bersembunyi agar tidak disebut hewan oleh kawan kawannya.
Begitu kira kira pola saya agar anak anak tidak dipaksa melakukan sesuatu. Tapi menumbuhkan pengertian dan kesadaran. Agar dia melakukan sesuatu karena kebutuhan. Melakukan sesuatu demi memuliakan dirinya. Sebab derajat manusia lebih tinggi dari hewan. Karena untuk menjaga derajat itu dia harus jadi manusia. Caranya ya pakai logika diatas. Pendidikan seharusnya memberi peserta didik logika. Sehingga hasil pendidikan itu diterapkan. Misalnya kenapa harus belajar menulis. Sebab kita tidak mungkin mengingat semua hal. Supaya kita bisa berkomunikasi. Dan mengabadikan pikiran pikiran. Atau logika logika sederhana lainnya. Sesuai jenjang dan umur peserta didik. Selama ini kecenderungan pendidikan kita salah. Belajar lebih karena untuk menghadapi ujian. Untuk naik kelas atau untuk lulus. Sehingga lahirlah penghafal. Ia tidak menggunakan hasil pendidikan dalam implementasi. Pendidikan yang gagal akan menjadi efek domino bagi kemajuan sebuah peradaban. Atau kemajuan sebuah bangsa. Dan pendidikan kita telah gagal mencetak manusia yang mampu membuka wacana wacana baru. Lembaga pendidikan menjadi alat produksi manusia berijazah. Bukan manusia siap pakai.
Contoh lain gagal dan tertinggalnya pendidikan kita. Bila anda pernah kuliah di Banda Aceh dibawah tahun 1995. Maka pasti anda pernah bertemu dengan banyak mahasiswa asal Malaysia yang kuliah di Unsyiah dan IAIN Ar Raniri (UIN). Bahkan beberapa sudut kopelma Darussalam berdiri asrama mahasiswa Malaysia. Tapi kini terbalik. Malah anak anak kita berlomba kuliah ke Malaysia. Bahkan Pemerintah Aceh banyak memberi beasiswa untuk kuliah disana. Kabarnya tahun 70an Malaysia juga merekrut guru dari Indonesia. Bagaimana mungkin mereka kini lebih maju dalam segala hal. Padahal mereka dulu belajar pada kita. Ini bukti pendidikan kita berada di jalur yang salah. Kesalahan ini kesalahan kita semua. Mulai pemerintah sampai rakyat jelata. Kita gagal mendidik manusia sesuai kebutuhan. Kita cuma mendidik calon pekerja. Itupun tidak siap pakai. Anak anak kita gagal mengggunakan otak dan ototnya dengan maksimal.
Menurut saya cara paling mudah mendorong seseorang sukses. Sukses mengimplementasikan hasil pendidikan. Yaitu memberi peserta didik jawaban dari apa, mengapa dan buat apa. Apa untuk menemukan pengetahuan. Belajar, membaca dan bertanya. Selanjutnya mengapa, maka ia perlu beepikir kritis. Menemukan pembanding dan menemukan logika dari apa sesuai dari prosesnya. Selanjutnya untuk apa? Seseorang akan bersungguh sungguh berusaha mencapai sesuatu bila dia menemukan manfaat. Menemukan bahwa sesuatu itu akan memudahkan hidup dan matinya. Seperti orang yakin beribadah karena demi mendapat syurga. Dikehidupan dunia hal yang sama juga harus terjadi. Mengapa dia lebih baik menjadi pengusaha dibanding memilih jadi honorer di kantor pemerintah. Mengapa harus menjadi pebisnis dibanding pekerja. Bila ini mampu diterjemahkan melalui pendidikan. Maka kita tidak akan melihat sarjana yang menganggur. Tidak melihat lagi antrian panjang hanya untuk menjadi pramu saji di restoran fastfood. Tidak akan kesulitan untuk memajukan bangsa ini. Tidak ada lagi yang menerobos lampu merah. Tidakkan ada lagi pencuri kotak amal mesjid. Amin.
Sekedar masukan. Untuk memanjakan pembaca, paragraf dan kalimat jangan terlalu panjang. Biasakan menulis dengan kalimat singkat, padat dan mengena. maaf sudah menggurui sang guru @abulaot he he he he
Droenueh guru lon, cit wajeb peureunoe hai
Ka padum ge tapeugah. Hahaa. Judul edit koma bacut. Hehe
Meupeuko bacut
Manusia dan hewan , doktrin yang keren
Memudahkan mereka memahami mengapa dan untuk apa