BUDAYA TIDUR DI MEUNASAH,DAN FUNGSI MEUNASAH (Sebuah Refleksi)
Suatu malam ketika saya melakukan perjalanan pulang dari Meulabouh ke Banda Aceh, saat itu hujan sangat deras,diselingi kabut tebal, sehingga menyulitkan perjalanan.Saya segera mencari tempat untuk istirahat dan menginap,ahirnya pilihan saya jatuh pada Meunasah Gampong Lon Asan di Kecamatan Lembah Seulawah Kemukiman Gunoung Biram,ketika pertama masuk suasana sangat sepi,kulihat jam dinding meunasah sudah menujukkan jam 02:30 WIB.Kulihat dalam ruangan Meunasah, tidak ada seorangpun yang tidur.Saya langsung merbahkan badan setelah menaruh Tas Ransel sebagi bantal.Pengalaman ini mengingatkanku pada daerah tempatku waktu kecil dulu, yaitu di sebuah Gampong di Aceh Utara,dimana Meunasah masih menjadi andalan tempat tidur anak-anak muda
Tiba waktu subuh saya dibangunkan oleh suara seseorang yang membukakan pintu, tiba-tiba dia masuk dan menyalakan lampu serta mengumandangkan Azan Subuh.Sontak saya terbangun dan langsung menuju Kulah untuk mangambil Air Wudhuk dan melaksanakan Shalat Subuh secara berjamaah, namun sangat betapa terkejutnya saya ketika jumlah jemaah yang Shalat hanya 3 (tiga) orang laki-laki termasuk saya,dan seorang perempuan paruh baya.
Diwaktu Matahari muncul di ufuk timur,saya melihat banyak pemukiman penduduk disekitar Meunasah.Dalam hati saya bergumam,”mengapa mereka malas mengikuti Shalat Subuh berjamaah di Meunasah”?.Ban ka jiteubiet Mata uroe,saya mencari Keudee Kupi untuk mengisi perut, masyarakat sudah mulai melkukan aktifitasnya sehari-hari sepreti biasa.
Kembali ke budaya Eh Di Meunasah (tidur Di Surau) merupakan kebiasaan anak-anak muda di Aceh Utara dan Pidie, Tempoe Doeloe,sebelum Aceh Berstatus Daerah Operasi Militer
Selain sebagai tempat ibadah, tempat pengajian,dan tempat musayawarah, meunasah juga menjadi tempat bermalam para pemuda Gampong setempat dan pemuda Gampong lain serta menjadi tempat peristirahatan bagi orang yang kemalaman dijalan,karena perjalananan jauh,meunasah juga sebagai tempat tidur anak muda Gampong yang baru tiba dari rantau,dan sekedar tempat peureubah rung anak muda yang pulang dari warung kopi,tempat hiburan atau dari kota, atau mereka yang baru selasai mengikuti pengajian, sehingga setiap subuh mereka juga bisa Shalat Subuh secara berjamaah,walau ada juga sebagian dari mereka, yang tidak melaksanakan Shahat Subuh secara berjamaah,ketika Azan berkumandang mereka menghilang dlam kegelapan,entah pulang kerumah untuk Shalat Subuh,atau hanya peusiblah bek payah Seumayang Subouh.
Kebiasaan para orang tua di Aceh Utara dan Pidie,tidak mengharuskan anak laki-lakinya untuk tidur dirumah.Dengan kesadarannya,para pemuda tidak lagi tidur dirumahnya,karena kamar tidur dirumah mereka sudah diperuntukkan untuk Aneuk Dara, dan pengantin baru.Sehingga anak muda (lajang ) memilih Meunasah sebagai temapat bermalam.Mereka membawa tikar,kain tidur,bantl dan tikar dan menyimpannya di Meunasah.Anak –anak yang belum dewasa dilarang tidur di Meunasah,kalaupun ada yang nekat,meraka biasanya sering menjadi peeyasan dari pemuda-pemuda yang sudah dewasa,contohnya :Cet adang bak mieng, ditaruh bungusan air dlam palstik dideakat mereka,ketika anak-anak tidur mereng, memasukkan garam ke mulut mereka,I tumpang aneuk keeh lam rueng aneuk gaki, di ikat sagoe ija satu sama lainnya,sandalnya disembunyikan, malah ada lebih ekstrim lagi dikhoup dimiyub beulangong beusoe,aksi ini biasanya berbuntut panjang,karena keesokan harinya anak tersebut melaporkan ke orang tuanya,dan mencari pemuda tersebut yang peulaku terhadap anaknya,sehingga anak muda tersebut harus couk siloup,bungkouh bajee bulut dan kadang harus geuti bhan moto dan peukeuleuboung bajee ke gampong lain beberapa saat,watee kaleupi,baru ia kembali.Hal ini untuk menghindar dari amukan orang tua dan saudara anak tersebut.
