Nostalgia; Perang dan Cinta ❤
Sejak pagi hari tadi aku berada di komplek asrama putera. Ini kunjungan pertamaku setelah delapan tahun. Dulu aku menempuh pendidikan SMP selama tiga tahun di sini dan selama kurun waktu itu aku menjalani hidup dalam komplek sekolah ini. Pulang hanya saat lebaran dan musim libur kenaikan kelas tiba. Banyak kenangan terlewati. Pernah berkali-kali menangis karena rindu kampung, atau saat berkelahi sesama murid lelaki. Tapi itu terjadi pada bulan-bulan pertama aku tiba di sini. Setelahnya semua bisa menikmati hidup dan berbaur menyesuaikan diri.
Di sini, di asrama yang hanya dihuni oleh murid lelaki, segala hal mudah saja terjadi dan yang paling mengerikan saat itu adalah perkelahian.
Aku ingat betul, bahkan kami tidak pernah takut pada hukum asrama. Kami hanya takut pada hukum liar yang kami buat sendiri dan sudah menjadi tradisi di asrama lelaki.
Pada saat-saat seperti itu kami kadang juga berpikir bagaimana kehidupan murid perempuan di asrama puteri. Kami tidak pernah tahu kehidupan mereka. Kami juga tidak tahu apakah mereka juga suka berkelahi. Bahkan kami tidak pernah kenal murid-murid di asrama itu. Kami hanya bisa melihat atap bangunan asrama mereka.
Memang kami tinggal dalam pekarangan yang sama, dan kedua asrama letaknya juga berhadapan, tapi masing-masing penghuni asrama putera dan puteri tidak dapat melihat satu sama lainnya. Ada deretan perumahan guru, mushalla dan perpustakaan yang menjulang sebagai benteng yang memisahkan asrama putera dan puteri. Selain itu ruang belajar kami juga terpisah. Kelas putera berada di komplek asrama putra dan begitu juga kelas belajar puteri.
Tapi paling tidak kami masih bisa mengenal beberapa nama mereka. Beberapa nama yang tenar karena memperoleh nilai tinggi. Seperti "Layla". Ada juga "Nurmatun".
Entah bagaimana rupa gadis-gadis itu. Tapi nama mereka selalu terdengar dari alat pengeras suara. Berbeda dengan Layla, nama Nurmatun tenar karena selalu mendapat nilai terendah.
Dari asrama putera juga keluar nama “Zulfikar”. Dia pandai sekali. Namanya selalu disanding-sandingkan dengan “Layla”. Sama halnya Nurmatun yang selalu dikait-kaitkan dengan Ismail, si bodoh dari asrama kami.
Kami tidak tahu apakah Nurmatun merasa terganggu dengan pengumuman nama murid terpandai dan terbodoh, tapi Ismail jelas sangat jengkel dengan semua itu.
“Seharusnya sekolah tidak mengumumkan nama siswa dengan nilai terendah,” selalu begitu komentar Ismail saat mendengar namanya masuk nominasi dan diumumkan memakai alat pengeras suara.
Namaku sendiri sering berdampingan dengan Ismail.
“Nilai terendah ke-dua ketagori putera jatuh kepada Ilyas,” begitu namaku diumumkan.
Itu sangat memalukan. Tapi lama-kelamaan terasa biasa saja. Kami tetap menikmatinya dan menganggap itu biasa. Pihak sekolah juga tetap rutin mengadakan evaluasi bulanan, dan pada akirnya akan mengumumkan nama siswa terpandai dan terbodoh dari kedua asrama.
Setiap tahunnya asrama kami selalu kedatangan murid baru dan setiap tahun pula akan muncul murid-murid dengan tipikal baru yang memunculkan perubahan suasana dalam asrama. Ada era dimana nama sekolah akan harum dan hangat dibicarakan di luar karena prestasi matematika murid dikatakan terhebat tingkat provinsi. Di lain waktu sekolah juga pernah dikenal karena memenangkan cerdas-cermat bahasa asing tingkat nasional. Tapi itu terjadi pada era sebelum dan sesudah aku tamat dari sekolah ini. Bukan pada era-ku.
Sebaliknya, tahun terburuk bagi sekolah justru terjadi pada masa aku bersekolah.
Waktu itu sekolah selalu kehilangan mangga. Kami mencurinya di kebun mini di lahan praktikum biologi sekolah. Malam-malam kami bergadang, menunggu satpam tertidur dan kami akan memetik banyak mangga.
Tahun itu juga tidak ada prestasi gemilang yang diraih murid. Bahkan celakanya di masa itulah nama baik asrama sempat tercoreng. Itu karena hukum liar yang dibuat sendiri oleh murid lelaki. Ada semacam budaya berkelahi yang mewabah saat itu. Aku masih ingat betul bagaimana murid kuat menindas murid-murid lain yang lemah.
Di akhir minggu, lapangan bola kaki akan selalu ramai pada subuhnya. Di sana ada semacam olahraga tinju bebas yang sangat popular. Para pencetus ide tinju itu adalah mereka-mereka juga yang seangkatan denganku. Katanya, ajang pembuktian kelelakian. Dan sampai sekarang aku masih bingung kenapa waktu itu dewan guru tidak pernah tahu tentang keberadaan tinju terlarang itu. Aku menduga, mungkin karena Ismail sangat pandai merancang strategi. Iya, Ismail-lah murid yang mengatur aturan dan jadwal tinju. Dan Ismail juga yang menjaga kerahasiaan itu.
Perkelahian memang tidak melulu dilakukan di arena ‘resmi’ di lapangan sepak bola, tetapi juga di asrama. Pertarungan yang dilakukan di lapangan sepak bola hanyalah tinju special. Yaitu pertarungan lanjutan dari tlkeributan-keributan kecil di asrama. Karena tinju di asrama biasanya adalah tinju dadakan. Perkelahian yang terjadi tiba-tiba. Bisa di kelas, di mushalla, di kamar tidur, di kamar mandi atau di ruang makan. Itu adalah perkelahian alami karena hal-hal kecil dan biasanya perkelahian akan dilerai dewan sekolah.
Berkelahi dianggap pelanggaran terberat selain mencuri dan merokok. Kami akan disidang di ‘Mahkamah Kedisiplinan Siswa’. Hukumannya bisa beragam, mulai dari pencukuran rambut, membersihkan seluruh pekarangan asrama, sampai yang terakhir adalah pemecatan. Murid akan dikeluarkan dari sekolah. Tapi dewan sekolah selalu memberi hukuman berdasarkan tingkat kesalahan.
Nah, di situlah peran Ismail akan muncul. Dengan keahlian yang dimilikinya, Ismail akan memanas-manaskan kembali keadaan. Kepada murid yang baru keluar dari ‘Mahkamah Kedisiplinan Siswa’ Ismail akan memberikan ide agar perkelahian dituntaskan.
“Masa kamu kalah sama dia? Lemah kalilah!” begitu profokasi Ismail. Dan Ismail akan mengatur jadwal terjun ke lapangan bola kaki pada subuh hari.
Itulah alasan mengapa asrama sangat kacau saat itu. Prestasi murid menurun dratis dan akhirnya nama baik sekolah tercoreng. Itu adalah sejarah terburuk. Sebuah pagi celaka telah membuat polisi masuk ke asrama sekolah. Sindikat pertinjuan kami dibubarkan dan beberapa murid dikeluarkan dari sekolah.
Mengenang sejarah buruk itu aku langsung teringat akan Irawan. Namanya tidak bisa terpisahkan dari sejarah buruk itu. Dia siswa yang mudah tersinggung dan suka berkelahi. Dia paling jahat dan kejam, dan selalu ditakuti siswa lain.
Irawan dalam ingatanku adalah sosok aneh dan unik. Dadanya selalu membusung saat sedang berjalan dan langkahnya lebar dengan tatap mata lurus ke depan. Bagi penghuni asrama lelaki, Irawan juga dikenal 'Si muka besi'. Ia jarang sekali tersenyum, dan tidak memiliki seorangpun teman akrab. Itu karena seluruh badannya dipenuhi panu.
Oleh karena sikapnya yang aneh, siswa yang bernama lengkap Muhammad Safwan itu sempat memperoleh beberapa gelar, mulai dari 'Manusia purba, 'Ulama,' sampai yang terakhir 'Irawan'. Khusus untuk gelar yang terakhir itu ia peroleh dari seorang guru kelas. Katanya sosok Muhammad Safwan mengingatkannya pada Ira-wan, teman lamanya.
Sedangkan gelar manusia purba yang tersemat pada Irawan adalah karena sikap dan gaya serta caranya berjalan. Kami berikan gelar itu pada suatu hari setelah pelajaran sejarah membahas Manusia Purba yang hidup di zaman batu. Tapi tidak ada siswa yang berani menyebutnya manusia purba secara terang-tenagan. Nama 'manusia purba' hanya akan terdengar saat beberapa siswa berkumpul lalu bergosip dan kemudian tertawa.
Tapi Safwan sepertinya rela terhadap gelar ‘Ira-wan’. Entah kenapa dia senang dengan panggilan itu dan akhirnya nama itu memang menjadi panggilan abadi baginya.
