Cocos Island, Pulau "indonesia" tapi BUKAN punya Indonesia
Apa kabar stemians semua...
Ada yang tau ini dimana ?
Masih gak kebayang ?
Pernah denger namanya? "Cocos Island" ? Asing ya namanya? Pernah denger Christmas Island? Mungkin nama ini agak agak familiar ya. Nah christmas island dan Cocos island bisa dibilang berdekatan jaraknya. Tapi apakah kalian tau diman letaknya? Ya seperti yang sudah kalian liat, letaknya berada di barat daya pulau jawa dengan jarak sekitar 500 KM. Namun faktanya pulau ini tidak masuk ke indonesia, melainkan diakui oleh negara sebelah kita. Australia.
Lalu apa istimewanya? Selain nama jalan yang berbahasa melayu atau indonesia. Ternyata Pulau Cocos atau disebut kepulauan Keeling ini juga memiliki kerterkaitan dengan kebudayaan melayu. Pada awalnya pulau ini ditemukan oleh Captain William Keeling yang mengunjunginya saat dia mau balik ke Inggris dari Batavia.
Pada tahun 1814, seorang pedagang laut Skotlandia, Kapten John Clunies-Ross berhenti sementara di kepulauan Cocos (Keeling) dalam perjalanan menuju India. Dia menancapkan Bendera Britania Raya dan berencana untuk kembali dan menempati kepulauan tersebut bersama keluarganya. Sebelum rencana tersebut tercapai, Alexander Hare, seorang warga Inggris, mempekerjakan saudara Clunies-Ross untuk membawanya beserta dengan harem-nya yang terdiri dari 40 wanita Melayu ke kepulauan Cocos (Keeling) di mana dia berencana untuk membuat sebuah kediaman pribadi.
Nah ketika si Ross udah balik ke pulau, ternyata pulau tersebut sudah ditinggali oleh para harem yang dibawa Hare. Kemudian si Hare berhasil mengekspor miyak kelapa ke kalimantan. Selain itu ia juga mendatangkan para tahanan dari Melayu, Papua dan beberapa orang Cina. Meskipun Hare udah bisa ekspor minyak tapi dia akhirnya kehabisa duit sehingga Ross mulai mengambil alih kepulauan Cocos
Pada tahun 1857, Keluarga Ross ditunjuk dan diakui sebagai pemilik kepulauan Cocos. pengelolaan kepulauan Cocos (Keeling) kemudian dimasukkan dalam pemerintahan Negeri-Negeri Selat yang terdiri atas Penang, Melaka, dan Singapura. Ratu Victoria menganugerahkan keluarga Ross hak milik kekal atas kepulauan Cocos (Keeling).
Pada tahun 1901, sebuah stasiun kabel telegram didirikan di Pulau Direction. Kabel-kabel bawah laut menghubungan kepulauan Cocos (Keeling) dengan Rodrigues, Batavia, dan Fremantle. Stasiun kabel ini berhenti beroperasi pada tahun 1966. Sebuah stasiun tanpa kabel yang dapat berkomunikasi dengan kapal yang lalu lalang juga didirikan pada tahun 1910.
Dilansir dari republika.com, garis keturunan Melayu penduduk Cocos ini terlihat jelas dari bentuk fisik dan dialek mereka yang sangat khas Melayu. Agama mereka pun seperti yang dipeluk mayoritas masyarakat Melayu, yakni Islam.
Selain mereka yang berdarah Melayu, ada pula beberapa yang merupakan keturunan Cina, India, dan Papua. Bahkan, beberapa sumber sejarah menyebut, para pendatang pertama Kepulauan Cocos ada yang berasal dari Bali, Bima, Madura, Sumbawa, Timor, Batavia (Jakarta tempo dulu), juga Cirebon.
Setelah Perang Dunia II, kepulaun Cocos (Keeling) diberikan ke Singapura dan menjadi bagian Koloni Singapura secara singkat sebelum berpindah tangan ke Australia menurut Cocos (Keeling) Islands Act 1955 (Australia) yang mengikuti Cocos Islands Act 1955 (Britania Raya). H.J. Hull ditunjuk sebagai Wakil Resmi (sekarang Administrator) pertama dari wilayah Cocos (Keeling). Menurut Commonwealth Cabinet Decision 1573 pada 9 September 1958, dia dibebastugaskan dan digantikan oleh John William Stokes dari Kepolisian Wilayah Utara.