Budaya Eeh di Meunasah perlahan-lahan mulai hilang ketika diberlakukannya DOM,DM,dan DS,dan bermacam Operasi seperti,Operasi Jaring Merah,Operasi Sadar Meunasah dan operasi lainnya,sehingga para anak muda yang tidur di Meunasah menjadi sasaran Beh Brouk atau sekedar Pleoh Breon (pelampiasan kemarahan) para aparat,pada saat mereka tidak menemukan gerilyawan setelah operasi ,para awak eh di meunasah selalu menjadi sasaran empuk mereka,sehingga banyak pemuda yang tidak lagi tidur di Meunasah,karena tidak tahan perlakuan aparat Negara yang berlaku kasar dan arogan terhadap mereka.Banyak anak muda yang dipouh hanlot keupiah,ataua kena sepatu lars dan popor senjata,dan keuneong tapak pree,dan diloet igoe gratis,sehingga perlahan Meunasah sepi dan tidak ada lagi yang berani tidur.
Setelah perdamaian teruwujud, meunasah berubah fungsi lagi menjadi tempat bagi-bagi peeng atau media sosilalisasi kegiatan pemerintah dan NGO,makanya sekarang dimeunasah banyak terjadi konflik antar pemerintah gampong dan masyarakat,karena ketidakpuasan terhadap kebijakan Pemerintahan Gampong.
Pengajian pun mulai hilang di Meunasah,keberadaan. Meunasah juga dimanfaatkan oleh pengguna arus transportasi darat baik Mobil Pribadi maupun Mobil angkutan umum dan pengendara sepeda motor,mereka hanya memanfaatkan Meunasah karena mereka melirik adanya fasiltas MCK ,kadang ada juga yang benar-benar ingin shalat walau ketika waktu Shalat.biasanya para sopir hanya menunggu penumpang yang melaksanakan Shalat sementara dia sendirii tidak Shalat,entah karena mareka lelah atau pakaian yang tidak bersih,karena selalau dijalananan.
Diluar Aceh kita tidak bisa menemukan Meunasah,kalau mau buang air harus diterminal dan harus bayar,terkadang harus mencari rumah makan atau warung yang mempunyai Toilet.Begitu juga kalau ingin mencari tempat tidur harus ke Losmen atau Hotel, sementara di Aceh, meunasah menjadi tempat tidur gratis bagi para kafilah atau musafir yang sedang melakukan perjalanan.Meunasah juga menjadi tempat untuk membuat acara atau kegiatan-kegiatran selain ke agamaan,namun sekarang pemerintah atau pihak lain lebih senang mengundang para Geuchik atau Imum Mukim ke Wisma,Losmen dan Hotel untuk mengikuti acara, padahal Meunasah masih bisa difungsikan untuk mengadakan kegiatan .Mereka sebetulnya bisa memberikan sekedar sumbangan untuk Pemerintahan Gampong, dan konsumsi bisa di pesan di masyarakat langsung seandainya kegiatan dilaksanakan di Meunasah.Sudah berapa uang yang beredar di gampong seandainya setiap acara atau kegiatana pemerintah dan pihak lain tidak diadakan di Wisma,Losmen dan Hotel.Banyak tamu atau peserta kegiatan tentu akan berbelanja di Keudee Gampong.Hal ini bisa meningkatkan ekonomi masyarakat gampong.
Congratulations @angga.ananda! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of upvotes
Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP