Bagian Kelima : Fondasi Peradaban Acehnologi Bab : 25 Tentang Sistem Kebudayaan Aceh
Di pagi yang cerah ini saya akan melanjutkan menulis dari hasil bacaan buku Acehnologi Volume 3 Karya Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, PH.D bab 25 Tentang Sistem Kebudayaan Aceh. Dalam bab ini ingin dikupas tentang kebudayaan Aceh. Studi ini mengupas kemampuan manusia Aceh menciptakan, merekayasa, dan mempertahankan sistem kebudayaan. Dalam konteks ini, muncul tiga konsep mengenai kemampuan manusia Aceh di dalam memunculkan kebudayaan yaitu :I ( saya ), Being ( keberadaan ), dan Action ( aksi ).
Dalam bahasa Aceh, saya bearti lon. Adapun keberadaan diartikan dengan na. persoalan mengenal ‘saya’ bagi orang Aceh sangatlah penting. Namun, sering diungkapkan dengan kalimat turi droe ( kenali diri ). Dari kata kenal ( turi ), tampak bahwa proses untuk memahami aspek kosmos ternyata sudah terbangun di dalam pemikiran tempoe doeloe. Hanya saja ini tidak lagi menjadi studi secara mayoritas, melain kan studi bagi kelompok minoritas, yang kemudian digiring pada persoalan mistik. Secara kebudayaan, mereka yang mampu menemukan jatidiri ‘kesayangan’, kemudian menghasilkan beberapa produk intelektual yaitu ungkapan-ungkapan yang penuh makna.
Budaya orang Aceh selalu bertujuan menyeimbangkan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan sesame manusia. Karena itu, apapun aktivitas kebudayaan, tidak boleh menyalahi aturan Tuhan, tidak boleh merusak alam, dan meretakkan hubungan sesame manusia. Struktur social masyarakat Aceh yang seimbang adalah ketika aturan Tuhan dilaksanakan. Adapun kata kunci untuk memunculkan keseimbangan adalah dengan kata meunyoe ( jika ). Maksudnya, jika melakukan A, lebih baik begini. Falsafah meunyoe ini kemudian kerap dikristalkan di dalam Hadih Maja.
Di dalam kebudayaan orang Aceh, sesuatu yang baik selalu dikatakan mangat. Misalnya haba mangat atau pajoh mangat. Kalau haba mangat, selalu diikuti dengan pajoh mangat, yang diwujudkan dengan khanduri. Bagi orang Aceh, khabar baik selalu berawal dari hasil- hasil proses keseimbangan yang positif dari tiga aspek diatas ( tuhan, alam, dan manusia ). Adapun konsep haba mangat atau pajoh mangat adalah beureukat ( berkah ).
Di Aceh, era kebangkitan dan kebangunan Very abstract system of ideas di Aceh terjadi pada abad ke-16 dan ke-17 M. aceh telah berhasil menerapkan very abstract system of ideas di selat Malaka. Ke semenanjung, dia memberikan kekuatan identitas Melayu. Sementara kepulau jawa, dia memberikan sistem berpikir dalam bidang tasawuf. Jawa dan Melayu, tidak dapat dihindari, tidak dapat melepaskan diri dari sistem berpikir yang menjadi hasil dialektika intelektual dan spiritual orang Aceh. Sistem berpikir orang Aceh telah berhasil mengislamkan mistik orang Jawa yang serba Hindu. Sementara, sistem identitas yang ditawarkan kepada Melayu telah juga mengislamkan struktur kekuasaan di beberapa kerajaan Melayu.