Pemimpin negara atau wakil rakyat yang maju secara independen bukanlah hal yang baru didunia politik. Amerika pernah memiliki presiden lewat jalur independen pada tahun 1789, yakni George Washington. Presiden pertama Amerika tersebut bahkan tetap maju lewat jalur independen pada periode kedua masa pemerintahannya. Di Jerman, yakni Joachim Gauck, juga merupakan politisi yang tidak berafiliasi dengan partai manapun alias independen. Dalam hal wakil rakyat, tidak jauh-jauh, Malaysia dan Filipina memiliki wakil rakyat yang terpilih lewat jalur independen.
Melihat fenomena akhir-akhir ini ada indikasi sebagian rakyat tidak percaya lagi pada partai politik atau deparpolisasi. Mekanisme dan peraturan tentang pencalonan kepala daerah lewat jalur independen telah disahkan oleh pemerintah dan juga DPR. Artinya mekanisme ini adalah hal yang legal selama berada dalam koridor aturan yang telah ditetapkan. Masalahnya kemudian, legowokah partai jika kepala daerah yang terpilih tidak terafiliasi dengan parpol manapun? Hal ini tidak terlepas dimulai dari Aceh, dimana kepala daerah atau gubernur pertama di Indonesia adalah Irwandi Yusuf- M. Nazar (2006-2012) dengan kekhusussan UUPA dan menjadi diadopsi nasional.
Jalur independen dimana seseorang yang mana mencalonkan diri sebagai kepala daerah dengan niat atau tekat sendiri (non-partai), tetapi jika mencalonkan diri harus memenuhi segala unsur/ syarat yang ditetapkan oleh UU, di mana seorang ketua dan wakil yang akan mencalonkan diri haruslah memiliki suara 1/3 dari seluruh jumlah suara yang ada di suatu wilayah yang di mana dia mencalonkan dan di ikuti oleh syarat yang lainnya juga. Hal ini masih berlaku hanya untuk calon kepala daerah baik gubernur maupun bupati dan walikota. Sesuai dengan Undang-Undang No. 8 tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.
Tidak tertutup kemungkinan untuk direvisi regulasi Undang-undang tersebut, dimana calon anggota dewan (parlemen) baik DPR RI, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten untuk bisa mencalonkan diri melalui jalur independen atau perseorangan, dengan cara menghimpun kartu tanda penduduk dari derah pemilihan (dapil) di derah yang bersangkutan. Walaupun senator atau DPD Ri juga menerapkan hal sama tapi tentu tugas pokok dan fungsi berbeda, mereka mewakili daerah ke pusat, sedangkan angota dewan mewakili dapilnya ke DPR sesuai tingkatan daerahnya masih-masing dan ke pusat bukan melalui jalur partai, mungkinkah hal ini terealisasi?.
Jika regulasi pun calon anggota dewan dari jalur independen nanti berhasil diberhasil dan terpilih, kemungkinan dijegal kebijakan dan program oleh wakil rakyat yang notabenenya berasal dari parpol amatlah besar. Sehingga, kemungkinan gagal dalam pemerintahan juga besar. Namun demikian jelas bahwa pencalonan dari jalur independen diharapkan akan terbebas dari titipan partai politik karena benar-benar dipilih oleh konstituen di derah pemilihannya.
Semoga saja pada pesta demokrasi pileg tahun 2019 nantinya bisa gol revisi regulasi tetang calon anggota DPR atau parlemen dari jalur independen yang bertarung di daerah pemilihan masing-masing yang akan memiliki warna tersendiri dalam alam demokrasi di Indonesia menuju kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia yang menjujung azas keadilan dan pemeratan bagi segenap warga negara Republik Indonesia. Mari!.
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://www.kompasiana.com/danilcotseurani/5987f27f66feb00e422ca985/mungkinkah-jalur-independen-untuk-jadi-anggota-dpr