Stokes bertugas sebagai Administrator hingga 30 September 1960 sebelum digantikan oleh C.I. Buffett dari Pulau Norfolk yang bertugas dari 28 Juli 1960 hingga 30 Juni 1966 sebagai Administrator dari Kepulauan Cocos dan Pulau Norfolk.
Walau begitu, pemerintah Cocos pada akhirnya berada di tangan keluarga Ross yang sudah memerintah sejak abad ke-19. Pemerintahan Australia tidak puas dengan pemerintahan Ross yang bergaya feodal di Cocos. Pada tahun 1978, Australia memaksa keluarga Ross untuk menjual kepulauan Cocos dengan harga A$6.250.000 dengan ancaman perolehan wajib. Menurut perjanjian, keluarga Ross tetap dapat menguasai Oceania House mereka yang terletak di kepulauan Cocos. Namun, pada tahun 1983, pemerintahan Australia membelot perjanjian ini dan mengatakan bahwa keluarga Ross yang saat itu dipimpin oleh John Clunies-Ross bahwa mereka harus segera angkat kaki dari kepulauan Cocos. Pada tahun berikutnya, Pengadilan Tinggi Australia mengumumkan ketidakbolehan pemerintah untuk berbisnis dengan keluarga Ross. John Clunies-Ross saat ini tinggal di Perth, namun beberapa anggota keluarganya masih ada yang menetap di kepualuan Cocos (Keeling).
Pemerintahan Australia selanjutnya mempersiapkan pemungutan suara untuk kemerdekaan untuk warga Melayu Cocos yang diawasi oleh PBB. Sementara Dewan Home Island menginginkan musyawarah mufakat, PBB menuntut untuk voting luber jurdil. Menurut petunjuk yang diberikan oleh Komite Dekolonisasi PBB, penduduk dapat memilih satu dari tiga pilihan: kemerdekaan penuh, asosiasi bebas dengan Australia, atau integrasi dengan Australia. Integrasi dengan Australia dijadikan tujuan baik bagi penduduk Cocos dan pemerintahan Australia. Pergantian pemerintahan di Canberra setelah pemilu tahun 1983 menunda referendum hingga 6 April 1984, di mana seluruh penduduk yang dapat ikut referendum memberikan suara mereka. Dari 261 peserta, 229 memilih integrasi, 21 asosiasi bebas, 9 kemerdekaan, dan 2 lainnya tidak menentukan pilihan. Alhasil, kepulauan Cocos (Keeling) tetap menjadi salah satu wilayah dari Australia.
Di antara 27 pulau di Kepulauan Cocos, hanya dua pulau yang dihuni, yaitu Pulau Salma (Home Island) dan Pulau Panjang (West Island). Di Pulau Salma yang menjadi rumah bagi sekitar 450 Muslim, peredaran minuman beralkohol dilarang. Di pulau ini, sebuah tempat kumpul berfungsi juga sebagai tempat pertemuan warga.
Lain lagi dengan Pulau Panjang yang menjadi rumah bagi 150 Muslim. Di sini, tempat kumpulnya adalah sebuah pub.
Selain tak ada distribusi minuman beralkohol, toko-toko di Pulau Salma juga dilarang menjual daging babi. Toko-toko ini biasanya dimiliki oleh warga keturunan Melayu. Dibanding masyarakat di wilayah Australia lainnya, penduduk Melayu di Kepulauan Cocos bisa menjadi komunitas percontohan. Obat-obat terlarang sangat jarang ditemukan, tingkat kehadiran siswa di sekolah dasar dan menengah mencapai 93 persen lebih.
Ya begitu lah kira kira yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat menambah wawasan kita, salam weekend....
Well done
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://www.kaskus.co.id/thread/5a2975b460e24b8d648b4568/cocos-island-pulau-quotindonesiaquot-tapi-bukan-punya-indonesia/
Dah sy unvote yach....😃
Nice!
Saya baru ini dengar pulau cocos , terimakasih infonya
very interesting
Well done, don't forget follow @hadathaical
thanks for your information @agusmansyah
Congratulations @agusmansyah! You received a personal award!
Click here to view your Board of Honor
Congratulations @agusmansyah! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!