Tapi sosok Irawan juga memiliki sisi baiknya, bahkan sangat baik. Itulah kenapa dia kusebut aneh dan unik. Saat semua siswa telah terlelap tidur di malam hari, Irawan akan bangun. Irawan adalah penguasa malam. Ia akan menuju mushalla. Di sana Irawan bertahajjud lama-lama. Hanya irawan seorang, dan hanya Irawan yang melakukan itu setiap malam. Maka itulah kami memberinya gelar 'ulama'. Terlepas dari sikapnya di luar mushalla, juga terlepas dari apa yang akan dilakukannya setelah tahajud. Irawan akan menuju kebun mini dan kembali mencuri beberapa mangga.
Petaka dimulai pada satu pagi celaka saat Irawan ribut dengan salah satu siswa. Saat itu Irawan bermasalah dan ribut dengan Fadil Kecil, kembarannya si Mahmuddin yang juga bertubuh kecil. Fadil kecil dituduh meludah sembarangan dan mengenai sandal Irawan.
Seperti nasib kebanyakan kancil, Fadil kecil berlari sambil menangis. Dia awalnya sudah minta maaf dan tidak mau meladeni kemarahan Irawan. Tapi dasar Irawan begis, dengan muka seperti babi ia terus mengejar dan siap menyeruduk dari belakang.
Suasana asrama ketika itu sangat mencekam. Itu terjadi pada minggu pagi di mana semua kegiatan sekolah diliburkan dan dewan guru serta satpam tidak ada di asrama. Maka seperti dalam film, Irawan menjadi penjahat yang buas sekali. Semua siswa tahu apa yang akan terjadi kalau Irawan berhasil menangkap Fadil. Tapi nasib Fadil ternyata lebih buruk dari yang kami duga. Fadil kecil mengalami patah tulang kaki setelah terjatuh dari lantai dua asrama. Ia terjatuh saat menghindari serangan dari Irawan.
Tapi bagaimanapun itu menjadi momen berakhirnya zaman jahiliah di asrama. Setelahnya semua kembali normal.
Bagiku, sejarah buruk itu benar-benar telah meninggalkan kesan mendalam. Apalagi saat siang ini aku kembali berada di sekolah ini. Ini dalam rangka temu alumni yang diadakan pihak sekolah.
Berada di sini, aku seperti pulang jauh ke masa silam. Bisa merasakan kembali suasana dulu. Aku menikmati pemandangan yang penuh kenangan. Gedung-gedung sekolah, kebun mini praktikum biologi, lapangan bola kaki, ruang makan, mushalla dan atap bangunan asrama puteri. Semua masih terlihat seperti dulu. Yang berbeda hanya peraturan asrama. Sekarang siswa lelaki dan perempuan mulai belajar di ruang kelas yang sama, tidak dipisahkan seperti waktu aku dulu.
Sebenarnya acara temu alumni sudah berakhir sejam yang lalu. Namun langkah terasa berat untuk pulang. Sepertinya bukan aku saja yang merasakan ini. Teman-teman lain juga belum pada pulang.
Di teras mushalla terlihat teman-teman seangkatanku. mereka begitu larut dalam canda tawa. Di sana ada Layla dan teman-temannya. Aku sudah mengenal wajah mereka. Dulu, waktu pembagian ijazah kelulusan, semua siswa putera dan puteri diperkenankan berkenalan dan saling bertegur sapa.
Aku melihat ke arah perpustakaan, ada Fadil dan Mahmudin. Juga tampak Zulfikar dan teman-teman lain. Mereka terlihat telah dewasa sekali. Dari penampilannya mungkin saja mereka telah jadi orang sukses.
“Hei, kamu Ilyas, kan?”
Seseorang tiba-tiba memanggil namaku. Dan betapa terkejutnya aku ketika menoleh dan melihat dia adalah Nurmatun.
Oh, betapa dia sudah dewasa dan sungguh cantik sekali.
“Iy.. iyaa, aku Ilyas,” jawabku dengan gugup dan kami tersipu malu.
“Kamu Nurmatun, kan?” tanyaku berbasa-basi.
Dia menjawabnya dengan senyum, sebuah senyum paling ayu yang pernah kulihat. Ada debar aneh tiba-tiba berdentam di dadaku. Aku berharap Nurmatun tidak bodoh lagi. []
Hampir saja aku lupa bagaimana caranya keluar dari dlm cerpenmu ini. Ringan namun lena..
Salam buat Layla dan Nurmatun bg @burong7
Hhaha. Iya bang. Nanti kusampaikan salamnya 😀
Hahaha. Iya bang @rwansyah, nanti kusampaikan salamnya 😆
@burong7 telah kembali... ladad that bak long baca..
Ka sesat lawet nyo. Hana meuho wo lee 😂 nyoe taneuk mulai meurajah lom
Congratulations @burong7! You have received a personal award!
1 Year on Steemit
Click on the badge to view your Board of Honor.
Do not miss the last post from @steemitboard:
Congratulations @burong7! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Congratulations @burong7! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!