Perbedaan Kuliah di Indonesia dan Luar Negeri (Jerman)
Ada yang bertanya: apa sih perbedaan besar kuliah di Indonesia dengan luar negeri selain bahasanya?
Banyak, sebenarnya.
Karena saya tidak tahu standar negara lain, saya hanya akan menyebutnya dari sudut pandang di Jerman. Bisa jadi kuliah di negara lain standarnya beda, lebih tinggi atau lebih rendah, you name it.
Jadi kalau di Jerman, sistem perkuliahannya adalah sistem suka-suka, yang penting ujian lulus lho?
Tapi ini beneran. Di Jerman, tidak ada absensi kecuali untuk kuliah khusus seperti seminar (biasanya ada presentasi) dan praktikum di laboratorium untuk yang kuliahnya ada sistem nge-lab (Bagi yang tidak, saya kurang tahu selain seminar dan presentasi kuliah apalagi yang ada daftar absensi). Sisanya bebas, mau gak pernah masuk sekalipun, datang untuk ujian aja pun boleh. Yang penting ujiannya lulus.
Waaah... enak banget dong?
Kalau dilihat dari segi pandang ini enak sih, jadi ada beberapa mahasiswa yang saya kenal di sini memutuskan mengambil cara belajar unik. Ada yang satu semester gak pernah masuk kuliah, tapi dia datang ke kampus malam hari untuk belajar sampai jam 3 pagi di perpustakaan, lalu di akhir semester ngambil ujian. Ada yang nempelin anak yang rajin datang kuliah dan minta diambilin video, ada bahkan yang email profesor minta untuk disediakan skript atau rangkuman apa yang dibicarakan di kuliahnya. Macam-macam deh.
Nah, yang menjadi catatan di sini adalah: ujiannya super duper sulit.
Jerman gak pakai sistem belas kasihan untuk ujian. Sistem ujian di sini adalah eliminasi. Ketika ujian gagal, diberikan 3 kali kesempatan mengulang. Gagal lagi? Boleh ulang sekali lagi. Nah, bagaimana kalau gagal lagi? Maka berserah dirilah pada Allah, banyak berpuasa sunnah. Soalnya kalau udah gagal lagi pengulangan kedua, untuk mengambil pengulangan ketiga harus ada ijin dari dosen. Kalau gak diijinkan, berarti DO (Drop Out). Kalau diijinkan dan gagal lagi, DO juga. Dan gak boleh kuliah lagi di jurusan yang ada mata pelajaran itu di seluruh Jerman, karena sudah tercatat di sistem secara nasional bahwa kita gagal di mata kuliah itu.
Ngeri-ngeri sedap ya?
Dan apakah ujian di Jerman mudah?
Hmm... sulit dikatakan. Namun Jerman punya standar yang sangat tinggi untuk ujian. Bisa jawab semua, bahkan belum tentu bisa mendapat nilai sempurna.Salah satu dosen pernah komplain di kelas bahwa dia memberikan nilai nol atawa telur rebus pada mahasiswa yang memberikan jawaban terlalu bertele-tele.
Jleb!
Prinsip di Indonesia, jawab aja banyak-banyak panjang-panjang gak bisa diterapkan di sini ya. Inga inga, ting!
Alhasil, inilah kamar mahasiswa di sini menjelang ujian!
Btw, itu bukan kamar saya ya. Tapi ya, waktu ujian saya buat seperti itu dan tempel di dinding satu kamar. Takut banget gak lulus. Dan saya udah pernah gak lulus ujian, jadi tahu deh gimana stressnya gak lulus ujian. Ngebayangin kemungkinan gagal lagi dan sebagainya. Alhamdulillah, waktu pengulangan pertama lulus Fyuh!
Nilai jelek itu biasa di sini. Slogan mahasiswa Indonesia di sini adalah: Yang penting lulus!
Sebab kalau gak lulus, mau guling-guling rasanya, saking stressnya. Makanya harus kuat doa juga di sini. Btw, dulu sampai ada pelajar Indonesia yang bunuh diri gara-gara gagal ujian di Jerman lho. Dan bukan satu orang saja, ada beberapa.
O ya, lupa bilang. Enaknya ya, karena ujiannya berat dan sistemnya eliminasi, jadi terserah kita kapan mau ambil ujian. Biasanya diberikan 2 pilihan untuk ngambil ujian, yang jaraknya berdekatan. Lalu kalau gagal, kita punya waktu antara beberapa minggu sampai 1 semester untuk mengulang. Kadang ada lho dosen yang mengijinkan mahasiswanya baca dulu soal ujiannya. Kalau merasa gak sanggup jawab, boleh pergi tanpa mengisi lembar jawaban, dan dianggap tidak mengikuti ujian. Jadi jangan heran kalau ikut ujian di Jerman, ada yang baru 5 menit baca soal langsung keluar. Itu karena dia mengundurkan diri dari ujian. Kalau di Indonesia kan ujian itu udah ada jadwalnya dan harus ikut semua.
Yang jelas, kuliah di Jerman itu yaaa... berat!
Salah satu penyebabnya, kata orang-orang ya, karena gratis! Jadi gak ada uang kuliah kecuali uang untuk semester tiket, yang digunakan untuk naik bus dalam kota. Udah gratis kok mau gampang?
Siapa suruh datang ke Jerman?
Eh, tapi positifnya. Ada yang bilang gini,
Kalau berhasil melalui kuliah di Jerman,
maka insya Allah bisa survive kuliah dimana aja.
Entahlah, yang jelas Dilan harus tahu kalau ini berat. Belum tentu dia sanggup.
~Heidelberg, ketika lagi musim ujian dan atmosfer stress membuat udara mendingin
Dilan nggak akan sanggup emang. Di SMA aja dia sering bolos sama Milea. Hahahaha...
Semangat ya Deeee... semoga lulus setiap ujuan.
Amiin... Tenkiu Bang Cit. Hahaha... Dilan dilan
Membaca tulisan Ade sedap-sedap gimana gitu, seperti kita makan sambal yang nikmat, padahal orang yang bikinnya kepedasan sampai guling-guling...
Segitunyakah Kak? 🤣😂
iyaaa heheheh.... tetap semangat ya Ade....
Sekarang saya paham kenapa saya secara naluri ga pingin kuliah keluar negeri. Terlebih setelah menyelesaikan S1, sembilan tahun itu aja udah cukup berat.
Kalau Adé, saya yakin lebih mampu. Keep Fight Mama Bear
Iya Bang. Kuliah itu berat. Tapi dalam hidup, apa juga yang ringan kan?