Tentang CPNS
Tahun ini, pemerintah resmi membuka penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Rekrutmennya sedang berjalan. Ada yang telah mengikuti ujian, sebagian lagi baru pengumuman berkas administrasi. Tahun lalu, di tengah jalan, Presiden RI, Joko Widodo mengumumkan penundaan rekrutmen CPNS dengan alasan kondisi keuangan negara.
Rekrutmen CPNS kali ini, saya mendengar sejumlah keluhan. Tulisan ini mencatat beberapa keluhan itu dan tawaran solusinya.
Pertama, soal akreditasi jurusan lulusan perguruan tinggi. Sejumlah kementerian mensyaratkan akreditasi dengan peringkat B pada tahun lulus. Tampaknya ini memberatkan sebagian alumnus dengan predikat akreditasi pada nilai C. Aturan ini tentu tak mengandung prinsip setara, semua orang dapat hak yang sama, berkompetisi dalam rekrutmen tahun ini.
Seharunya, kementerian itu menggunakan akreditasi terakhir. Misalnya, akreditasi yang dipegang oleh jurusan itu saat ini. Setahu saya, tidak ada jurusan yang tak ingin memperbaiki nilai akreditasinya. Jika sudah B, maka pasti ingin mendapatkan nilai A. Begitu lazimnya.
Umumnya jurusan akreditasi C itu berasal dari jurusan yang baru dibuka. Apa salah alumnus kampus itu hingga meraka tak bisa ikut ujian hanya karena akreditasi jurusannya C? Apa dosa mereka? Ah, saya pikir mereka tak berdosa. Regulasi negeri ini memang menyatakan jurusan baru belum memiliki alumnus, maka diganjar dengan nilai C. Kalau sudah ada lulusan, baru berpotensi naik ke B. Karena, dalam penilaian akreditasi ada poin nilai untuk kelompok jurusan.
Tahun depan, jika pun ingin merekrut CPNS lagi, maka berilah kesempatan pada semua anak bangsa untuk berkompetisi. Gunakan akreditasi terakhir jurusan mereka. Bukan ketika mereka tamat.
Kedua, ujian berbasis komputer. Tentu ini sangat bagus. Sehingga, tak ada potensi anak emas, atau anak tiri dalam rekrutmen. Jika sistem ini yang digunakan, kenapa harus mengacu pada akreditasi lagi. Harusnya menambah syarat dengan kemampuan bahasa asing misalnya. Bukan berpatokan dengan akreditasi itu. Saya malah berpikir, dokumen akreditasi itu penting untuk pemeringkatan jurusan. Namun, apakah semua orang yang lulusan akreditasi C itu kategori manusia kurang beruntung-untuk tidak mengatakannya bodoh—ah, rasanya saya tidak percaya. Saya menyakini mereka juga banyak yang pintar.
Ketiga, soal ambang batas ujian berbasis komputer itu. Tahun ini, melihat perkembangan yang ada, banyak sekali peserta yang tak mampu melewati ambang batas. Sehingga, kuota sejumlah kementerian tak terpenuhi. Tentu, saya setuju dengan ambang batas. Namun, ada baiknya memikirkan opsi pemeringkatan saja. Misalnya mereka dengan pemeringkatan terbaik maka lolos untuk mengikuti tahap wawancara. Tak semata-mata menggunakan indikator ambang batas.
Contohnya, jika ambang batas untuk formasi tertentu tidak mencukupi, maka yang digunakan adalah pemeringkatan. Peringkat satu sampai sepuluh misalnya dapat mengikuti tahap wawancara untuk formasi itu. Sehingga tak repot untuk melakukan rekrutmen ulang yang tentu juga menggunakan uang negara. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
Keempat, ratusan kampus yang ditutup lalu alumnusnya tak bisa mendaftar CPNS. Saya setuju kampus nakal memang harus ditutup. Itu menghancurkan masa depan anak bangsa. Lalu, apa opsi untuk mereka yang terlanjur kuliah dan lulus di kampus itu? Ini tentu harus dipikirkan. Tak semata-mata melarang mereka yang tamat dari kampus itu ikut kompetisi, menjadi abdi negara. Idealnya, saya berpikir, bagi yang telah lulus tetap diizinkan untuk mengikuti CPNS.
Begitu kampus ditutup, namun masih membandel, maka ijazah tahun penutupan itu sampai seterusnya yang tak dibenarkan mengikuti tes CPNS. Ini resiko kita lemah mengawasi kampus-kampus nakal tersebut tempo hari. Maka, harus siap pula dengan dampak dari adanya lulusan. Jangan sampai, mereka yang tak berdosa, hanya ingin kuliah, namun kurang informasi, lalu menjadi korban dalam rekrutmen CPNS ke depan.
Biarlah mereka berkompetisi melewati ratusan soal berbasis komputer itu. Jika mereka mampu, dan takdir Allah SWT menjadikannya sebagai pegawai negeri, tentu mereka lulus. Jangan sampai menutup peluang untuk rakyat. Bukankah kita menganut sistem semua rakyat setara dimata negara. Semua kita rakyat Indonesia. Berkewajiban membela negara, dan negara berkewajiban membela kita.
Mungkin ini catatan saya selama rekrutmen CPNS tahun ini. Semoga negara mendengarkannya.
Salam Komunitas Steemit Indonesia
Analisa yang bagus bang @aiqabrago
Inilah keluh kesah para pelamar CPNS
Saya sangat sepakat dng pemikiran brother, pemberlakuan syarat akreditasi PT atau Jurusan saat lulus kuliah sungguh tidak adil, terutama bagi mahasiswa angkatan pertama pada PT baru. Tentunya mereka hanya memiliki akreditasi C karena syarat meningkatkan akreditasi menjadi B atau A harus ada alumni, kontribusi alumni, penyebaran kerja alumni dan sebagainya.
Jadi saya menilai standar akreditasi pada PT dan Jurusan adalah hanya akal-akalan dr pemegang kebijakan untuk menjalankan korupsi gaya baru yaitu jual beli akreditasi.
setuju banget bg @aiqabrago
persoalan akreditasi harus ditinjau ulang
nah, ini article mantap bos
hehe
Mantap bg senior. Atas saran nya. Semoga orang yang diatas bisa memahaminya.
Saya juga berfikir bahwa dalam penerimaan CPNS atau sekarang dikenal dengan istilah ASN (Aparatur Sipil Negara) harus dilakukan secara terbuka dan kelulusan berdasarkan kemampuan akademik serta mau bekerja. Karena fenomena saat ini ada kesan setelah lulus maka mereka menganggap zona aman dan semaunya saja bekerja (walau tidak semua kasus demikian). Akreditasi menjadi point penting dalam seleksi, karena yang lulus pasti kampus-kampus yang memang mereka memperdulikan setiap alumni yang sudah lulus. Kampus bukan hanya sebagai tempat belajar tapi kampus juga bertanggung jawab terhadap proses maupun hasil yang akan dipasarkan. Sekali lagi, sistem rekrutmennya saja yang harus diperbaiki, nilai secara kejujuran serta berdasarkan kemampuan.
Masukan yang bagus dari pak dosen
nah, ini article yang keren dan kritikan yang bagus untuk pemerintahan.
Itulah negara kita Indonesia, semua tergantung dalam selembar kertas bukan tentang keahlian / skill yang dimilikinya
Mantapp...👍👍
Saya sangat sepakat pada aspek ini, walaupin saya cuma tamatan SMA. Ada aspek ketidak adilan dalam menentukan syarat terhadap kampus, dan ini bagian dari pembredelan terhadap kesempatan yang setara.
Di saat salah seorang peserta yang secara nilai dan kemampuan sangat mumpuni, maka dengan serta merta dia akan gugur karena nilai akreditasi kampus yang tidak sesuai dengan syarat.
Ini yang saya maksud dengan cara bertindak yang ke blablasan.
Salam
@steem77